suluhnusa.com – Sidang perkara Perbuatan Melawan Hukum (PMH) antara masyarakat adat Dolulolong melawan Eliyaser Yentji Sunur terkait pelaksanaan reklamasi pantai Balauring dan pembukaan jalan wisata lingkar Lohu yang digelar Rabu, 30 Mei 2018 tidak dihadiri oleh Eliazer Yentji Sunur sebagai tergugat.
Alas an Eliazer tidak menghadiri siding perdana perkara Perbuatan Melawan Hukum (PMH), gugatan terhadap ‘pojok cinta’ tersebut disebabkan karena Eliazer Yentji Sunur yang juga Bupati Lembata, sedang tugas keluar daerah.
Hal ini disampaikan oleh Kuasa Hukum, Eliazer Yentji Sunur, Meridian Dewanta Dado, SH, ketika dikonfirmasi terkait ketidakhadiran kliennya dalam persidangan, melalui pesan WahttsApp, 30 Mei 2018 siang.
Meridian Dado mengungkapkan, pihaknya bersama kliennya bukan tidak menghargai panggilan Pengadilan Negeri Lewoleba, tetapi karena kliennya sedang tugas dinas keluar daerah.
“Kami pasti hadir nanti tanggal 5 Mei 2018. Siding perdana kami tidak hadir karena klien saya pa Elieazer Yentji Sunur sedang bertugas ke luar daerah. Beliau tidak sedang berada di Lewoleba,” ungkap Meridian.
Dirinya menjelaksan selaku Kuasa Hukum dari Bupati Lembata Eliaser Yentji Sunur, ST yang menjadi Tergugat dalam Perkara Perdata Gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) melawan Yunus Dara selaku penggugat I, Umar Pati Raja selaku Penggugat II, Abdul Latif Soge selaku Penggugat III, M. Bapa Tukang selaku Penggugat IV dan Ahmad Haba selaku Penggugat V sebagaimana dimaksud dengan Perkara Perdata Nomor : 8/PDT.G/2018/PN.LBT.
“Maka kami untuk dan atas nama Bupati Lembata menghormati proses hukum yang akan digelar melalui Pengadilan Negeri Lembata tersebut dan kami siap hadir dalam persidangan berikutnya tanggal 5 Juni 2018 mendatang,” ungkap Meridian melalui pesan WhattsApp, 30 Mei 2018 kepada suluhnusa.com.
Ketidakhadiran kami pada persidangan, Rabu, 30 Mei 2018 adalah dikarenakan adanya kesibukan urusan kedinasan dari Klien kami dan juga kami masih sedang memantapkan hal-hal menyangkut Perjanjian Pemberian Kuasa atas penanganan kasus dimaksud.
Menurut Meridian pihaknya telah meneliti secara menyeluruh salinan Gugatan Perdata dari Para Penggugat yang ditulis atau disusun oleh Kuasa Hukumnya yaitu Akhmad Bumi, SH cs.
BACA JUGA :
https://suluhnusa.com/hukum/20180530/sunur-tidak-hadir-sidang-perdana-pojok-cinta-ditunda.html
“Namun semestinya para penggugat dan juga Tim Kuasa Hukumnya terlebih dahulu mendalami dan mencermati fakta-fakta dan data-data secara valid tentang Proyek Reklamasi Pantai seluas 17.500 M2 dan Proyek Pembangunan Jalan Wisata seluas 42.000 M2 di Balauring, sebab dalam point ke-17 sampai dengan point ke-21 Gugatan Perdatanya Para Penggugat dan Tim Kuasa Hukumnya justru menuduh Proyek Reklamasi Pantai dan Proyek Pembangunan Jalan Wisata sebagai proyek milik pribadi Klien kami Eliaser Yentji Sunur, ST,” tulis Meridian yang saat dihubungi sedang berada di Maumere.
Padahal, ungkap Merdian, faktanya Proyek Reklamasi Pantai seluas 17.500 M2 itu tercantum dalam Dokumen Pelaksanaan Perubahan Anggaran (DPPA) Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Lembata tahun 2018 dan Proyek Pembangunan Jalan Wisata seluas 42.000 M2 adalah proyek tahun anggaran 2018 dari Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal Dan Transmigrasi RI.
“Sehingga dalil dan argumentasi Para Penggugat dan Tim Kuasa Hukumnya yang menyatakan kedua proyek itu sebagai proyek milik pribadi Bupati Lembata adalah dalil dan argumentasi bersifat fitnah yang sengaja dibuat untuk menyerang kehormatan dan nama baik Eliaser Yentji Sunur baik selaku Bupati Lembata maupun sebagai pribadi sehingga hal tersebut merupakan indikasi-indikasi tindak pidana Pengaduan Fitnah yang bisa dipidanakan sesuai Pasal 317 KUHP
yang berbunyi : “Barang siapa dengan sengaja mengajukan pengaduan atau pemberitahuan palsu kepada penguasa, baik secara tertulis maupun untuk dituliskan, tentang seseorang sehingga kehormatan atau nama baiknya terserang, diancam karena melakukan pengaduan fitnah, dengan pidana penjara paling lama empat tahun”,” tulis Meridian menjelaskan.
TERKAIT : YENTJI SUNUR DIGUGAT DI ‘POJOK CINTA’
Bahkan dengan adanya fakta hukum bahwa Proyek Reklamasi Pantai seluas 17.500 M2 terakomodir dalam Dokumen Pelaksanaan Perubahan Anggaran (DPPA) Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Lembata tahun 2018 dan Proyek Pembangunan Jalan Wisata seluas 42.000 M2 merupakan proyek dari Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal Dan Transmigrasi RI.
“Dengan begitu Gugatan Perdata Para Penggugat secara formil telah mengalami cacat hukum yang sangat fatal menyangkut subyek-subyek yang harus digugatnya sehingga semestinya Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal Dan Transmigrasi RI atau Direktorat Jendral Pembangunan Daerah Tertinggal juga turut dijadikan sebagai salah satu tergugat bersama-sama dengan para kontraktor yang mengerjakan kedua proyek itu,” ungkap Meridian.
Menurutnya, para penggugat pun nantinya akan diperiksa secara seksama oleh Majelis Hakim yang menyidangkan perkara ini apakah mereka itu memiliki Legal Standing atau Kedudukan Hukum yang kredibel untuk melakukan gugatan atas Hak Ulayat Dolulolong sebab jikalau
Legal Standing atau Kedudukan Hukum Para Penggugat tidak jelas atau tidak sah maka itu bisa membuat Pengadilan Negeri Lembata mementahkan Gugatan Perdata tersebut.
Bahkan Meridian meminta kepada kuasa hukum para penggugat agar menjadi pengacara yang kredibel dan professional.
“Kunci untuk menjadi Advokat atau Pengacara yang kredibel dan profesional adalah dengan melihat pada cara dan model dalam menyusun suatu Gugatan Perdatanya, kalau Advokat atau Pengacara tidak cermat dan tidak teliti tanpa menggali data serta fakta dalam memformulasikan gugatannya maka patut dipertanyakan kredibilitas atau profesionalismenya,” tutup Meridian. ***
sandro wangak