suluhnusa.com_Bagi orang Flores, merantau sudah menjadi sebuah budaya.
Berbicara perantauan, siapa pun harus takjub dengan etnis Tionghoa. Berdasar catatan pertemuan pengusaha Tionghoa perantauan seluruh dunia ke-8 di Seoul, Korea Selatan Oktober 2005, jumlah pengusaha Tionghoa yang merantau di seluruh dunia tercatat 43 juta.
Mereka menguasai aset atau modal senilai 2 triliun Dollar AS. Jumlah itu tentu sudah jauh berkembang hari ini.
Contoh lain, pendatang asal Pulau Raas, Madura di kawasan Kuta – Bali adalah lukisan kisah sukses kaum perantau. Mereka datang bermodal nekad dan semangat. Memulai dari profesi pedagang acung, sampai akhirnya berhasil memiliki unit usaha ekspor kerajinan beromzet ratusan juta bahkan miliaran rupiah per tahun.
Beda perantau Tionghoa, beda perantau Madura, beda pula perantau Bali. Beda lagi dengan perantau Flores, Timor, Sabu, Rote dan Lembata. Jika pada etnis Tionghoa dan Madura, merantau ibarat tradisi, hal yang juga berlaku untuk orang Flores. Merantau sudah menjadi sebuah tradisi.
Di Flores, budaya merantau pun kian lekat di masyarakat. Hampir pasti kbanyakan oang Flores dan NTT merantau ke Kalimantan atau Sulawesi, dan daerah lain. bahkan ke luar negeri. Ada yang di Hongkong, Taiwan, China, Malaysia dan lain lain.
Dalam tataran khidupan orang Flores, ada perbedaan pola hidup dan peningkatan status sosial. Banyak sarjana Flores hasil dari uang perantau. Banyak rumah rumah tembok berdiri megah di pelosok kampung, itu juga hasil dari uang merantau.
Nah, buka hanya oran China saja yang berhasil menjadi perantau. Orang Flores pun bisa dibilang berhasil. Dan catatan ringan ini adalah hasil dari seorang perantau di Kota Sandakan Malaysia Timur sana. Seorang wanita muda yang sudah merantu beberpa tahun dan ingin membagikan tips bagaimana menjadi seorang petantau. Simak !
Di mana bumi di pijak , di situ langit di junjung . Sebuah pepatah yang penuh makna dalam sebuah perjalan meraih mimpi tentunya. Tanah rantau, kuibaratkan selembar kertas kosong yang bebas di isi oleh siapa pun , kapan pun dan dimana pun berada. Dalam era ini tidak asing lagi jika berbicara tentang merantau.
Hal ini juga sudah menjadi suatu kebiasaan atau tradisi bagi sebagian dari kita dan kebanyakan dari orang orang di Flores. Tentunya dengan berbagai alasan dan berbagai latar belakang yang berbeda pula misalnya: masalah ekonomi (tuntutan hidup yang memaksa ), masalah keluarga (masalah rumah tangga ) -latar belakang keluarga yang tidak mendukung.
Dari beberapa problema di atas bisa di jadikan sebuah alasan kongkrit menjejaki langkah menuju negeri perantau. Merantau bukan perkara sederhana, karena kita merantau juga harus punya alasan yang kuat, harus juga mempunyai persiapan yang benar matang bahkan harus mampu beradaptasi dengan jejak baru kita.
Benarkah merantau itu mendidik?
Benjamin Disraeli, menyebutkan, manusia tidak di ciptakan oleh keadaan, keadaanlah yang diciptakan oleh manusia.
Ada banyak jenis perantau yang kita kenal. Di antaranya, perantau karena tugas, perantau dengan kesadaran ingin mengubah nasib, perantau karena teman/saudara, dan perantau ”bonek” alias modal nekat. Namun apa pun dalih merantau, secara psikologis posisi perantau mendatangkan semangat survival yang lebih besar. Selain itu, posisi sebagai perantau juga menumbuhkan semangat solidaritas atau loyalitas antarsesama daerah yang kental.
Tidak sedikit perantau yang sukses secara ekonomi, bahkan melebihi sukses penduduk setempat. Kalimat lucu untuk menggambarkan situasi ini,”Orang Lumajang jualan Salome untuk beli tanah di Kupang, sementara orang Kupang jual tanah untuk beli Salome Lumajang.” Hal ini semacam itu juga kita jumpai di mana-mana.
Dalam hal ini kita hanya ingin menerima tanpa mengetahui baiknya, kita hanya ingin bersedia untuk menerima tanpa memikirkan manfaatnya, “manusia dilahirkan untuk hidup, bukan bersedia untuk hidup-(boris pasternak).
Lalu kita ambil contoh kecil nya saja dari Indonesia Bagian Timur, Orang Flores, semangat sukses yang telah di buat oleh para perantau untuk kampung halamannya , lewat berjuang menyekolahkan anak -anaknya hinggah menjadi sarjana yang tulen.
Betapa semngat para Perantau ini berjuang demi sukses anak dan sanak family. Merantau identik dengan kesuksesan. Banyak orang yang akhirnya bisa punya kehidupan yang lebih baik setelah mantap memutuskan untuk merantau.
Bagi mereka yang tinggal di daerah atau pedalaman misalnya kota -kota besar tentunya terlihat menarik untuk di uji . Banyaknya peluang kerja , fasilitas -fasilitas yang lebih maju dan taraf hidup yang lebih tinggi bisa menjanjikan kehidupan yang lebih baik .
Tapi sukses tak mungkin bisa di raih tanpa kerja keras dan usaha . Sukses tidak begitu saja didapat tanpa perjuangan yang hebat. Mereka yang akhirnya bisa sukses di perantauan sudah demikian gigih bertahan.
Berketatapan mantap menghadapi segala kesulitan selama tinggal di perantauan dan tidak lantas menyerah lalu kembali mencari jalan pulang
Untuk itu, sekedar motivasi untuk mereka yang ingin merantau agar memperhatikan hal hal ini :
Pertama, Jangan lupakan tujuan utama kita merantau dengan kata lain Fokus ketika merantau
Kedua, Luwes dalam bergaul tetapi Hati hati dalam membuka pergaulan
Ketiga, Lebih berhemat dan lebih cerdas mengatur keuangan
Keempat, mengembangkan apa yang sudah di pelajari
Kelima, Berpikirlah untuk memanfaatkan apa yang kita pelajari untuk membuka peluang pekerjaan baru ketika sudah waktunya untuk pulang ke kampung halaman.
Bia disingkat dengan modal dasar dan kunci sukses seorang perantau, adalah, fokus dan profesional, soliditas, bervisi-misi yang tepat dan efisiensi.
Sebab, ketika saya memutuskan untuk merantau dalam benak saya selalu berkata-saya pergi untuk masadepan dan pulang untuk masadepan.***
Fani Stefani
Perempuan Perantau Asal Flores di Sandakan
Malaysia Timur
ASA