Sebagai tahap pilot project, pemerintah desa Riangduli membeli bibit di Desa Babokerong, Lembata dan diberikan kepada sepuluh kelompok pada awal tahun 2019. Dua minggu berselang salah seorang petani rumput laut, Amir Boro, sudah menghasilkan 4.3 ton dengan harga jual Rp. 4.000 per kilo gram ke Kabupaten Lembata.
suluhnusa.com – Pemerintah Desa Riangduli dalam tahun anggaran 2019 melakukan pemberdayaan masayarakat melalui APBDes. Dana yang dianggarkanpun tidak banyak. Hanya lima juta rupiah untuk membeli bibit tali.
Program pemberdayaan masayarakat yang dilakukan oleh pemerintah desa Riangduli, sebagai bagian dari komitmen pelayanan juga komitmenpengabdian terhadap kesejahteraan masayarakat Desa Riangduli.
Pemberdayaan yang dilakukan Pemdes Riangduli adalah budidaya rumput laut. Menurut kepala desa Riangduli, Silvinus Lego Ola, yang ditemui dirumahnya, 29 Juli 2019 menjelaskan pemberdayaan budidaya rumout laut harus dilakukan untuk meningkatkan efisiensi, kemandirian, memberikan nilai tambah, juga ramah lingkungan. Hal tersebut cerminan kebijakan pembangunan perikanan budidaya yang mandiri, berdaya saing dan berkelanjutan. Karena Desa Riangduli secara geografis berada di pinggir pantai.
Pemberdayaan rumput laut ini dilakukan Pemerintah Desa Riangduli juga sebagai jawaban atas program Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang menetapakan Flores Timur sebagai salah satu pusat Budidaya Rumut laut secara nasional. Selain Flores Timur, beberapa daerah di NTT yang ditetapkna kementrian perikanan dan kelautan yang dijadikan sebagai Pusat Budidaya rumput laut, misalnya, Manggarai Timur, Sumba Timur, Sabu, Alor, Lembata dan Rote.
Sebagai tahap pilot project, pemerintah desa Riangduli membeli bibit di Desa Babokerong, Lembata dan diberikan kepada sepuluh kelompok pada awal tahun 2019. Dua minggu berselang salah seorang petani rumput laut, Amir Boro, sudah menghasilkan 4.3 ton dengan harga jual Rp. 4.000 per kilo gram yang dijual ke Kabupaten Lembata.
“Rata rata petani runmput laut sudah menghasikan 5-10 ton,” ungkap kepala Desa Riangduli, Silvinus Lego Ola.
Saat ini, hasil budidaya rumput laut Desa Riangduli mampu memenuhi permintaan kuota di Kota Lewoleba dan sekitarnya.
“Setiap dua minggu pasti panen dan dikirim ke Lewoleba sebesar 10 ton. Sehingga dalam satu bulan, petani rumput laut di Desa Riangduli mengirim 20 ton ke Lembata,” ungkap Lego Ola.
Saat ini, demikian Lego Ola, pihaknya sedang memikirkan pengembangan kawasan pantai riangduli sebagai kawasan terpadu kuliner rumput laut.
Menurut Lego Ola, budidaya rumput laut ini merupakan bukti nyata dari pengejawantahan tiga pilar pembangunan. Yaitu Prosperity (Kesejahteraan), Sustainability (Keberlanjutan) dan Sovereignity (Kedaulatan).
“Ada beberapa hal agar budidaya rumput laut tersebut dapat dilaksanakan secara berkelanjutan yaitu mengunakan bibit dari tallus yang terbaik. Disiplin panen pada usia 40-45 hari, tidak menggunakan pupuk, probiotik, bahan pemacu pertumbuhan, menjaga lingkungan pantai dari sampah,” ungkap Lego Ola, sebab saat ini rumput laut seibarat emas hijau yang tumbuh dipelataran pantai Riangduli, Witihama.
Sekedar diketahui, berdasar data statistik perikanan budidaya, Nusa Tenggara Timur (NTT) masuk kedalam tiga besar penyumbang produksi rumput laut Nasional, selain Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tengah. Dengan total produksi rumput laut NTT pada tahun 2014 sebesar 1.966.255 ton dan angka sementara produksi pada tahun 2015 sebesar 1.883.720 ton. Lembata dan Flotim adalah penyumbang angka produksi rumput laut NTT selain Rote Ndao, Sabu Raijua dan Flores Timur.***
Sandro wangak