

Space Iklan Top Single
Bantu kami berkembang sekaligus memasarkan usaha Anda. Sekecil apapun bantuan Anda, sangat kami hargai.
LEWOLEBA – Misteri terkait cairan obat yang disuntuk dalam slang infus Pasien Regina Wetan (31) ternyata benar Asam Traneksamat. Dan menurut dokter yang bertanggungjawab saat itu, tindakan itu sudah sesuai SOP. Bahkan dirinya menegaskan Obat Asam Traneksamat itu diberikan juga sebelum operasi. Tujuannya, untuk mengantisipasi pendarahan pasca operasi.
Hal ini disampaikan dokter spesialis Obstetri dan Ginekologi (SpOG) baru, yaitu dr. David Chandra, SpOG yang bertanggunhjawab atas kondisi pasien Regina Wetan pasca Operasi.
Dokter David menjelaskan dirinya kerap memilih obat asam traneksamat ini untuk diberikan kepada pasien operasi besar.
“Untuk mencegah pendarahann otot, pendarahan kulit. Itu untuk menghentikan pendarahan dan itu dosisnya 5 cc . Dosis standar. Obat itu (asam traneksamat) juga sudah diberikan (kepada pasien regina) sebelum operasi. Artinya bukan karena reaksi obat karena alergi atau apa,” ungkap Dokter David.
Sementara itu, Direktur RSUD Lewoleba, drg. Yosep Freinademetz Paun, mengungkapkan, pemberian obat asam transekamat itu bukan atas inisiatif tindakan bidan tetapi berdasarkan resep dan saran dari dokter yang bertanggungjawan yaitu, Dokter David.
“Setelah itu Bidan menyuntikan obat anti perdarahan Tranexamic Acid 500 mg/5 cc. Pada saat menyuntikan obat masuk kurang lebih 2 cc dari 5 cc pasien mengeluh mual dan perut tidak enak. Dan bidan menghentikan penyuntikan obat tersebut. Atas kejadian tersebut Bidan melakukan sesuai SOP dengan pasien diposisikan kepala miring kiri dan diberikan oksigen 5 liter/menit dengan keadaan umum pasien tampak lemah, tekanan darah kurang lebih 80/50 mmhg, nadi 128 kali permenit teraba lemah,” ungkap dokter Yos dalam klarifikasinya kepada wartawan di ruangan kerjanya, 10 Maret 2025.
Rumah Sakit Umum Daerah ( RSUD) Lewoleba kabupaten Lembata memberikan klarifikasi terkait meninggalnya Regina Wetan (31), warga Desa Beutaran, Kecamatan Ile Ape, Kabupaten Lembata yang meninggal dunia setelah menjalani operasi SC di RSUD Lewoleba pada Rabu, 5 Maret 2025.
Kasus ini sempat menjadi perhatian publik karena diduga adanya kesalahan penanganan medis oleh pihak rumah sakit. Direktur RSUD Lewoleba, Yosep Freinademetz Paun menyampaikan duka yang mendalam kepada keluarga pasien dan masyarakat Kabupaten Lembata atas kejadian tersebut. Hal ini disampaikan dalam konferensi pers dengan sejumlah awak media pada Senin 10 Maret 2025.
Disampaikan, setelah kejadian pihak RSUD Lewoleba telah melakukan audit medis internal melalui (RMP ) review maternal perinatologi yang telah dijadwalkan sejak Kamis 6 Maret 2025 pasca kematian pasien. “Dan telah kami lakukan tadi dari jam 9 hingga jam 2 siang tadi. Hasil dari RMP tadi besok akan kami serahkan ke dinas kesehatan kabupaten Lembata untuk diproses lebih lanjut untuk audit eksternal. Biasanya audit eksternal dinas kesehatan berkonsultasi dengan dinas kesehatan provinsi untuk meminta tenaga alih guna melakukan audit eksternal”, ungkap Direktur RSUD Lewoleba.
Dijelaskan gambar umum hasil review maternal perinatologi adalah sebagai berikut: Pasien atas nama Regina Wetan (31) warga Desa Beutaran, Kecamatan Ile Ape, Kabupaten Lembata dirawat sejak tanggal 3-4 Maret 2025. Kemudian pada tanggal 5 Maret 2025 dari hasil USG yang diperoleh dari Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) didapatkan denyut jantung janin melambat.
“Karena hal tersebut maka diputuskan untuk segera dilakukan operasi seksio sesarea (SC) dan operasi SC berjalan dengan baik”, kata Direktur RSUD Lewoleba.
Setelah operasi, pasien dipindahkan ke ruangan kebidanan pada pukul 15.30 WITA. Dengan kondisi pasien berdasarkan keadaan umum dan tanda viral stabil. Selanjutnya pada pukul 20.30 WITA pada overan bidan dinas sore ke dinas malam laporannya kondisi pasien dalam keadaan baik. Kemudian pada pukul 21.15 WITA bidan melakukan observasi dan kondisi pasien dalam keadaan sadar penuh dengan Keluhan nyeri perut bekas operasi. Disaat itu bidan berkomunikasi dengan pasien dan menyampaikan bahwa pasien akan diberikan obat anti perdarahan. Dan sebelumnya bidan sudah melakukan dobel cek terhadap obat yang dimaksud dengan rekan bidan dinas yang lainnya”, kata dr. Yosep Paun.
Setelah itu Bidan menyuntikan obat anti perdarahan Tranexamic Acid 500 mg/5 cc. Pada saat menyuntikan obat masuk kurang lebih 2 cc dari 5 cc pasien mengeluh mual dan perut tidak enak. Dan bidan menghentikan penyuntikan obat tersebut. Atas kejadian tersebut Bidan melakukan sesuai SOP dengan pasien diposisikan kepala miring kiri dan diberikan oksigen 5 liter/menit dengan keadaan umum pasien tampak lemah, tekanan darah kurang lebih 80/50 mmhg, nadi 128 kali permenit teraba lemah.
Selanjutnya Bidan melaporkan ke dokter jaga, selanjutnya dokter jaga ke ruangan, keadaan pasien dengan penurunan kesadaran, nadi tidak teraba kemudian dilakukan tindakan kegawatdaruratan, kemudian dokter jaga menghubungi dokter DPJP dalam hal ini dokter obgyn dan dokter anestesi selanjutnya dilakukan tindakan penyelamatan. Dan telah dilakukan tindakan sesuai SOP yang berlaku. Kemudian RJP yang dimaksud masih tetap dilakukan. Dan pasien dinyatakan meninggal pada pukul 22.58 WITA dengan penyebab kematian dicurigai adanya emboli paru dan Kardiomiopati pasca melahirkan.
Padahal saat Regina dinyatakan meninggal dokter yang bertanggungjawab saat itu langsung memberitahu kepada keluarga bahwa Regina meninggak karena jantung.
Sebelumnya diberitakan kasus kematian Regina Wetan diduga karena suntikan cairan obat asam treknasamat. Akibatnya beberapa detik-detik kemudian, Regina muntah mengeluarkan gumpalan darah lalu dokter tiba-tiba memvonis, Regina meninggal karena serangan jantung.
Berdasarkan investigasi media di ruangan rawat RSUD Lewoleba, salah seorang tenaga kesehatan yang meminta namanya tidak ditulis mengungkapkan cairan yang disuntik ke slang infus Regina adalah jenis obat asam treknasamat.
“Obat asam traneksamat ini yang disuntik dalam infus pasien Regina. Suntik habis dalam hitungan detik langsung kondisi pasien buruk”, ungkap salah satu tenaga itu kepada SuluhNusa di Lewoleba, 10 Maret 2025. Ia mengungkapkan selama hamil Regina tensi rendah tapi dia disuntik obat anti perdarahan.
“Kenapa suntik asam treknasamat. Mohon ditanyakan ke nakesnya apakah Regina mengalami perdarahan sehingga disuntikan anti perdarahan. Karena setelah suntik obat asam treknasamat itu pasien langsung gelisah,muntah darah sampai meninggal”, tegasnya.
Lebih jauh ia menjelaskan obat jenis Asam Treknasamat untuk menghentikan perdarahan.
“Apakah saat itu Regina lagi mengalami perdarahan? Nyatanya tidak. Ataukah nakes yang suntik itu ada cek tidak apakah si Regina lagi perdarahan? Ibunya baik baik saja maka dia sudah di ruangan dan berkomunikasi baik dengan pasien yang sekamar dengan dia. Operasi jam 2 siang kejadian jam 10 malam, kalau kejadian di 1 atau 2 jam pasca operasi itu kita bisa maklum kalau itu serangan jantung”, ungkap tenaga kesehatan itu.
Kasus kematian Regina ini menjadi perhatian serius Kepala Ombudsman RI Perwakilan NTT, Darius Beda Daton.
“Laporan keluarga pasien kami pandang perlu dilakukan karena negara telah menyediakan bentuk perlindungan hukum terhadap korban malpraktek kedokteran sebagaimana diatur dalam UU No. 29 Tahun 2009 tentang Praktik Kedokteran, yaitu berupa pemberian hak kepada korban malpraktek untuk melakukan upaya hukum pengaduan kepada Ketua Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia. Sidang MKDKI akan memutuskan apakah telah terjadi malpraktek atau tidak dalam kasus kematian ibu pasca operasi di RSUD Lewoleba. Ombudsman RI Provinsi NTT akan terus memonitor perkembangan penyeiesaian permasalahan ini oleh pihak RSUD Lewoleba, termasuk jika ditempuh upaya mediasi sebelum dibawa ke MKEK/MKDKI”, tulis Darius dalan rilis yang kepada wartawan. +++sandro.wangak