SULUH NUSA, ADONARA – Bekerja sama dengan Caritas Germany, Forum Komunikasi Keluarga Dengan Anak Difabel (FKKDAD) Caritas Larantuka menggelar workshop di Desa Pajinian, Kecamatan Adonara Barat, Kabupaten Flores Timur, NTT, Selasa, 22 Februari 2022.
Kegiatan ini digelar dengan maksud membangun ketangguhan difabel dan masyarakat inklusi di Kabupaten Flores Timur (Flotim) terhadap bencana melalui kemandirian kelompok ULDPB-BPBD integratif.
Hadir dalam kegiatan ini, Direktur FKKDAD, Arnoldus Dominikus Duli Uran bersama pengurus, Sekretaris Kecamatan Adonara Barat, Latif Sulaiman bersama staf, Kepala Desa Pajinian, David Sanga Lamawato bersama aparat, Ketua BPD, Yuvenalis Kapitan bersama anggota, perwakilan kaum difabel desa Pajinian, tokoh adat, tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh pemuda, serta tokoh perempuan.
Workshop yang diadakan di Aula Kantor Desa Pajinian ini menghadirkan narasumber dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Flotim, Petrus Mado Wain dan Yuliana Bernadetha Fernandez, dengan pokok pembahasan tentang arah dan strategi pembangunan desa; sebuah pengantar menuju desa inklusif, juga dari Dinas Sosial (Dinsos), Ahmad Aminudin dengan pokok pembahasan tentang peran dinas sosial dalam menangani kaum difabel.
Dalam sambutannya, Direktur FKKDAD Arnoldus Dominikus Uran mengajak semua elemen untuk pro terhadap inklusi; persoalan hidup yang dialami kelompok kaum difabel. Ia menyebutkan, dari hasil kajian dan analisis yang telah dilakukan oleh caritas bidang pemberdayaan bahwa masih banyak kaum difabel di Kabupaten Flores Timur yang belum terpenuhi haknya.
“Dari yang belum terpenuhi haknya ini, direspon oleh caritas Germany. Suatu lembaga sosial yang mewakili caritas internasional mempunyai spirit yang besar yaitu kita yang kuat wajib menanggung kelemahan orang-orang yang tidak kuat,” ungkap pria kelahiran Lewoawang, Flotim itu.
Pimpinan Yayasan Panca Duo Panti asuhan Adimister itu menjelaskan, kegiatan workshop bertujuan untuk menghadirkan problem solving kepada kelompok rentan yakni kaum difabel agar dapat terkomodir di dalam dokumen perencanaan pembangunan desa, berupa program-program yang berorientasi pada pemberdayaan.
“Kami juga meminta supaya kita menggunakan kearifan lokal gemohing, sebuah kearifan lokal Lamaholot untuk bersama-sama menangani permasalahan difabel di Flores Timur. Sekiranya Tuhan menghendaki supaya di akhir tahun 2022 kita sudah bisa mencapai 65% dari difabel di Kabupaten Flores Timur telah terpenuhi hak-haknya,” harapnya.
Pada kesempatan yang sama, Kades David Sanga Lamawato, menyampaikan ucapan terima kasih kepada FKKDAD yang telah menjadikan desa Pajinian sebagai salah satu desa dampingan terkhusus bagi kelompok penyandang disabilitas. Ia juga mengucapkan terima kasih kepada narasumber, pihak kecamatan, dan masyarakat desa Pajinian yang telah mengambil bagian dalam kegiatan dimaksud.
David, sapaan Kades Pajinian, menuturkan bahwa kelompok difabel di desa Pajinian telah dibentuk pada tahun 2019, berjumlah 21 orang dari kategori usia anak-anak hingga Lansia, dan pernah dianggarkan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Desa (APBDes), namun karena adanya pandemi covid-19 sehingga secara terpaksa anggarannya dialihkan untuk penanggulangan dampak pandemi tersebut.
“Untuk difabel di desa Pajinian, kami sudah masukan dalam rencana anggaran untuk difabel, tetapi karena memang kondisi covid 19 anggaran ini kami tarik untuk menangani covid-19 sehingga sampai dengan 2022 ini,” terangnya.
Tentu sebagai manusia, imbuh David, “setiap kita mempunyai kekurangan, terutama kami pemerintah desa. Kami sangat membutuhkan banyak pemikiran atau motivasi semua pihak untuk membantu kami supaya dalam merencanakan pembangunan desa ini bisa berjalan dengan baik.”
Sementara itu, menurut Camat Adonara Barat melalui Sekcam Sulaiman Latif, bahwa kelompok difabel merupakan tanggung jawab semua pihak, baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, pemerintah desa, maupun elemen lainnya. Sebab hal ini merupakan amanat UU No 8 tahun 2016, dan juga Perda No 5 Tahun 2017 tentang kesetaraan dan pemberdayaan disabilitas.
Ia mengharapkan agar selain Pajinian dan Kimakamak yang telah menjadi desa dampingan FKKDAD, desa lain dari 18 desa yang ada di wilayah kecamatan Adonara Barat dapat memperhatikan program pemberdayaan demi meminimalisir persoalan hidup yang dihadapi kelompok yang rentan atau kaum penyandang disabilitas.
Dalam sesi perenstasi hasil diskusi kelompok, salah satu pengurus difabel desa Pajinian, Sipriana Colir Carvallo turut membenarkan pernyataan Kades Pajinian. Dikatakannya, kurang lebih Rp. 20 juta gagal digelontorkan akibat adanya refocusing anggaran untuk penanggulanagan dampak covid-19.
Kendati demikian, lanjut Siprianana, sudah adanya kegiatan pemberdayaan yang telah mereka lakoni, yaitu pengadaan tanaman sayuran di pekarangan rumah, dan juga Kelompok Usaha Bersama Simpan Pinjam (KUBe SP) kaum difabel desa Pajinian.
“Sejak tahun 2019 itu kami ada bentuk kegiatan tanaman sayur di pekarangan. Kami gotong royong. Kemudian kami punya KUBe SP yang awalnya dari uang pangkal satu tahun 50 ribu, iuran tiap bulan 5 ribu, dan uang sukarela,” tuturnya.
Sipriana menambahkan, belum lama ini bersama tim pendamping dari FKKDAD, mereka telah merencanakan kegiatan lain yakni pengelolaan dan pemanfaatan potensi hasil pertanian dan perkebunan yakni pangan lokal yang ada di desa.
“Baru-baru juga kami programkan kami punya program bersama pendamping difabel. Kami ganti, kami alihkan dari tanaman sayuran ke kerajinan yaitu pembuatan kerupuk. Di sini kami juga masih kekurangan alat-alat dapur, mungkin bisa diperhatikan,” kata Sipriana.
Tak sampai di situ, menyinggung pembicaraan narasumber dari Dinsos perihal program bantuan dan pemberdayaan sosial dari pemerintah, Sipriana bahkan membeberkan masih adanya anggota penyandang disabilitas di desa Pajinian yang belum tersentu sama sekali.
“Khusus untuk kaum difabel ada yang sudah mendapatkan bantuan PKH (Program Keluarga Harapan), ada yang belum sama sekali. Harapan saya mohon bantuan memperhatikan anggota difabel kami yang belum menerima” tegasnya penuh harap.
Menanggapi hal itu, narasumber Ahmad Aminudin menjelaskan, bahwa PKH merupakan salah satu program unggulan pemerintah pusat melalui Kementrian Sosial (Kemensos). Ia pun menyarankan agar pihak pemerintah desa melalui operator desa dapat meng-input nama-nama anggota difabel ke dalam SIKS –NG (Sistem Informasi Kesejahteraan Sosial – Next Generation).
“Jadi begini, PKH itu ada 4 komponen. Kesehatan, pendidikan, disabilitas, dan lansia. Itu sebenarnya dari pihak desa meng-input masyarakatnya yang disebutkan tadi masuk ke dalam SIKS – NG. Kami di kabupaten menunggu. Ketika permintaan kuota dari Kementrian Sosial, maka kami tinggal menyodorkan data tersebut dari desa,” pungkasnya.
Selain itu, Lando Lamawato, salah satu orang muda desa Pajinian mengatakan, sejauh ini pelayanan pemerintah desa terkait program secara umum sudah cukup baik, namun ia menilai sejak belum adanya pandemi covid-19, kelompok rentan ini belum sepenuhnya mendapat tempat dan perhatian serius dari pemerintah.
“Kedepan harus ada perhatian yang layak, serta keberpihakan khusus dari pemerintah dalam membijaki anggaran program pemberdayaan bagi kelompok penyandang disabilitas” ujarnya.
Dalam kegiatan tersebut setidaknya menghasilkan beberapa poin penting yang menjadi rekomondasi, yakni; Pemdes dan BPD bersama lembaga kemasyarakatan di desa mengakomodir kebutuhan difabel dalam dokumen resmi perencanaan pembangunan desa, jaminan perlindungan hukum kebutuhan difabel dan masyarakat rentan melalui Perdes tentang desa inklusi, deklarasi desa inklusi, serta mengakomodir kearifan lokal desa.*** ++Tino Watowuan