
LEWOLEBA – BEBERAPA hari terakhir ini dunia usaha kecil dan menengah di Kota Lewoleba diduga mendapat teror dari oknum aparat Kepolisian Resort Lembata.
Tindakan meresahkan ini dilakukan dengan modus memasang garis polisi atau police line di beberapa warung kecil dalam Kota Lewoleba. Motifnya, oknum aparat itu berdalil warung warung kecil membuang limbah di sembarangan tempat.
Padahal belum ada proses hukum apapun yang dilakukan oleh pihak aparat terhadap pemilik warung itu. Pun belum ada unsur pidana dari hasil limbah UMKM itu tapi police lain sudah dipasang.
Sejumlah pelaku usaha di kota Lewoleba, Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur, resah. Pasalnya usaha berskala kecil dan menengah yang dirintis dengan susah payah harus berhadap-hadapan dengan ulah oknum aparat yang diduga menggunakan pendekatan pro justicia untuk memeras pelaku usaha. Alih-alih mendorong iklim investasi di tengah keterpurukan ekonomi di Lembata, praktek pemerasan ini semakin melemahkan upaya warga untuk bertahan dan bangkit dari keterpurukan ekonomi.
Modusnya, oknum aparat tersebut nekat membawa- bawa nama Kapolres dalam mencari cari kesalahan dokumen perijinan usaha saat mendatangi rumah pelaku usaha. Bahkan, salah satu usaha pembuatan Roti di Lamahora dipasangi police line, diduga untuk mempercepat penyetoran upeti.
Selain itu, ada 8 warung makan dimintai uang oleh oknum aparat dengan alasan limbah tempat usahanya mencemari lingkungan yakni, warung rumah bundo, bakso malang, warung angga jaya, warung duta minang, warung bandung, warung lalapan mba erna, warung wulandari dan Warung Ayu Nisa.
Tak hanya itu, pengusaha material golongan C pun tak lepas dari rongrongan oknum aparat itu dengan meminta jatah fantastis hingga puluhan juta rupiah.
Menariknya, para pengusaha ini mengaku, pada saat di BAP, oknum aparat terang-terangan mengajukan permintaan sejumlah uang hingga puluhan Juta rupiah yang diduga sebagai kompensasi dari kasus yang dialami.
Jufri Lamabelawa, praktisi hukum di Lembata menjelaskan, upaya pro justicia mesti sejalan dengan upaya pemerintah Daerah membangun iklim investasi.
“Forkopimda adalah kumpulan para petinggi daerah yang terdiri dari para pimpinan Lembaga/Instansi di Lembata, mestinya mengedepankan ikhtiar untuk memajukan iklim investasi. Sebab investasi dalam skala apapun menyerap tenaga kerja dan memberi harapan bagi penghidupan rakyat di Lembata. Jangan dibuat susah dengan menekan bahkan memeras,” ujar Jufri Lamabelawa.
Sementara itu, Kapolres Lembata, AKBP Nanang Wahyudi kepada pers, Kamis 2 Oktober 2025 mengaku, dirinya belum memonitor informasi dugaan pemerasan oleh aparatnya.
“Saya pribadi belum mendengar adanya dugaan pemerasan itu. Jadi mengenai penegasan kepada anggota, kami ada program dari Mabes berkaitan pengawasan anggota, setiap Jumat buat pelaporan tentang hidup hedon, transformasi polri dan reformasi dari Presiden. Kami juga memiliki prosedur berkaitan angggota yang melanggar etika, pidana, disiplin maupun perdata,” ujar Kapolres Nanang Wahyudi.
Kapolres Lembata berjanji segera melakukan analisa dan evaluasi (anev), guna menertibkan ulah oknum aparat nakal tersebut.
“Saya akan segera melakukan anev baik kepada anggota polres maupun polsek di seluruh Lembata. Beberapa waktu belakangan masih banyak kesibukan. Tetapi akan segera saya lakukan Anev,” ujar Kapolres Lembata, AKBP Nanang Wahyudi. +++sandro.wangak