suluhnusa.com_Indonesia sebagai sebuah Negara yang melandaskan pada konsep Negara kesejahteraan merupakan sebuah Negara yang besar. Dengan jumlah penduduk sampai dengan 250 juta jiwa Indonesia merupakan yang padat penduduk. Karena itu Negara lalu memberikan jaminan hidup sejahtera dan layak melalui program Asuransi Kesejahteraan sosial (ASKESOS). Tetapi di Kota Kupang, sejak 2011 lalu program ini menjadi tidak jelas.
Dalam sebuah Negara perekonomian ditentukan oleh banyaknya lapangan pekerjaan bagi warga Negara. Dari jumlah 250 juta jiwa, penduduk Indonesia yang berkerja di sektor informal sebanyak 40.702.603 jiwa (19%), seperti pedagang kecil, penjual jasa (tukang ojek, becak, kuli, dan lain-lain), serta buruh yang tidak memiliki hubungan kerja dengan pihak lain (majikan-pekerja).
Berbeda dengan pekerja dari sektor formal yang mendapat dan jaminan kepastian melalui asuransi. Pekerja dari sektor informal tidak mendapatkan perlindungan sama sekali dari pemerintah. Padahal UUD 1945 Pasal 27 Ayat (2) menyatakan bahwa, “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.”
Selanjutnya amanat tersebut dijelaskan dalam Undang-Undang No.6 Tahun 1974 Pasal 5 Ayat (1) yang menyatakan bahwa, “Membebankan kepada pemerintah untuk melaksanakan dan membina suatu Sistem Jaminan Sosial sebagai perwujudan daripada sekuritas sosial dan sebagai wahana utama pemeliharaan kesejahteraan sosial termaksud, pelaksanaannya mengutamakan penggunaan asuransi sosial dan/atau bantuan sosial.”
Oleh karena itulah pemerintah menyelenggarakan program Asuransi Kesejahteraan sosial (ASKESOS). Nantinya ASKESOS akan menaungi para pekerja sektor informal dan memberikan jaminan bila terjadi hal yang tidak diinginkan.
Nah, Warga Kota Kupang Nusa Tenggara Timur terus mempertanyakan kejelasan Asuransi Kesehatan Sosial (Askesos) yang pernah disosialisasikan Dinas Sosial propinsi NTT dan Dinas Sosial Kota Kupang pada Oktober 2011 silam, di sebuah hotel di bilangan Fatululi Kota Kupang. Menghadirkan pemateri dari Jamsostek Jakarta, dimana pada kesempatan tersebut, pemateri menjelaskan Askesos hanya diperuntukan bagi penduduk indonesia lebih khusus para pekerja di bidang nonformal seperti buruh bangunan, tukang ojek serta pekerja nonformal lainnya dengan usia produktif.
Biaya angsuran setiap bulan dari setiap peserta Askesos dibebankan kepada negara (APBN) berdasarkan kontrak kerja sama antara Kementrian Sosial RI dan Jamsostek. Hal ini merupakan kesepakatan Negara dan DPR RI untuk mengaggarkan anggaran Kesehatan Sosial kepada setiap pekerja nonformal.
Pada sosialisasi dengan menghadirkan lebih dari dua ratus orang lebih tersebut, diakhiri dengan pembagian uang transport kepada setiap peserta sebesar Rp 50.000 (lima puluh ribu rupiah). Untuk wilayah NTT Askesos baru masuk di tiga kabupaten/kota diantaranya, Kota Kupang, TTU serta Rote Ndao. Demikian diuangkapkan salah satu sumber terpercaya pada Dinas Sosial NTT yang berhasil dikutip media ini kemarin.
Kristian Lopo Ketua RT 16 Kelurahan Bello Kecamatan Mulafa Kota Kupang kepada media ini di kediamannya kemarin mengaku, dirinya serta sebagian besar masyarakat pekerja nonformal di kelurahannya merasa telah dikibuli petugas yang telah melakukan pendataan guna merekrut calon peserta Askesos.
Hal ini karena masyarakat telah mengeluarkan biaya untuk melengkapi semua adminstrasi sebagaimana dibutuhkan, tetapi sampai saat ini mereka belum mendapatkan kartu tanda peserta Askesos. “Kami masyarakat hanya dijadikan objek bagi pemerintah untuk kepentingan oknum pejabat, karena itu saya bisa katakan janji Dinas Sosial sebagaimana sosialisasi lalu hanya akal-akalan,” uangkap Lopo penuh kecewa.
Hala yang sama pula diungkapkan Jhon Sanam warga Jalan Bakti Oebobo Kota yang mengaku menjadi salah satu peserta sosialisasi kala itu. Dimana dijanjikan bahwa semua pembiayaan adminstrasi termasuk angsuran bulanan dibebankan negara sehingga Sanam sebagai salah satu calon peserta Askesos melalui salah satu Yayasan telah menyerahkan semua kebutuhan adminstrasi seperti foto kopi Kartu Keluarga, KTP serta sejumlah foto pas.
Namun hingga saat ini tidak ada tindak lanjutnya. Bahkan menurut Sanam pihaknya memperoleh informasi kalau Askesos telah ada di NTT sejak 2007 lalu tetapi diduga data yang ada merupakan data fiktif.
“Saya mendapat informasi Askesos ada di NTT 2007 lalu dan saya menduga data yang ada selama ini hanyalah data palsu karena semua pembiayaan dianggarkan dari pusat,” kata Sanam.
Sementara informasi yang berhasil dihimpun media ini menyebutkan di Kota Kupang terdapat dua Yayasan/ LSM yang dipercayakan Dinas Sosial Kota Kupang guna memfasilitasi data dari masyarakat, diantaranya LSM HB dan Yayasan H.
Agar leboh jelas mungkin perlu diketahui tentang Askesos. Askesos merupakan bagian dari program pemerintah dalam rangka memberikan jaminan atas resiko yang mungkin muncul dan menimbulkan kerugian bagi masyarakat. Berdasarkan peraturan Dirjen Perbendaharaan No. 30/PB/2006 Asuransi Kesejahteraan Sosial (Askesos) adalah “sistem perlindungan sosial untuk memberikan jaminan pertanggungan dalam bentuk pengganti pendapatan keluarga bagi warga masyarakat sebagai. pekerja mandiri di sektor informal terhadap resiko menurunnya tingkat kesejahteraan sosial akibat pencari nafkah utama dalam keluarga yang menderita sakit, mengalami kecelakaan dan/atau meninggal dunia yang belum terjangkau oleh asuransi lain”.
Askesos adalah suatu sistem perlindungan untuk memberikan pertanggungan dan perlindungan sosial bagi warga masyarakat terhadap risiko menurunnya tingkat kesejahteraan sosial akibat pencari nafkah utama dalam keluarga meninggal dunia, sakit, atau mengalami kecelakaan.
Selama ini pekerja informal tidak dilindungi dengan payung hukum (Undang-undang). Sehingga status pekerja informal juga menjadi kurang jelas. Dalam hal pemberian jaminan atas resiko yang mungkin timbul, belum ada pihak yang mengasuransikan para pekerja sector informal tersebut.
Definisi pekerja mandiri di sektor informal adalah pekerja atau kelompok usaha ekonomi yang tidak mempunyai majikan dan/atau mempunyai hubungan kerja dan tidak berbadan hukum. Dari definisi tersebut tersirat bahwa pekerja informal tidak memiliki struktur kelembagaan karena tidak mempunyai atasan serta tidak berbadan hukum.
Karena tidak berada dalam suatu struktur alias pekerja mandiri ini menyebabkan pekerja informal tidak mendapatkan perlindungan melalui asuransi. Pada pekerja informal banyak asuransi yang diprogramkan oleh pemerintah antara lain ASKES (asuransi kesehatan masyarakat miskin), TASPEN dan Jamsostek.
Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia selama ini menggunakan pengertian atau definisi mengenai sektor informal berdasarkan kategori dari status pekerjaan dari pekerja. Status pekerjaan adalah kedudukan seseorang dalam melakukan pekerjaan di suatu unit usaha. Seperti diketahui, sejak tahun 2001 BPS membagi status pekerjaan menjadi 7 kategori, yaitu: berusaha sendiri; berusaha dibantu buruh tidak tetap/buruh tak dibayar; berusaha dibantu buruh tetap atau buruh dibayar; buruh, Karyawan, Pegawai; pekerja bebas di pertanian; pekerja bebas di non pertanian; Pekerja tak dibayar. (Goris Takene)