SuluhNusa, Lembata, RUANGAN rumah serta halaman milik Kosmas Andreas Ally, 47, yang akrab disapa Kosi, difable asal Desa Labalimut, Kecamatan Nagawutun, Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur itu lengang seperti tak berpenghuni.
Biasanya, seluruh ruangan rumah berikut halamannya dipenuhi berbagai pesanan kerajinan bambu seperti dipan, kursi, meja, ayunan, bingkai dari berbagai daerah di Nusa Tenggara Timur.
Namun saat ini, di ruangan tamu di rumah tua permanen yang belum di cat itu, hanya tersimpan satu set meja dan kursi bambu yang sudah selesai dikerjakan dan siaap dilego. Harganya relatif terjangkau yakni 1.800.000,-.
Tampak tumpukan bambu yang selesai direndam tersandar di bagian belakang rumah Kosi. Sebagian telah di bor serta sudah berbentuk kursi namun belum finishing, sebagian bahan bambu masih bulat tergeletak tak beraturan.
“Ini sedang saya kerjakan dengan cara manual. Karena listrik tidak ada, saya kerja pelan-pelan. Pesanan dalam jumlah banyak tidak bisa saya layani lagi, begitu pula pesanan dari luar daerah, saya tolak. Saya tidak bisa pastikan bisa secepat saya kerja dengan alat listrik,” ujar Kosi dengan wajah sedih.
Pemuda terampil yang memiliki cacat pada kaki kanannya itu menderita kaki mengecil dan telapak kaki kanannya hanya bisa dijinjit sejak ia berusia balita.
Ayah Kosi, Korvandus Daton, 76 tahun mengatakan, pada saat balita anaknya itu disuntik polio, namun sejak saat itu kaki kanan anaknya mengalami gangguan perkembangan dan tetap mengecil.
Beruntung, meski kakinya tetap mengecil, namun telapak kaki kanannya berhasil dioperasi hingga dapat menjejak tanah. Saat ini, Kosi mampu berjalan dengan kedua kakinya, namun tidak normal. Ia tidak mampu memanjat.
Kosi dioperasi di RS Cancar, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur. Tak hanya menjalani operasi, pihak RS Cancar juga memiliki program pelatihan bagi kaum difabel. Kosi memilih mendalami pelatihan membuat kerajinan meubel dari bahan bambu.
Sekembalinya dari Cancar, usaha meubel yang ditekuni Kosi ini mengalami kemajuan pesat. Dibantu peralatan listrik serta beberapa tenaga kerja asal Desanya Labalumut, ia menyelesaikan pesanan demi pesanan yang masuk silih berganti.
“Seluruh ruangan rumah bahkan halaman rumah penuh dengan pesanan meja, kursi, lemari, ayunan dan dipan. Bahkan almahrum Bupati Lembata, Eliazer Yentji Sunur meminta saya mengerjakan dipan, lemari, dan lopo-lopo di Kuma resort. Begitu pula halnya, Pak Tomas Ola Langoday, mantan wakil bupati Lembata, juga ikut memesan meubel bambu guna mengisi ruang di kediamannya. Pada saat itu kehidupan ekonomi saya tidak menjadi masalah,” ujar Kosi dengan mata berkaca-kaca.
PLN Putuskan Listik karena Tuduhan Mencuri Arus
Kejadian demi kejadian mengerikan mulai menyergap Kosi sang difabel pasca era kejayaan usahanya. Pihak PLN menuding Kosi yang cacat fisik dan sang ayah yang sudah tua renta dan sakit-sakitan itu mencuri arus listrik. Ia bahkan didenda sebesar 19 juta rupiah.
“Saya ini tidak bisa panjat dinding dan tembok rumah dan tidak mengerti bagaimana cara mencuri arus listrik. Bagaimana mungkin saya dituduh mencuri arus listrik. Saya tidak pernah curi arus listrik pak,” ujar Kosi lirih kepada Media Indonesia yang menemuinya di Desa Labalimut.
Kosi bahkan berkisah, sebelum PLN memutus sambungan listrik, ia memeroses tambah daya listrik dari 900 watt menjadi 3000 watt guna menopang usaha meubelnya itu. Ia bahkan selalu lancar membeli pulsa listrik guna memperlancar usahanya. Namun tiba-tiba ia ditudung mencuri arus listrik.
Kasus ini sudah diadukan Kosi dan sang ayah hingga ke mana-mana. Namun tidak satupun pihak percaya. Bagi Kosi, listrik adalah kehidupannya. Sebab sebagian besar peralatan yang digunakannya bertenaga listrik. Selain membantu meringankan pekerjaan, peralatan listrik membantu meningkatkan kualitas serta jumlah kerajinan meubel bambu yang dihasilkan.
Saat ini, Kosi dan sang ayah bertahan dengan lampu Led yang dibeli di pasar dengan meminta kesediaan cas listrik pada kerabat yang masih menaruh iba pada keadaan Kosi dan sang ayah.
Sedangkan, pada bagian bengkel penyimpaanan peralatan kerja, mesin kompresor, mesin bor dan peralatan dengan penggerak utama listrik nganggur dan tersimpan rapih.
Sudah lebih dari satu tahun, tepatnya, tanggal 2 februari 2023, meteran listrik di kediamannya di putuskan PLN. Meteran yang sudah dibeli Kosi pun disita pihak PLN Lewoleba.
Alhasil, pemasukan ekonomi rumah tangga Kosi terhambat. Istri tercintanya pun memutuskan merantau dan hilang kabar berita.
Kepada wartawan, Rabu, 14 Agustus 2024, Kosi berharap kesediaan pihak PLN untuk membatalkan keputusan membongkar sambungan listrik atas tuduhan tak berdasar itu.
“Saya sudah tua dan anak saya ini cacat. Kami bukan pencuri. Kabel utama yang terkupas itu ulah petugas PLN sendiri. Tentu mereka tau siapa dalang pencurian arus ini. Kenapa kami harus jadi korban,” ungkap ayah Kosi, Korvandus Daton, 76 tahun dengan suara terbata-bata.
Ia mengaku, tidak memiliki uang sebanyak 19 juta rupiah sebagai denda yang harus ia bayarkan. Ia hanya berharap kebenaran menemukan jalannya dan PLN kembali memasang listrik guna menopang kehidupan ekonomi keluarga.
Hingga berita ini diturunkan pihak PLN Lembata, belum bisa buka suara atas tudingan pencurian arus yang dialami difabel ini. +++hosea