Masker Ditukar ‘Tempurung’
suluhnusa.com – Berbagai cara dilakukan untuk menangani COVID-19. Salah satu aksi inspiratif datang dari beberapa orang. Jika awal April lalu, seorang warga ciamis bernama Rudiat (33), rela melelang perabotan rumah tangganya untuk membantu warga miskin yang terdampak covid-19.
Kisah inspiratif lainnya datang dari orangtua paru baya di Kampung Kolimasang, Kecamatan Adonara, Kabupaten Flotim, NTT.
Pria lima puluh tahun yang sehari sehari bergelut dengan tempurung kelapa ini tidak tegah melihat warga desanya yang tidak mampu membeli masker. Terlebih terlebih orang tua dan keluarga yang anaknya atau saudaranya yang dikarantina karena merupakan pelaku perjalanan dari daerah terdampak covid-19.
BACA JUGA : Tanpa Stigma, Mereka Diterima Dengan Rasa Persaudaraan dan Kemanusiaan
Sebab Penyebaran Covid-19 tidak hanya menjadi sebuah persoalan kesehatan semata. Karena begitu masif penyebarannya, hal itu telah menimbulkan persoalan lain pada berbagai aspek kehidupan masyarakat, termasuk perilaku dan pola piker dan dampak ekonomi
Tanpa kita sadari, perubahan pada berbagai aspek tersebut turut mengubah perilaku masyarakat di seluruh dunia, termasuk dalam hal ini cara pandang antarsesama manusia.
Pemerintah Kecamatan Adonara dan Pemangku Adat Lewotanah Kolimasang menyediakan Sekolah Dasar Inpres (SDI) Kolimasang jadi tempat karantina.
Sebanyak 23 Pelaku Perjalanan (PP) ini melakukan perjalanan dari Kota Solo , Samarinda dan Kupang. Ke-23 orang ini tiba di Bandara Gewayan Tanah Larantuka pada hari Rabu, 15/04/2020 tepat pukul 15.07.
Diberitakan sebelumnya sebanyak 23 orang PP ini tiba di Desa Kolimasang Rabu, 15 April 2020 malam tepat pukul 19.30 menggunakan dua kendaraan bak terbuka. Hadir di tempat ini Camat Adonara, Kapolsek Adonara, Penjabat Kepala Desa Kolimasang, Penjabat Kepala Desa Nisa Nulan, tokoh adat, tokoh pemuda, Kepala Puskesmas Sagu beserta Dokter dan Tim Medis, juga Tim Satgas Kecamatan dan Relawawan Desa.
Salah seorang yang menjadi relawan terdepan di Desa Kolimasang untuk mengatasi berbagai persoalan adalah pria paru haya, berumur 50 tahun.
Namanya Pius Lamapaha. Dia bekerja sebagai petani. Disela kesibukannya sebagai petani, Pius menyempatkan diri untuk memungut tempurung kelapa yang tidak terpakai di sepanjang Pantai Ape Matan, Desa Sagu, Desa Adonara dan sekitarnya.
Bersama istrinya, Rensi, Pius mengendarai sepeda motor dari pantai ke pantai untuk memungut tempurung sebagai bahan pembuatan kerajinan tangan.
Banyak kerajinan tangan yang bernilai seni tinggi yang dibuat dengan menggunakan bahan tempurung dan kayu bekas. Sebut saja misalnya, perhiasan perempuan, anting, kalung, gelang, tusuk konde, cincin, bros. Selain itu, pius jug membuat perabotan rumah tangga dan peralatan makan. Ada senduk makan, gelas berbagai ukuran. Teco, dulang, piring, senduk nasi, senduk kua, tempat sayur, tempat kuah dan lainnya.
Pada masa pandemic covid 19, berawal dari kekuatiran akan kekurangan masker bagi relawan dan warga tidak mampu Desa Kolimasang, Pius rela menukar kerajinan tangan yang bernilai seni tinggi itu dengan beberapa lembar masker.
Kepada suluhnusa.com, 23 April 2020, Pius menceritakan ketika 23 orang pelaku perjalanan dikarantina di Desa Kolimasang, para relawan dan warga kekurangan masker. Sebanyak 20 lembar masker yang dibagikan oleh Pemerintah Desa hanya cukup untuk beberapa relawan.
“Waktu itu maskernya sisa dua. Sementara kebutuhan masker masih banyak. Jadi saya berinisitsif untuk melelang kerajinan saya sebanyak satu set perlengkapan makan ditukar 30 lembar masker,” ungkap Pius.
Lebih jauh pria yang bergelut dengan kerajinan tempurung sejak masih Sekolah Dasar di tahun 1980 an ini, melelang kerajinan tempurungnya di Facebook dan story WhatsApp.
“Saat saja lelang satu set terdiri dari 1 Teco dan empat gelas ditukar 30 lembar masker langsung mndapat tanggapan baik dari orang kolimasang perantauan yang merasa peduli. Dari lewoleba langsung mengirim 5o lembar masker. Lalu ada yang dalam bentuk uang. Dan saat semua barang dan uang yang dikirim iu saya selalu beritahu di group WhatsApp dan Facebook,” ungkap Pius.
Saat ini, sudah ada beberapa orang yang rela membantu.
“Misalnya ada saudari kita di Pekabaru memesan dua set perlengkapan makan dituksr 70 lembar masker. Semua ini berkat kemurahan Tuhan. Terimakasih karena sudah mau meringankan beban kami. Selain masker ada beberapa orang yang menyumbangkan perlengkapan MCK untuk dibagikan kepada pelaku perjalanan yang saat ini sedang dikarantina. Semoha masa sulit ini cepat berakhir,” harap Pius.
Dirinya tetap merelakan hasil kerajinannya untuk membantu warga ditengah masa pandemic ini.
“Saya melakukan ini karena rasa,” ungkap Pius Lamapaha. ***
sandro wangak