
Usai rapat, Front Mata Mera yang tadinya hendak menginap lagi di Gedung DPRD sampai tuntutan mereka dipenuhi terpaksa batal. Pasalnya, merebak infomrasi aparat Satpol PP yang ditugaskan untuk menjaga keamanan dan memiliki kewenangan protap atas keamanan gedung DPRD Lembata ditarik.
Nama Anggota DPRD Lembata yang hadir
dan yang tidak hadir saat rapat 19 Maret 2019
sumber : olahansuluhnusa.com
suluhnusa.com – Pemandangan tak elok untuk dilihat sedang dipertontonkan oleh anggota DPRD Lembata, 19 Maret 2019 di ruangan utama Gedung DPRD Lembata yang kerap disebut sebagai Gedung Peten Ina itu.
Pasalnya, di hadapan Front Mahasiswa Lembata Makasar Merakyat-Front Mata Mera, menampilkan suasana sidang yang gaduh karena saling tunjuk bahkan saling membentak. Pemandangan tak elok ini dilakonkan oleh Ketua DPRD Lembata, Ferdinandus Koda dan anggota DPRD dari Partai Amanat Nasional, Suleman Syarif.
Keduanya saling tunjuk bahkan saling membentak di hadapan massa Front Mata Mera dan disaksikan oleh beberapa anggota DPRD yang hadir dalam rapat tersebut juga masayarakat yang ikut menonton. Bahkan beberapa dari mereka melakukan siaran langsung melalui akun Facebook masing masing. Al hasil, dagelan saling tunjuk dan adegan bentak bentak ini ditonton secara online oleh netizen.
Pantauan suluhnusa.com di ruangan sidang utama, kantor DPRD Lembata, rapat yang digelar 19 Maret 2019 adalah lanjutan dari penundaan rapat tanggal 18 Maret 2019, saat Front Mata Mera menggelar aksi di kantor tersebut.
Rapat tanggal 18 Maret 2019, hanya dihadiri oleh delapan orang anggota DPRD Lembata. setelah mendengarkan tuntutan dan pernyataan sikap Front Mata Mera, Ketua DPRD Lembata, Ferdinandus Koda menyatakan sidang ditunda sampai tanggal 19 Maret 2019 sembari memberikan tugas dan tanggungjawab kepada Sekwan untuk menghadirkan anggota DPRD Lembata melalui surat undangan resmi. Saat itu juga, Font Mata Mera, menyatakan akan menduduki kantor DPRD Lembata sampai tuntutan mereka dipenuhi.
Sidang DPRD Lembata ditunda dan Front Mata Mera menginap di Kantor DPRD Lembata sejak 18 Maret 2019 sampai 19 Maret 2019.
Pagi hari, Rapat yang dijadwalkan berlangsung pkl.09.00 pagi terlambat digelar. Front Mata Mera yang sudah menunggu sejak malam di Kantor DRPD Lembata kecewa dan melakukan aksi di jalan depan kantor DPRD Lembata. Mereka melakukan orasi dan membakar ban. Sekira Pkl. 10 lewat, sidang digelar.
Sayangnya, hanya 10 anggota DPRD Lembata yang hadir dari 25 anggota. Sidang tidak memenuhi quorum. Setelah membuka sidang dengan mengetuk palu tiga kali, Ketua DPRD Lembata, Ferdinandus Koda memberikan penjelasan terkait mekanisme dan aturan perundangan undangan juga tata tertib rapat dan mendapat tanggapan dari beberapa anggota DPRD yang hadir, sidang di skor.
Skorsing sidang dilakukan atas usulan Lorens Karangora dari dari Partai Gerindra dan diperkuat dengan argumentasi dari Wilhelmus Patal Ola Kedang, anggota DPRD dari PKB juga Gewura Fransiskus dari PDIP.
“Sidang diskor selama tiga puluh menit. Dan saya perintahkan sekwan bersama staf pergi dan menjemput paksa anggota DPRD yang tidak hadir,” tegas Ferdi Koda sebelum mengetuk palu skorsing sekira Pkl. 11.30 wita.
Saat skorsing berlangsung Front Mata Mera menggelar tikar di halaman Kantor DPRD Lembata untuk istirahat siang sementara staf sekretariat DPRD Lembat mondar mandir menggunakan mobil menjemput paksa anggota DPRD Lembata.
Hasilnya, tidak ada anggota DPRD Lembata yang berhasil dijemput paksa. Nihil. Padahal waktu skorsing yang disepakati hanya 30 menit molor sampai berjam jam, sekira tiga jam. Sebab, sejak sidang diskor pkl.11.30, rapat baru kembali digelar sekitar pkl. 16.00 wita.
Sidang dilanjutkan dengan komposisi tidak memenuhi quorum. Tensi dan suasana sidang mulai memanas. Awalnya Ketua DPRD Lembata mempersoalkan kehadiran anggota DPRD Lembata yang tidak memenuhi quorum.
Soal tatatertib dan mekanisme juga materi sidang terkait sikap DPRD Lembata tentang persoalan Jeti dan Kolam Apung Awalolong menjadi perdebatan. Suleman Syarif dan Ferdinandus Koda, saling aduh argumentasi dan berujung adegan bentak bentak karena ketidakhadiran pemerintah dalam sidang dengar pendapat dan sikap DPRD Lembata secara Lembaga terkait isi dalam dokumen APBD II tahun 2018 yang memuat proyek Jeti dan Kolam Apung Awololong.
Ketua DPRD Lembata mengaku marah karena rapat dengar pendapat bersama pemerintah yang sudah diagendakan dalam rapat badan musyawarah (Banmus) gagal digelar.
“Saya marah sejak itu. Dan jangan mengundang saya lebih marah lagi pa Suleman . Bapa jangan emosi dulu. Saya sudah mengundang pemerintah untuk datang tetapi pemerintah menyampaikan bahwa kalau bisa rapat dengar pendapat digelar dalam ruangan tertutup, maka saya tidak setuju. Ingat,” beber Ferdi Koda yang ditanggapi oleh Sulaeman Syarif. Syarif menilai Lembaga DPRD tidak berhasil dan gagal dalam menghadirkan pemerintah.
“Susah kalau pimpinan tidak paham. Apa yang saya omong tidak paham. Susah kalau begini. Kau paham apa,” tegas Suleman Syarif yang sudah berdiri dari kursinya sembari memegang sebotol Aqua dan kertas. Terlihat beberapa staf sekwan berusaha menenangkannya.
Keduanya, baik Ferdi Koda dan Suleman Syarif saling tunjuk sebelum diinterupsi oleh Gewura Fransiskus dari PDIP.
“Interupsi pimpinan,” pinta Gewura dengan nada tinggi. Tiga kali Gewura melakukan interupsi yang tidak digubris oleh Ferdi Koda dan Syarif. Gewura lalu menggebrak meja, Praaak.
Gewura memulai pembicaraan dengan meminta Suleman Syarif untuk duduk kembali di kursinya.
“Saya mempersilakan bapak duduk untuk kita omong,” ungkap Gewura. Peermintaan Gewura kepada Syarif tidak digubris. Gewura menyatakan rapat ini pada dasarnya harus menghasilkan sesuatu. Menghasilkan sebuah keputusan dan solusi yang bermanfaat. Perdebatan berbuntut panjang karena anggota DPRD Lembata saling mempersalahkan.
Anton Molan Leumara, dari Partai Demokrat pun angkat bicara. Menurut Leumara, DPRD memiliki hak interplasi jika pemerintah tidak hadir dalam rapat dengar pendapat bersama pemerintah.
Front Mata Mera pun kecewa dengan DPRD Lembata karena tidak memiliki sikap yang jelas bahkan saling menyalahkan.
Usai rapat, Front Mata Mera yang tadinya hendak menginap lagi di Gedung DPRD sampai tuntutan mereka dipenuhi terpaksa batal. Pasalnya, merebak informasi aparat Satpol PP yang ditugaskan untuk menjaga keamanan dan memiliki kewenangan protap atas keamanan gedung DPRD Lembata ditarik.
Pantauan suluhnusa.com, 20 Maret 2019, Gedung DPRD Lembata sepih, hanya terlihat mobil dinas EB 3 F milik Ketua DPRD Lembata terparkir di depan gedung peten ina tersebut. ***
sandro wangak