
suluhnusa.com_Sore yang ceriah seketika murung disusul denting gerimis menyapa beberapa angota Agupen Flotim yang sudah berada di tempat diskusi, di sekretariat Agupena Flotim, lorong TK Anfrida,Kota Riwido,RT/RW/017/004,Kecamatan Larantuka.
Rintik yang mengusik sore itu tidak menyurutkan langkah para undangan untuk bertandang ke sekretariat Agupena.Diskusi yang berlangsung pada hari Minggu tanggal 19 Juli 2015, dihadiri oleh 20 anggota Agupena,dua anggota DPRD, Agustinus Boli, Januarius Jawa Bala, Silester Petara Hurit, pengamat seni NTT dan tiga media lokal ,diantaranya,Flores Pos, TVRI NTT-Flotim dan Cakrawala NTT.
Diskusi yang dipandu oleh ketua seksi dokumetasi dan publikasi Agupena Flotim,Bapak Krisatus Kwen berlangsung hangat selam tiga jam,dari pukul.18.00 sampai dengan 21.00.
Kelima pembicara pada kesempatan diskusi ini begitu bersemangat memberikan motivasi,membagi tips seputar dunia tulis menulis.
Hal ini tentu menjadi pelecut bagi para guru agar mulai mencintai dunia tulis menulis demi meningkatkan profesionalismenya sebagai seorang pendidik.
Anggota DPRD, Januarius Jawa Bala pada awal pembicaraannya menggelitik para anggota Agupena dengan sebuah ungkapan,Saya menulis maka saya ada.
Dengan menulis kita sedang menuangkan struktur pemikiran kita dan untuk menegaskan eksistensi diri kita.Menulis akan melatih cara berpikir kita agar terbentuk sistematis.
Hal ini bisa dimulai dengan hal sederhana semisal, melatih diri menulis aktivitas harian kita di buku diary kita.
“Sebagai seorang guru wajib mencintai dunia tulis menulis. Oleh karena itu, mulai tancap pantat di kursi untuk menulis,” ungkapnya lugas.
Agustinus Boli,anggota DPRD Flotim yang pernah menjurai peringkat ke tiga pada lomba menulis nasional tingkat mahasiswa mengatakan dengan tegas bahwa, guru adalah pioner pembangunan. Seorang guru harus mampu membangun sumber daya manusia agar lebih berkompeten.
Guru penulis adalah guru yang hidup dan tidak semata-mata mentransfer ilmu dan pengetahuan yang dibacanya dari buku kepada anak didiknya. Seorang guru harus menemukan sesuatu dari tugas dan fungsnya untuk bias meningkatkan individu sebagai guru yang professional.
Di akhir pembicaraanya,beliau mengungkapkan sebuah sentilan kepada para guru bahwa guru yang tidak bias menulis tidak lebih dari sebatang kayu yang kering.
Silvester Petara Hurit,pengamat seni NTT dari Flores Timur yang malang melintang di dunia seni,dengan gaya nyentriknya mengatakan, guru yang tidak mempunyai kemampuan menulis adalah sebentuk penyimpangan akan tugas dan fungsinya.
Seorang guru yang menyandang gelar Strata Satu harus mampu membaca persoalan dan memiliki kepekaan terhadap lingkungan sekitarnya selanjutnya belajar menuangkan segala yang ia rasakan dengan cara menulis cerdas.
Menulis tidak harus sebuah persoalan yang besar tapi menulislah dari hal-hal yang sederhana yang kita jumpai dalam keseharian kita di lingkungan masyarakat.
Lanjutnya,seorang penulis yang hebat selalu dibesarkan oleh kekuasaan,maka dari pada itu ketika kita menulis,kita tidak perlu takut akan sebuah kekuasaan.
“Karya yang besar selalu lahir dari dari pinggiran,”ungkapnya.
Ronal Lein,anggota Agupena yang sudah menghasilkan sebuah buku berupa antologi puisi juga membagi pengalamannya ketika dia memulai aktivitas menulis.
Dia mengatakan, ada ketakutan dan kurang percaya diri ketika mulai menulis.
“Selalu ada perasaan kurang percaya diri yang selalu membuntuti pikiran saya,apakah tulisan saya diterima oleh para pembaca atau malah tulisan saya mendapat kritikan yang tajam dari pembaca berkaitan dengan kualitas tulisan,” kisah Lein.
Patman Werang, wartawan TVRI NTT menampik dengan tegas bahwa ketika kita memiliki niat untuk menulis,hal pertama yang kita lakukan adalah putuskan mata rantai malu dan selalu membunuh waktu dengan cara membaca untuk memperkaya pengetahuan dan referensi kita daam menulis.
Senada dengan Werang, Wentho Eliando, wartawan senior Flores Pos yang memulai karier sebagai seorang jurnalis semenjak tahun 2000, dengan gaya santainya menegaskan bahwa,seorang penulis harus takut ketika orang lain mengatakan bahwa tulisan itu bagus bukan takut manakala orang lain mengatakan bahwa tulisan kita kurang bagus.
Hadjon dari majalah pendidikan Cakrawala NTT,membuka ruang pada majalah cakrawala untuk menampung tulisan para guru.
Diskusi yang berlanjut hingga malam hari semakin hangat. Anggota Agupena terlihat sangat antusias mengikuti diskusi yang masih menggunakan rumah ketua Agupena sebagai dapur organisasi sementara.
Di penghujung diskusi,ketua Agupena Flotim,Maksimus Masan Kian yang juga penulis pada suluhnusa.com mengucapkan terima kasih kepada para pembicara yang sudah meluangkan waktu untuk membagi pengalaman seputar tulis menulis kepada para guru yang tergabung adalam Agupena Flotim.
Pada akhir sapaanya, ketua Agupena Flotim berharap bahwa diskusi ini akan berakhir pada sebuah Rencana Tindak Lanjut.
Ketua Agupena Flotim mengakhiri sapaanyan dengan mengajak anggota Agupena agar terus melatih diri untuk menulis dan mengajak semua pihak terkait yang bersinggungan dengan dunia pendidikan dan pihak lain yang peduli terjadap perkembangan pendidikan di Flores Timur untuk selelu bekerja sama bergandengan tangan membantu para guru ntuk meningkatkan profesioanalismenya demi sebuah perubahan wajah pendidikan di Indonesia pada umumnya dan Flores Timur pada khususnya agar tampil yang lebih seksi.
Benediktus B.Lanan
Anggota Agupena Flotim.
Nomor handphone:0823 0181 8022
Email:berenglanan@yahoo.com