suluhnusa.com – Bendungan Raknamo di Kabupaten Kupang, sejak awal bulan Februari 2018 lalu masih ditutup untuk umum. Dan sampai dengan saat ini Bendungan yang diresmikan Presiden Joko Widodo tersebut, belum bisa diakses oleh masayarakat.
Alasan penutupan bendungan tersebut selain karena belum PHO dan masih dalam tahap pemeliharaan. Selain masih dalam tahap pemeliharaan, Bendungan Raknamo adalah obyek vital negara sehingga butuh tanggungjawab dan perhatian serius dari beerbagai pihak terlebih pihak Pemerintah provinsi NTT dan Pemerintah Kabupaten Kupang.
Karena Bendungan Raknamo ini adalah termasuk aset Vital Nasional maka pemerintah Provinsi NTT dan Kabupaten Kupang mesti berkoordinasi bersama terkait pengelolaan dan operasional. Sebab, Balai Wilayah Sungai Nusa Tenggara II, hanya diberi tugas untuk membangun tapi tidak melakukan pengoperasian.
Hal ini disampaikan oleh, Kepala Balai Wilayah Sungai Nusa Tenggara (BWS NT) II Provinsi NTT, Ir. Agus Sosiawan, ME melalui Kepala Satuan Kerja Non Vertikal Tertentu (Ka SNVT) PJPA, Ir. Yayat Sumaryat, MT ketika dihubungi suluhnusa.com di Kupang, 21 Maret 2018.
Yayat menjelaskan, penutupan sementara Bendungan Raknamo, dilakukan sampai dengan penyerahan tahap pertama (PHO) bulan April 2018. dan saat ini, masih menjadi tanggungjawab Kontrkor dan pihak Balai Wilayah Sungai NT II. Akan tetapi setelah PHO tahap pertama, tanggungjawab pengelolaan dan operasional mesti menjadi tanggungjawanb pemerintah Provinsi NTT dan Kabupaten Kupang.
“Bendungan itu kan merupakan obyek vital, tidak sembarang masuk. Sama seperti di Bendungan Jatiluhur dan bendungan lainnya. Maka operasionalnya mesti menjadi tanggungjawab pemerintah provinsi NTT dan Kabupaten Kupang,” ungkap Yayat.
Lebih jauh, Yayat meminta agar Pemerintah Provinsi NTT melalui Bappeda Provinsi NTT mesti sudah memikirkan strategi dan beberapa aturan yang mengatur terkait pengelolaan dan pengoperasian Bendungan Raknamo.
“Soal tenaga kerja penjaga, soal pemeliharaan, aturan masuk bagi pengunjung dan beberapa hal lainnya menjadi domain pemerintah Provinsi NTT berkoordinasi dengan Pemkab Kupang,” tegas Yayat.
Sejak tiga bulan terakhir, kata Yayat, bendungan tersebut belum diserahterimakan dari rekanan kepada PPK (pejabat pembuat komitmen) karena masih dalam masa pengujian. Dalam masa pengujian ini masih banyak instrumen yang harus dikerjakan.
“Yang perlu diketahui masyarakat bahwa bendungan tersebut belum selesai. Peresmian yang dilakukan presiden baru-baru ini adalah peresmian pengisian, bukan operasional,” katanya.
BACA JUGA :
https://suluhnusa.com/pariwisata/20180306/peningkatan-jaringan-irigasi-kodi-aliri-729-hektar-persawahan.html
Dalam masa pemeliharaan atau sebelum dilakukan PHO ini perlu diatur hal-hal yang berkaitan dengan peraturan masuk bendungan. Perlunya pengaturan masuk ke bendungan ini karena mengandung risiko. Misalnya siapa yang mengatur parkir kendaraan, tempat parkirnya dimana, siapa yang mengelola, siapa yang mengamankan dan siapa yang bertanggungjawab kalau kendaraan hilang.
“Sekarang memang sudah ada yang pungut retribusi tapi bukan kita, tapi orang disitu. Pungutan harus ditetapkan dalam perda dan uangnya masuk kemana. Juga harus ada asuransinya karena punya risiko,” katanya.
Untuk itu, ungkap Yayat, pihaknya kini masih melakukan koordinasi dengan Pemerintah Provinsi NTT dan Pemkab Kupang berkaitan dengan pengaturan ini.
“Orang yang datang ke sana sangat banyak sehingga perlu pengaturan. Dua orang satpam saja tidak cukup mengatur pengunjung yang datang. Dan ini persoalan serius yang harus ditanggapi secara serius pula oleh Pemprov NTT dan Pemkab Kupang,” katanya.***
sandro wangak