

Space Iklan Top Single
Bantu kami berkembang sekaligus memasarkan usaha Anda. Sekecil apapun bantuan Anda, sangat kami hargai.
LEWOLEBA – KASUS kematian Regina Wetan diduga karena suntikan cairan obat asam treknasamat. Akibatnya beberapa detik-detik kemudian, Regina muntah mengeluarkan gumpalan darah lalu dokter tiba-tiba memvonis, Regina meninggal karena serangan jantung.
Berdasarkan investigasi media di ruangan rawat RSUD Lewoleba, salah seorang tenaga kesehatan yang meminta namanya tidak ditulis mengungkapkan cairan yang disuntik ke slang infus Regina adalah jenis obat asam treknasamat.
“Obat asam traneksamat ini yang disuntik dalam infus pasien Regina. Suntik habis dalam hitungan detik langsung kondisi pasien buruk”, ungkap salah satu tenaga itu kepada SuluhNusa di Lewoleba, 10 Maret 2025.
Ia mengungkapkan selama hamil Regina tensi rendah tapi dia disuntik obat anti perdarahan.
Anehnya, setelah operasi dua jam pasien keadaan baik sudah main handphone bercerita dengan teman teman sekamar dan keluarganya.
Regina Meninggal Usai Disuntik Cairan, Diduga Akibat Kelalaian Petugas RSUD Lewoleba
Narasumber itu mengungkapkan, Regina disuntik dua atau tiga jenis obat dan saat suntikan terakhir Regina langsung drop sembari heran sebab Regina tidak mengalami pendarahan.
“Kenapa suntik asam treknasamat. Mohon ditanyakan ke nakesnya apakah Regina mengalami perdarahan sehingga disuntikan anti perdarahan. Karena setelah suntik obat asam treknasamat itu pasien langsung gelisah,muntah darah sampai meninggal”, tegasnya.
Lebih jauh ia menjelaskan obat jenis Asam Treknasamat untuk menghentikan perdarahan.
“Apakah saat itu Regina lagi mengalami perdarahan? Nyatanya tidak. Ataukah nakes yang suntik itu ada cek tidak apakah si Regina lagi perdarahan? Ibunya baik baik saja maka dia sudah di ruangan dan berkomunikasi baik dengan pasien yang sekamar dengan dia. Operasi jam 2 siang kejadian jam 10 malam, kalau kejadian di 1 atau 2 jam pasca operasi itu kita bisa maklum kalau itu serangan jantung”, ungkap tenaga kesehatan itu.
Janji Direktur RSUD Lewoleba Beri Klarifikasi
Ombudsman RI Perwakilan Provinsi NTT telah menerima informasi dari keluarga Regina Wetan (31), warga Desa Beutaran, Kecamatan Ile Ape, Kabupaten Lembata yang meninggal dunia setelah menjalani operasi SC di RSUD Lewoleba pada Rabu, 5 Maret 2025.
Pada intinya pihak keluarga ingin memperoleh penjelasan dari manajemen RSUD Lewoleba perihal apa sebab meninggalnya pasien usai dilakukan injeksi obat melalui selang infus.
Sebab pasca operasi pukul 14.18 WITA, pasien dalam keadaan baik-baik saja hingga pukul 22.00 WITA saat tindakan suntik dilakukan. Menurut pihak keluarga, tidak ada informasi dan pertanyaan apapun dari perawat saat hendak melakukan tindakan suntik obat tentang obat apa yang akan disuntik dan pertanyaan tentang apakah pasien alergi obat dll.
Beberapa saat setelah tindakan suntik obat, pasien mengeluh mual-mual, mengalami pendarahan hingga meninggal dunia.
Terhadap informasi dan keluhan tersebut, sebagai lembaga negara pengawas pelayanan publik, kami telah menempuh langkah- langkah sebagai berikut, Pertama: pada Hari Sabtu (8/03), kami telah menghubungi direktur RSUD Lewoleba, drg. Yosep Paun guna meminta informasi dan penjelasan terkait keluhan keluarga pasien tersebut.
“Kepada kami, direktur RSUD Lewoleba mengatakan sedang Klarifikasi ke ruangan dan akan menyampaikan penjelasan klarifikasi sebagaimana permintaan keluarga pada hari Senin, 10 Maret 2025.”, tulis Darius Beda Daton dalam rilis yang diterima media.
Selain itu Ombudman RI juga meminta agar komite medik RSUD Lewoleba segera melakukan investigasi lebih lanjut untuk memeriksa rekam medik pasien dan memastikan bahwa petugas kesehatan yang melakukan tindakan injeksi obat ke pasien telah mematuhi alur dan prosedur layanan tindakan medis sesuai SOP rumah sakit dan telah melakukan Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) kepada pasien secara memadai sebelum tindakan suntik obat dilakukan.
“Apabila dalam pemeriksaan tim komite medik terbukti telah terjadi kelalaian dalam penerapan SOP rumah sakit dan mengarah ke malpraktek maka pihak keluarga diminta untuk menyampaikan laporan resmi kepada MKEK selaku lembaga penegak etika profesi kedokteran (kodeki) atau kepada MKDKI (Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia) yakni lembaga yang berwenang untuk menentukan ada tidaknya kesalahan yang dilakukan dokter dan dokter gigi dalam penerapan disiplin ilmu kedokteran dan kedokteran gigi, melalui dinas kesehatan Kabupaten Lembata. Penegakan etika profesi kedokteran oleh Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) telah diatur dalam Pasal 1 angka 3 Pedoman Organisasi dan Tatalaksana Kerja Majelis Kehormatan Etika Kedokteran Indonesia”, ungkap Daton.
Dokter yang melakukan malpraktek adalah dokter yang lalai dalam menjalankan tugasnya atau karena kesalahanya mengakibatkan orang luka berat atau meninggal sehingga dapat dikatakan tindakan malpraktek medik dapat berupa kealpaan dokter yang dalam KUHP terdapat dalam pasal 359-361 tentang kealpaan.
“Laporan keluarga pasien kami pandang perlu dilakukan karena negara telah menyediakan bentuk perlindungan hukum terhadap korban malpraktek kedokteran sebagaimana diatur dalam UU No. 29 Tahun 2009 tentang Praktik Kedokteran, yaitu berupa pemberian hak kepada korban malpraktek untuk melakukan upaya hukum pengaduan kepada Ketua Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia. Sidang MKDKI akan memutuskan apakah telah terjadi malpraktek atau tidak dalam kasus kematian ibu pasca operasi di RSUD Lewoleba. Ombudsman RI Provinsi NTT akan terus memonitor perkembangan penyeiesaian permasalahan ini oleh pihak RSUD Lewoleba, termasuk jika ditempuh upaya mediasi sebelum dibawa ke MKEK/MKDKI”, tulis Darius.
Sementara itu, Direktur RSUD Lewoleba, drg. Yoseph Freinademetz Paun, ketika dikonfirmasi terkait persoalan ini hanya singkat menjawab masih audit.
“Kami masih audit nanti kalau sudah selesai baru saya kontak”, tulis dokter Yos kepada SuluhNusa melalui pesan whatsapp, 10 Maret 2025. Sampai berita ini ditulis pihak rumah sakit masih melakukan audit internal. +++sandro.wangak