Normalisasi DAS Waikomo Dinilai Tidak Ideal, LBH Sikap Akan Gugat Class Action ke PN Lembata

LEMBATA, UPAYA menahan laju kerusakan di DAS Waikomo, Kelurahan Lewoleba Barat, Kecamatan Nubatukan, Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur, terganjal biaya. Upaya pemerintah Pemerinth Lembata melalui Dinas PUPR Lembata tetap melakukan normalisasi dinilai tidak ideal. Lalu LBH Sikap akan gugat ClasAction ke Pengadilan negeri Lembata.

Kerusakan DAS yang telah berlangsung sejak belasan tahun silam itu, dipicu ekploitasi material golongan C yang masif baik oleh penambang manual maupun oleh sebuah perusahaan penggilingan material C.

Hingga saat ini, kerusakan DAS Waikomo telah memakan korban yang tidak sedikit, antara lain, hilangnya belasan Petakan sawah maupun kebun milik warga.

Tak hanya itu, DAS yang memiliki kontur sangat rapuh karena dinding tebing pada sisi kiri dan kanan DAS yang berpasir itu, mudah dihancurkan oleh terjangan banjir. Terkini, pada 1 Januari 2025, banjir menghanyutkan ruas jalan yang menghubungkan Pasar Pada dan Terminal Barat sudah lenyap disapu banjir, jaringan pipa air bersih milik PDAM Lembata juga ikutan disapu banjir.

Warga setempat terutama pemilik sawah semakin khawatir, jika tidak ditangani segera, seluruh sawah di DAS Waikomo tinggal cerita karena lenyap disapu banjir. Tak hanya itu, angka kemiskinan di Waikomo pun menyumbang index kemiskinan bagi Kabupaten satu pulau itu.

Langkah Normalisasi Oleh Pemerintah 

Pemerintah Kabupaten, melalui Dinas Pekerjaan Umum setempat terpaksa melaksnakan Normalisasi secara sederhana. Kepala Dinas Pekerjaan Umum  Kabupaten Lembata, GIA Korohama menegaskan normalisasi yang dilakukannya, dengan mengandalkan material batu dan pasir yang ada di DAS. Karena itu pihaknya melarang siapapun tidak boleh membawa keluar material dari dalam DAS.

“Kita menggunakan alat berat milik Pemerintah untuk mengatur kembali alur kali dengan menumpuk material di sisi Timur agar air tidak langsung membentur dinding DAS,” ujar Kadis Pekerjaan Umum Lembata, GIA Korohama.

Sementara itu, Sekretaris LBH Aldiras, Elias Making mempertanyakan peran Pemprov NTT melalui BPDAS Provinsi Nusa Tenggara Timur.

“Kalau memang Kewenangan pengelolaan DAS menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi NTT, maka jangan hanya diam. Buat riset, beri advice atau bahkan intervensi anggaran untuk normalisasi DAS Waikomo secara baik. Harus ada langkah penyelamatan oleh Pemrov NTT terutama pada masa pemerintahan Gubernur Meki Lakalena dan Wagub Joni Asadoma,” tandas Elias.

Ia mengatakan, laju kerusakan DAS Waikomo jangan dipandang sebagai hal biasa saja, sebab ini menyangkut hajat hidup petani dan masa depan sentra produksi pangan.

Aktivis Lingkungan : Normalisasi DAS Waikomo Tidak Ideal, Pemerintah Baru Kaget

Sementara itu tindakan pemerintaj Daerah melalui Dinas PUPR melakukan normalisasi DAS Waikomo pasca kejadian banjir dinilai tidak ideal. Pemerintah seolah olah baru kaget. pemerintah tidak memiliki langkah mitigasi padahal kondisi DAS Waikomo sudah rusak didepan mata oleh pihak lain.

Hal ini disampaikan Aktivis Lingkungan, benediktus Asan kepada Suluhnusa.com, 18 Januari 2024 di Lewoleba.

Ben Asan, Jurnalis yang konsen terhadap isu lingkungan ini, menjelaskan,  secara tahapan, inisiatif melakukan normalisasi itu keliru karena tindakan normalisasi dilakukan saat sudah terjadi (baru saja terjadi-Red) bencana.

“Itu sama dengan atau “seolah-olah” Normalisasi sebagai kegiatan dalam tahapan rehabilitasi (pemulihan) pasca kejadian bencana. Harusnya pemerintah melakukan mitigasi bencana sebelum kejadian banjir. seolah olah tindakan normalisasi saat ini adlah tindakan pembenaran diri. pemerintah kok begtu ?,” tutur Ben Asan.

Bahkan ben Aan menilai, ketika ada pihak mengklaim bahwa aksi normalisasi yang dilakukan di DAS Waikomo sebagai tindakan mitigasi bencana, dapat dikatakan keliru. Idealnya, normalisasi dilakukan di fase normal (sebelum bencana) dan itu dengan studi serta menganut prinsip partisipatif atau partisipasi multipihak terutama masyarakat sekitar.

“DAS Waikomo yang mengkhawatirkan harus jadi prioritas penanganan oleh Pemda Lembata. Jika kejadian 1 Januari 2025 adalah bencana, maka Pemkab harus terbitkan keputusan yang jadi landasan untuk penanganan yang mungkin lebih banyak di Fase pemulihan. Regulasi harus disegerakan oleh Penjabat Bupati.  Regulasi nantinya harus memuat termasuk normalisasi, proteksi dinding, larangan pengambilan material secara serampangan, larangan berkebun dan kegiatan lain di bantaran kali yang menambah beban tanah dinding yang memicu longsor,” tegas Ben Asan.

Ia menyarankan normalisasi harus jadi kegiatan rutin pemerintah agar terkendali. Bonusnya adalah pemerintah melalui unit usaha misalnya BUMD bisa mengelolah material hasil normalisasi dan menjadi sumbangan PAD.

“Sekali lagi, untuk normalisasi harus secara periodik dan terkendali, ditangani langsung oleh pemerintah dan bukan oleh pihak ketiga,” ungkap Asan.

Gugat Class Action di PN Lembata

Rafael Ama Raya, LBH Sikap pun memberi pernyataan tegas. Mereka berrencana melayangkan gugata ClassAction kepada Pemerinth Kabupaten Lembata karena kelalaiannya dan PT. CPJ yang berandil dalam kerusakan lingkungn di DAS Waikomo.

Menurut Ama Raya, Daerah aliran sungai dan ada pekerjaan disitu harusnya dilindungi. Pastikan titik untuk dilakukan penggalian material galian C dan dan kalau pekerjaan dilakukan radius diluar maka ada konsekuensi hukum.

“Dugaan kita, tidak ada izin dari pemerintah kepada pihak swasta. pemerintah lalai. dan Pihak Swasta berandil dalamn kerusakan itu. Konsekuensi hukum pasti ada keterlibatan pemerintah bukan hanya pihak swasta. Yang lebih bertanggnhjaaab adalah pemerintah. Perwakilan negara adalah pemerinrah. Aktivitas legal dialiran sungai melanggar undang undang”, tegas Ama Raya.

Ia menjelaskan, Undanga undang Lingkungan huudo pasal 91 bahwa masyarakat dapat menggugat jika mengalami kerugian akibat pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup dan Ketentuan mengenai hak gugat masyarakat dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

“Ada dampak. Masyarakat yang memiliki lahan rusak memiliki memiliki kewenangan untuk menggugat atau LSM atau LBH bisa melakukan gugatan clas action kepada pemerinrah dan pihak swasta. Meminta ganti kerugian. LBH Sikap mewakili masyarakat yang terdampak. Itu kejahatan pidana lingkungan. Apakah pihak ketiga ikut bertanggungjawab atas pengambilan naterial dari dalam DAS. Ketika material ini dibawa keluar kemana material ini. Ini adalah tindakan pidana sekalipun dia tidak menjual. Material diangkut dari titik A keluar tanpa seizin pemerintah maka termasuk pidana lingkungan. Ini perannya adalam pihak kepolisian atau kejaksaan. Saat ini kita sedang mengumpulkan bukti. Mungkin paling lambat melayangkan gugatan class action ke pengadilan negeri Lembata pekan depan,” tegas Ama Raya kepada SuluhNusa di PN Lembata, 17 Januari 2024. +++sandro.wangak/ama.kewaman

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *