Lewokluok, Kurban Yang Sudah Basi

Beranda » Seni Budaya » Lewokluok, Kurban Yang Sudah Basi

suluhnusa.com_Kurban yang disembelih akan diletakkan ditempat khusus. Tempat itu disebut Korke. Kurban yang dipesembahkan itu menjadi basi (kluok) sehingga jadilah Lewokluok (kampung Basi).

Nanti keesokan harinya barulah daging kurban dicincang untuk dimakan masing- masing suku. Kita sama – sama ikuti agar bisa melihat langsung keseluruhan rangkaian ritual adat Korke Bale masyarakat adat Lewokluok” Kata Linus Lino Kabelen.

Masyarakat adat Lewokluok yang terdiri dari suku Kabelen, Lein, Goran, Beribe, Nedebang, Lubur, Lein Soriki (Sogekung), Suku Lewati Kumanireng, Lewohera, dan Suku Suban Soge atau Wun Soge selama tiga hari terhitung sejak (Selasa – Kamis 16-18/6/15) mengelar upacara adat korke baleuntuk memberi kesejukan, menutup penyakit atau memberikan kesehatan, dan memberikan rejeki dalam kurun waktu satu tahun kedepannya. korke bale digelar setiap tahun, biasanya pada awal atau pertengahan Juni. Ritual adat korke bale terdiri dari beberapa rangkaian diantaranya, Tuhuk Gelewon, Belo Howok, dan Gole.

suluhnusa.com hadir saat berlangsungnya upacara tuhuk gelewong yaitu meletahkan bubungan (glewong), pada atap rumah adat (korke) yang digelar pada hari pertama Selasa 16 Juni 2015. Upacara ini diawali dengan pemotongan bambu au’ (bambu berukuran sedang tapi sangat kuat). Pagi sekali beberapa laki- laki dari suku beribe, pergi ke sebuah tempat yang bernama Ongeleren dan memotong jenis bambu ini.

Selain memotong bambu, tujuan mereka ke tempat ini adalah untuk mengajak para leluhur nenek moyang mereka untuk datang dan hadir mengikuti ritual korke bale. Bambu yang dipotong, kemudian akan dibelah, selanjutnya digunakan sebagai penete (penjepit) daun lontar untuk bubungan korke.

Dalam ritual potong bambu, sebelum tiba di korke bale, beberapa laki- laki dari suku beribe ini akan beristirahat pada rumah suku Beribe. Dalam masyarakat adat Lewokluok, suku Beribe dikenal sebagai bine, dan suku Lein dikenal sebagai Opu Lake. Setelah beristirahat sebentar, dengan berjalan kaki dan pada rutenya, mereka membawa bambu –bambu tadi menuju ke korke bale.

Saat tiba di areal korke bale, yang terletak ditengah kampung Lewokluok, bambu tersebut akan dibelah. Masing- masing suku, terlihat dengan tertib menjalankan tugas dan kewajibanya. Ada yang sibuk membuat Glewong (bubungan), membelah bambu, menyiapkan tali,dll. Sementara perempuan tidak kelihatan di areal korke. Mereka rupanya ada dibagian belakang dimasing- masing rumah adat suku sementara menyiapkan makanan untuk santap siang nanti.

Dengan pembagian tugas masing – masing yang baik, dalam sekejap waktu bubungan telah siap untuk digunakan sebagai penutup atap korke. Ada tiga orang yang bertugas naik ke atas atap korkedan meletahkan Glewong (bubungan) pada atap korke. Beberapa orang memberikan komando, kemudian glewong diletahkan pada atap korke.

Ketua Lembaga Adat  (KLA) Desa Lewokluok, Linus Lino Kabelen (69) kepada suluhnusa.com(Selasa 16/6) menjelaskan bahwa, keseluruhan ritual adat korke bale diawali dengan pembersihankorke pada 2 Juni 2015. Setelah pembersihan, oleh suku Kabelen sebagai suku asli menentukan waktu atau jadwal untuk pelaksanaan rangkaian adat korke bale selanjutnya. Setelah memperbaiki atap korke yang rusak, pada bagian bubungan atap dibiarkan terbuka, dan akan ditutup pada saat melakukan tuhuk gelewong (menutup atap dengan bubungan).

Tuhuk Gelewong yang hari ini sementara berlangsung, semuanya dalam satu rangkaian upacarakorke bale. Setelah tuhuk glewong, malam nanti dilakukan ritus adat di mata air wai maki. Ritus ini dilakukan oleh tetua adat. Ada kurban berupa hewan (kambing) dengan ketupat. Semuanya dimasak dan langsung dimakan sampai habis dilokasi mata air” katanya.

Selain itu, kata Linus Lino Kabelen, pada hari berikutnya digelar seremoni adat di rumah suku Kabelen, suku Lein, dan Suku Lewolein. Dalam seremoni tersebut, tiap suku membawa damar keluar rumah menuju korke lalu semuanya ke suku masing- masing.

Pada malam harinya dilakukan upacara penyembelian (belo howok) hewan kurban yang dibawah oleh masing- masing suku. Upacara itu, dilakukan di areal korke dan dihadiri semua suku yang ada di Lewokluok.

““Kurban yang disembelih akan diletahkan ditempat khusus pada areal korke sampai basi (kluok) sehingga jadilah  Lewokluok (kampung Basi). Nanti keesokan harinya barulah daging kurban dicincang untuk dimakan masing- masing suku. Kita sama – sama ikuti agar bisa melihat langsung keseluruhan rangkaian ritual adat Korke Bale masyarakat adat Lewokluok” Kata Linus Lino Kabelen.

Theodorus Tolan Lein salah satu tokoh adat suku Lein mengatakan, rumah- rumah adat yang mengelilingi korke merupakan rumah suku – suku yang ada di kampung adat Lewokluok. Rumah- rumah suku yang ada yakni rumah suku Kabelen, rumah suku Lein, rumah suku Goran, rumah suku Beribe, rumah suku Nedebang, rumah suku Lubur,rumah suku Lein Soriki( Sogekung), rumah suku Lewati Kumanireng,rumah suku Lewohera, dan rumah suku Suban Soge atau Wun Soge.

Yang unik katanya, rumah besar suku Kabelen memiliki 3 pintu, terdiri dari pintu Kabelen sulung, Kabelen tengah, dan Kabelen bungsu. Pada bagian dalamnya terbuka, tidak disekati. Anggota suku sudah tahu pintu mana yang mesti dimasuki.

Rumah adat besar atau korke, dikelilingi oleh semua rumah adat suku. Semua kegiatan upacara diawali dengan adat. Atap rumah adat korke ini diikat menggunakan tali khusus. Tidak ada paku” katanya. (maksimus nasan kian)

Bagikan:

Sandro Balawangak
Sandro Balawangak

bagaimana engkau bisa belajar berenang dan menyelam, sementara engkau masih berada di atas tempat tidur?

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *