SULUH NUSA, LEMBATA – Penganiayaan dan pengeroyokan terhadap seorang guru di Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur, 19 Februari 2019 mendapat reaksi dan kecaman dari berbagai pihak. Kejadian ini mengejutkan banyak pihak. Tragedi itu menimbulkan keprihatinan mendalam, tidak hanya dari pelaku pendidikan, tetapi dari kalangan masyarakat lainnya. Termasuk para toko agama.
Banyak pihak terkejut sekaligus menyayangkan peristiwa tersebut terjadi. Mengapa kekerasan terhadap pendidik dan tenaga kependidikan kembali terjadi? Padahal pemerintah telah menerbitkan sejumlah peraturan perundang-undangan yang di dalamnya mengatur tentang perlindungan terhadap guru dan tenaga kependidikan.
Guru Dolu Dikeroyok Satu Keluarga, Dianiaya Dari Dalam Kelas Sampai Halaman Sekolah
Pasal yang memuat tentang perlindungan guru, misalnya tertuang dalam Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 39 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, serta Pasal 40 ayat (1) dan Pasal 42 Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru. Ada pula Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 10 Tahun 2017 tentang Perlindungan Bagi Pendidikan dan Tenaga Kependidikan.
Ada empat macam perlindungan yang diatur dalam Permendikbud tersebut, yaitu perlindungan hukum, profesi, keselamatan dan kesehatan kerja, serta hak atas kekayaan intelektual. Disebutkan pula bahwa perlindungan terhadap guru dan tenaga kependidikan itu merupakan kewajiban semua pihak, mulai dari pemerintah, pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya, satuan pendidikan, organisasi profesi, dan masyarakat.
Kasus yang menimpah Guru SMAN I Nubatukan,Lembata, NTT, menurut Pater Steph Tupen Witin, SVD, sebagai sebuah bencana intelektual.
Pater Steph menjelaskan kejadian penganiayaan ini telah merusak ruang intelektual. Guru Damianus Dolu bulan sekedar seorang Guru tetapi juga sebagai seorang manusia yang tidak boleh mendapat kekerasan apalagi penganiayaan dan pengeroyokan.
“Gerakan publik harus jalan untuk menggugat persoalan ini agar cepat diselesaikan oleh pihak kepolisian resort Lembata. Sebab, ruang intelektual di Lembata tercemar . Guru Damianus Dolu bukan sekedar Guru tetapi dia adalah manusia. Dan manusia tidak boleh mendapat tindakan kekerasan”, ungkap Pater Steph dalam diskusi bersama ratusan Guru se Indonesia dengan tema Omong Tentang Guru Dami,Jangan Biarkan Guru Dami Sendiri, 10 Maret 2024.
Diskusi yang digagas Guru Penggerak Lembata ini, Pater Steph mendesak untuk Guru dan para simpatisan profesi Guru tidak boleh menunggu. Ia berharap penyidik polres Lembata bekerja profesional dan cepat.
“Kita tidak boleh menunggu. Berharap penyidik bekerja profesional dan cepat. Jangan lambat. Ini juga menjadi peringatan pendidikan di Lembata. Dinas harus terlibat dan menyelesaikan konflik kemanusiaan yang terjadi di ruang intelektual”, ungap Pater Steph.
Dia lebih jauh, mengecam tindakan yang dilakukan oleh pelaku MRS (21) bersama bapaknya adala tindakan biadab.
“Ini alarm berbahaya bagi dunia pendidikan. Publik di Lembata mesti diguga untuk mengawal kasus ini. Proses hukum tetap berjalan dan tidak boleh ada negosiasi di sana. Kita harus menghargai ruang intelektual. Ini sudah menjadi bencana dan tidak boleh ada ruang negosiasi di sana”, tegas Pater Steph.
Dalam diskusi itu disepakati membentuk Forum Penyelamat Guru Indonesia. Forum ini bertugas untuk melakukan koordinasi dan kerja advokasi bersama organisasi profesi Guru yang ada di Lembata untuk mendesak menuntaskan proses hukum yang saat ini sedang ditangani oleh Polres Lembata. Polres Lembata segera menetapkan tersangka. Hyro Lado dipercaya menjadi ketua forum ini.
Pernyataan Sikap IGI Lembata
Feldin Rano Kelen (Ketua Daerah IGI Lembata) mewakili organisasi profesi guru secara tegas mengutuk perbuatan penganiayaan yang dilakukan orang tua murid terhadap Guru Damianus Dolu.
IGI Lembata menyayangkan tindakan ini serentak mendesak aparat penegak hukum segera menangkap pelaku dan memproses secara hukum perilaku tidak menyenangkan ini.
Pihak kepolisian resor Lembata harus segera menindakanjuti kasus ini agar marwah profesi guru tidak dilecehkan dan diperlalukan secara tidak adil dan semena-mena. Pernyataan sikap ini diutarakan oleh Ketua IGI dalam rapat terbatas, Minggu, 10 Maret 2024 jam 17.30 sore.
Ketua dan segenap pengurus daerah IGI merapatkan barisan untuk menyatakan sikap solidaritasnya membela hak perlindungan guru yang mendapat perlakuan tidak adil oleh oknum orang tua peserta didik di SMA Negeri 1 Nubatukan.
“Kami dari Ikatan Guru Indonesia Lembata mengutuk perbuatan tidak adil yang dilakukan oleh oknum orang tua siswa terhadap guru Damianus Dolu (guru SMA Negeri 1 Nubatukan Lembata). Kami mendesak pihak kepolisian untuk menindak tegas pelaku (menangkap) dan memproses kasus ini sesuai dengan peraturan hukum yang adil dan tegas. Pernyataan sikap IGI Lembata ini sebagai sebuah bentuk aksi solidaritas melindungi dan membela hak asasi guru untuk mendapatkan perlindungan hukum yang adil dan benar. Saya Feldin Rano Kelen, S.Pd selaku ketua daerah IGI Lembata bersama pengurus dan anggota Igi meminta aparat penegak hukum segera menyelesikan kasus ini sesuai aturan hukum yang adil”, tulis Feldin Kelen dalam pesan yang diterima SuluhNusa.Com, 10 Maret 2024.+++sandro.wangak/p.aldino