SULUH NUSA, LEMBATA – ULP Lembata, sudah memasukan tiga mobil pimpinan DPRD Lembata dalam Rencana Umum Pengadaan tahun 2024. Dan Sekwan Lembata bahkan sudah mengangkat PPK untuk memperoses pengadaan mobilnya.
Akan tetapi PPK yang diangkat oleh Sekwan Nasrun Neboq ditahan oleh pihak Kejaksaan dalam kasus pengerjaan jalan PEN SP Lerahinga Banitobo sehingga proses pengadaan mobil baru untuk pimpinan DPRD terhambat. Saat ini Nasrun Neboq sudah mengangkat PPK yang baru.
Anggaran 1.5 Milyar untuk pengadaan tiga mobil pimpinan DPRD Lembata periode 2024-2029 sebenarnya sudah terbaca dalam APBD murni 2024. Akan tetapi karena kebutuhan konsultasi Dokumen RPJPD Kabupaten Lembata, Badan Anggaran DPRD Lembata mendrop dua mobil senilai 1 milyar untuk membiayai kegiatan konsultasi RPJPD ke beberapa kementrian di Jakarta.
Hal ini disampaikan oleh Sekretaris DPRD Kabupaten Lembata, Nasrun Neboq kepada Suluh Nusa melalui telepon 1 Oktober 2024.
“Mendahului perubahan dua mobil di drop anggarannya senilai 1 milyar untuk membiayai kebutuhan konsultasi RPJPD di Jakarta. Tiga mobil untuk pimpinan DPRD itu memang sudah dianggarkan dalam APBD murni 2024. Dua mobil di drop tinggal 1 mobil saja saat itu”, ungkap Neboq.
Nasrun menjelaskan anggaran untuk dua mobil yang sebelumnya sudah di drop kembali dianggarkan dalam rapat badan anggaran dalam APBD Perubahan.
“Saat rapat badan anggaran, biaya dua mobil sebelumnya sudah di drop dianggarkan kembali”, tegas Nasrun.
Ia mengakui memang pembelian tiga mobil pimpinan DPRD ini merupakan rencana kerja sekwan DPRD Lembata.
Dan karena sudah terbaca salak APBD maka pembelian mobil dinas untuk Pimpinan DPRD susah tercatat salam Rencana Umum Pengadaan tahun 2024. Bahkan informasi yang diperoleh SuluhNusa di kantor ULP Kabupaten Lembata pengadaan tiga mobil ini sudah ada PPK.
Sementara itu, Polemik Lelang Kendaraan Dinas Perorangan kepada Pimpinan DPRD Kab. Lembata, jika kita memperhatikan PP nomor 20 tahun 2022 pasal 15A ayat (1) menyebutkan Kendaraan Dinas dapat dijual tanpa melalui Lelang kepada Pimpinan DPRD pemegang tetap kendaraan perorangan dengan syarat bahwa telah berusia paling singkat 4 Tahun dan sudah tidak diperlukan bagi penyelenggaraan pemerintahan. Rumusan pasal 15A ayat (1) tersebut berlaku bagi pimpinan DPRD yang sedang menjabat.
Jika ada Niat Pimpinan DPRD untuk membeli kendaraan Perorangan dinas sebelum berakhir masa jabatan kendaraan tersebut wajib sudah dipindah tangankan.
Karena Jika pimpinan DPRD telah berakhir masa Jabatannya pengaturan penjualan kendaraan Perorangan Dinas berlaku pasal 15C yang secara spesifik mengatur tentang Penjualan Kepada Mantan Pimpinan DPRD.
Memperhatikan hal-hal tersebut, walupun secara Aturan penjualan Kendaraan perorangan Dinas kepada Pimpinan DPRD dan Mantan Pimpinan DPRD tanpa melalui Lelang, tapi hal yang bersifat prinsip dalam penjualan Kendaraan Dinas Perorangan adalah kendaraan tersebut tidak diperlukan bagi penyelenggaraan pemerintahan.
Apabila masih diperlukan dan layak kendaraan tersebut tetap menjadi Aset Pemerintah Daerah yang penggunaanya diatur dengan Keputusan Pemegangan Kekuasaan Pengelola Barang Daerah.
Jika masa jabatan Pimpinan DPRD berakhir, Kendaraan Perorangan Dinas belum dipindahtangankan atau belum dilelang, sementara Sudah dianggarkan Pembelian Mobil Baru bagi Pimpinan DPRD, diduga Pemerintah Daerah dan DPRD Konspirasi untuk melakukan Penjualan dan pembelian Kendaraan perorangan Dinas dengan tidak memperhatikan Ketentuan Pasal 15A ayat (1) huruf b.
Hal ini disampaikan praktisi hukum, Berto Take Matarau, SH dan Akhmad Bumi SH kepada SuluhNusa.com melalui telepon, 30 September 2024.
Sementara itu, Akhmad Bumi, menyoroti terkait kondisi masyarakat Lembata yang masih terlilit kemiskinan ekstrim.
“Lembata itu daerah miskin dan hampir absolut sifatnya, sulit dihilangkan. Karena para politisi kita tidak sensitif dengan realitas yang ada. Kemiskinan, pengangguran, infrastruktur yang minim, pendidikan yang rendah, kesenjangan sosial yang lebar harusnya mendapat sentuhan dan perhatian”, tutur Akhmad Bumi.
Kalau saat kampanye politisi begitu semangat mengobral janji, akan berbuat untuk rakyat, tapi kenyataan seperti penjualan mobil dinas yang masih layak pakai, dan masih bernilai ekonomis yang diributkan itu, artinya tidak konsisten antara pernyataan dan perbuatan.
“Dikabupaten Kupang yang saya lihat, sepeda motor jenis Win era tahun 1990an masih dipakai saat ini, aset daerah itu tidak dijual, itu hanya contoh. Pesannya kalau kendaraan itu masih layak pakai, masih punya nilai ekonomis tidak perlu dijual, seperti kendaraan pimpinan DPRD itu masih layak dipakai oleh pimpinan DPRD saat ini untuk melayani rakyat”, ungkap Bumi memberi contoh.
Menurutnya, mobil dinas Pimpinan DPRD Lembata yang diributkan itu, pengadaannya tahun 2020/2021 yang lalu, bagi Akhmad Bumi kendaraan itu masih sangat layak dipakai, masih bernilai ekonomis.
“Teman-teman pimpinan DPRD yang lama, kalau masih mencintai Lembata, urungkan niat membeli mobil dinas itu dan penjabat Bupati Lembata perlu mengkaji secara seksama, tidak semata berlindung dibalik regulasi”, tegasnya.
Akhmad Bumi menilai, seturut iregulasi dibolehkan kendaraan itu dijual tidak melalui lelang sepanjang tidak digunakan lagi dalam pelaksanaan tugas. Pimpinan DPRD yang baru masih dapat menggunakan kendaraan itu untuk pelaksanaan tugas, jangan terlampau boros dengan keuangan daerah.
“Kadang juga kita kelebihan uang tapi tidak tahu uang itu mau digunakan untuk apa, olehnya dipakai sesuka hati. Proses kendaraan itu sudah berjalan sejak dari Banggar yang lalu, sejak disepakati pembelian kendaraan baru untuk pimpinan DPRD 2024-2029 dan sudah ada dalam APBD. Program kegiatan tiap pergantian APBD jika diteliti rata-rata hanya copy paste dari tahun anggaran sebelumnya, hanya rubah nomenklatur. Tidak ada inovasi, kreatifitas dengan program kegiatan yang segar yang bisa menjawab masalah yang dialami oleh warga”, tegasnya.
Ia meminta, masalah kemiskinan dijawab dengan program kegiatan apa, butuh anggaran berapa, akhir tahun fiskal hasilnya apa, apa tolak ukurnya. Kalau keliru program kegiatan, karena kemiskinan masih stagnan, program kegiatan apa yang tepat. Ini butuh analisis dan kerangka berfikir yang tepat. Coba tanya DPRD, kemiskinan yang difahami itu seperti apa? Kenapa tidak bisa ditekan turun. Begitu juga pendidikan. Anak usia produktif tapi tidak sekolah, anak usia produktif yang putus sekolah. Belum lagi kita lihat prosentase anak yang tamat SLTP, SLTA, sarjana, masih cukup rendah. Demikian kesehatan, kematian ibu dan anak masih tinggi, sarana prasarana yang minim, tenaga medis. Juga infrasturktur yang masih minim dan lain sebagainya”, urainya.
Rakyat siap membayar mahal pimpinan dan anggota DPRD, tapi perlu dibarengi dengan pikiran dan kinerja yang memadai.
Jangan sampai dipermukaan, ditemukan politisi dengan produk-produk normatifnya yang baik seperti penetapan APBD tepat waktu dll, tapi pada lapisan makna, ternyata mendapatkan mereka adalah perusak produk kultural tersebut, karena hilangnya sensitifitas dengan masalah yang dihadapi warga. Seperti kendaraan dinas yang masih layak pakai tadi tapi dijual, asetnya masih bernilai ekonomis, milayaran rupiah dikeluarkan lagi.
“Hal-hal seperti ini akan jadi mencemaskan bahkan mengerikan untuk masa depan Lembata, bila tidak dikoreksi dan dievaluasi dari sekarang. Sarannya saya diurungkan niat pembelian kendaraan itu, dan dimasukan anggaran itu ke Silpa, digunakan pada kegiatan lain saat perubahan anggaran mendatang”, tutup Ahmad Bumi. +++sandro.wangak