SULUH NUSA, ALOR – DIREKTORAT Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi menggelar Sekolah Lapang Kearifan Lokal di Desa Desa Ternate, Kecamatan Alor Barat Daya, Kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur, 13-15 Juni 2024.
Sekolah Lapang Kearifan Lokal yang merupakan upaya percepatan pemajuan kebudayaan yang dijalankan secara partisipatif bersama masyarakat adat di Indonesia untuk tahun 2024 diselenggarakan di pulau pulau terluar di tiga Kabupaten di Nusa Tenggara Timur.
Kabupaten Alor menjadi lokasi pertama penyelenggaraan SLKL 2024 selain Kabupaten Flores Timur dan Kabupaten Sikka.
Kepala Desa Ternate, Rahman Kasim, mengatakan desa atau kampung adat memiliki nilai budaya yang penting untuk diangkat menjadi bagian dari jati diri bangsa Indonesia.
Menurut Kasim, kebudayaan menjadi satu satunya senjata untuk menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
“Budaya menjaga keutuhan Indonesia. NKRI dipersatukan dengan Budaya”, ungkap Kades Ternate, Rahman Kasim, saat penutupan SLKL, 15 Juni 2024.
Menurutnya, kegiatan SLKL ini dapat dilanjutkan ke depan untuk menjaga semua kearifan lokal peninggalan leluhur.
Sehingga kegiatan SLKL ini dapat dilanjutkan ke depannya dj daerah lain.
Ia berharap setelah pembekalan ini Pandu Budaya Alor melakukan pencatatan dan pendokumentasian di lapangan, mencatat semuanobjek pengajuan Kebudayaan Pulau Pulau di Kabupaten Alor.
Untuk diketahui Pulau Pulau yang menjadi asasaran temukenali OPK adalah Pulau Ternate, Pulau Biaya, Pulau Pura, Pulau Pantar dan Pulau Alor Besar.
Direktur Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat, Sjamsul Hadi, S.H., M.M saat penutupan kegiatan kegiatan tersebut mengatakan, sekolah lapang kearifan lokal bagi masyarakat adat ini dalam rangka percepatan pemajuan kebudayaan di tiap-tiap wilayah, khususnya di kabupaten kota di mana ini bagian dari program aktualisasi kewilayahan adat.
“Kegiatan ini sebenarnya prosesnya cukup panjang. Kami sudah selenggarakan di beberapa pulau-pulau dan juga kabupaten di wilayah NTT, dan di tahun ini kami bergerak di 3 kabupaten, yaitu kabupaten Alor, Flores Timur, Sikka ,” ujar Direktur Sjamsul Hadi.
Pada tahap awal ini, ungkap Sjamsul, pelaksanaan sekolah lapang kearifan lokal dilaksanakan pembekalan proses temukenali potensi objek pemajuan kebudayaan bagi para pandu budaya sekolah lapang. Kegiatan ini dalam rangka mengangkat isu kedaulatan pangan di pulau-pulau kecil. Apalagi selama ini isu pangan khususnya menghadapi perubahan iklim, kita perlu mempersiapkan ketahanan pangan yang baik.
“Nah karena kegiatan ini sifatnya gerakan, kami melatih generasi muda di wilayah pulau-pulau kecil ini yang sudah kami lakukan di wilayah NTT lainnya untuk menjadi pandu budaya. Kenapa Alor menjadi prioritas karena kami melihat ketergantungan berkaitan dengan beras ini masih cukup tinggi dengan pulau-pulau besar lainnya,” Urai Sjamsul.
Menurut Sjamsul, untuk mendatangkan beras saja lebih banyak dari pulau Jawa dan Sulawesi. Oleh karena itu kita membangun kesadaran berkaitan dengan kedaulatan pangan untuk kemandirian dari masyarakat dengan memanfaatkan pangan lokal.
“Sebenarnya ketahanan pangan di wilayah NTT sangat bagus, karena alam juga sangat mendukung. Sehingga ada kacang-kacangan, jagung, sorgum dan umbi-umbian banyak tumbuh NTT khususnya di pulau Alor. Nah bersama masyarakat kita ingin membangun sebuah gerakan yang berbasis pangan lokal dengan memanfaatkan alam lingkungan. Mengaktivasi pemanfaatan jagung sebagai makanan sehari-hari,” jelasnya.
Selain itu, lanjut Direktur Sjamsul Hadi, kekayaan budaya juga masih banyak yang sifatnya lisan. Sehingga melalui pandu budaya ini diharapkan nanti sekaligus mendata objek tradisi lisan, manuskrip serta objek pemajuan kebudayaan. Karena di Alor cukup banyak tersimpan kekayaan budaya salah satunya pengetahuan tradisional teknologi maupun kebudayaan.
Ia berpesan, Pemda Alor melalui Dinas Kebudayaan dapat memanfaatkan Pandu Budaya untuk melestarikan kebudayaan di Alor. +++sandro.wangak