Bulan Yang Merana

Di atas langit kau duduk menenun asmara

Berpuluh-puluh tahun yang lalu aku merintih dalam doa

Seorang lelaki menemuiku dalam mimpi

Begitu elok sayup mata mendera riak wajahnya

 

Para perawan dibawah kaki bukit menghentak lonceng tua

Bulan masih berpapas sedang bintang mengayomi anak-anaknya

Langit teduh seduh sedan

Ada aku disebalik sinar

 

Bulan masih sama mempelitai batas kota

Kali ini para janda menjuntai para perjaka

Niat hati merenungi kisah bulan. Apa daya

Tangisku pecah pada bulan yang merana

 

Jogja, 2018

Perempuan Tanpa Titik

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *