
suluhnusa.com_Manusia adalah tempat dosa. Sebab itulah setiap agama yang ada di Bumi mengharuskan umatnya untuk wajib membersihkan diri dari dosa itu. Dan Proses pembersihan terhadap diri, linglungan dan alam semesta yang dilakukan oleh umat Hindu ini, sering disebut dengan upacara melasti atau juga disebut dengan mekiyis atau melis dalam rangka Piodalan Betara Turun Kabeh. Seperti yang dilakukan umat Hindu di Pura Desa Adat Les Penuktukan.
Pagi itu matahari baru muncul malu malu di ufuk timur. Namun suara gong yang membahana telah terdengar di sepanjang jalanan desa Les, Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng, Bali. Orang-orang, laki laki perempuan, tua muda, anak anak, memadati jalanan desa pagi itu, lengkap dengan pakaian adat yang bersih dan persembahan berupa canang atau sesajen.
Hari itu, tepatnya Sabtu, 12 Oktober 2013 atau bertepatan dengan Saniscara Wage Wuku Julungwangi, menginjak sasih kapat (bulan keempat) dalam kalender Bali, diadakan upacara melasti atau sering juga disebut dengan mekiyis atau melis dalam rangka Piodalan Betara Turun Kabeh di Pura Desa Adat Les Penuktukan .
Piodalan diawali dengan ‘mendak’ (menjemput) betara betari sami, dari pura-pura yang diamong Desa Adat Les Penuktukan tanggal 11 Oktober 2013. “Setelah betara betari ‘melinggih’ di Pura Desa, keesokan harinya diadakan penyucian buana alit (dalam diri manusia) dan buana agung (alam semesta) sebab menjelang diadakan karya suci sehingga perlu menghilangkan leteh (kekotoran) baik dalam diri maupun di alam semesta” ungkap I Ketut Ngemban , seorang tokoh masyarakat Desa Les
Penyucian dalam diri manusia ditandai dengan nunas tirta atau minum air suci dan bersembahyang, sedangkan penyucian alam semesta ditandai dengan membersihkan alat upacara termasuk pratima (semacam patung yang berwujud dewa).

Ketut Ngemban juga menjelaskan , Piodalan Betara Turun Kabeh Desa Adat Les Penuktukan, diadakan setiap satu tahun sekali yaitu bertepatan dengan hari Purnama Sasih Kapat yang pada tahun ini jatuh pada tanggal 19 Oktober 2013
Pagi itu sekitar pukul enam iring iringan upacara melasti terlihat sangat panjang. Diiringi suara gong yang bertalu talu , suara kidung yadnya, iring iringan berjalan dari depan Pura Desa menuju ke pantai yang terletak di sebelah utara desa sekitar 2 kilometer.
Upacara melasti selalu dilaksanakan di pantai, sungai atau mata air. Secara filosofi , mengapa melasti diadakan ke pantai karena pantai merupakan muara dari sungai Gangga yang terletak di India, yang dipercaya oleh umat Hindu sebagai sungai suci .
Sedikit kisah yang merupakan asal mula dari sungai gangga adalah adanya tapa brata yang dilakukan oleh Prabu Bagirathi, seorang raja keturunan Prabu Salwa, di negara Hastinapura yang tertuang dalam kisah Mahabrata. Beliau bertapa karena ternyata beberapa dari leluhur beliau ternyata tidak masuk surga karena berdosa dan tidak suci akibat kutukan dari seorang pertapa yang mereka bunuh di masa lalu. Karena itu Prabu Bagirathi bertapa mohon kepada Dewa Siwa agar memberikan kesucian bagi leluhurnya itu. Dewa Siwa pun mengabulkan doanya dan menurunkan Sungai Gangga.
Dengan diadakan upacara melasti ini maka diharapkan manusia dan lingkungan Desa Adat Les Penuktukan mendapatkan kesucian sehingga upacara Piodalan Betara Turun Kabeh, dapat berjalan dengan aman , dan lancar serta diterima segala persembahan oleh Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa. (luh dias)