Kutatap lelaki di hadapanku ini lekat lekat. Entah apa yang telah membuatku memilih lelaki ini, aku tidak mengerti. Semenjak mengenalnya hidupku seolah berubah. Aku merasa kembali terbangun dari tidur panjang, atau seolah terhenti pada sebuah taman yang sejuk setelah berjalan jauh. Ingin kuucapkan terima kasih , tapi lidahku terasa kelu.
Aku hanya bisa memandangi wajahnya , memandangi bibirnya yang sedang bercerita tentang dirinya. Sesekali tawa kecilnya menimpali dan juga senyum yang tak pernah lepas dari bibirnya. Tangannya bergerak mempertegas ceritanya. Raut mukanya penuh ekspresi, penuh semangat hidup , optimis dan menyentak nyentak. Aku tidak bisa berkata apapun, hanya memandang dengan senyum yang mengembang.
“ Hei… kenapa pandangi saya seperti itu saja Wid, ada yang salah dari kata kataku?“ tanya Pram seolah sadar bahwa yang diajaknya berbicara hanya memandang termangu.
“ Hehehee…. tidak sayang , aku hanya sedang asik mendengarkan kamu” jawabku sambil tersenyum. Dalam hatiku berkata ‘ tahukah kamu, aku sedang memahat wajahmu di hatiku’.
“ Benarkah ? bukan karena aku aneh dimata kamu ?” tanyanya dengan senyum dikulum dan tatapan yang sedikit nakal.
“ memang , merasa aneh ya ?” aku balik bertanya sambil tersenyum.
“ Entahlah…..mungkin, aneh karena mencintaimu ” jawab Pram dengan nada serius ” walaupun sejujurnya aku tidak merasakan itu”.
Aku tertawa kecil. ” Karena aku lebih pantas menjadi kakakmu kan ? ” tanyaku.
” Tapi aku tidak mau kamu menjadi kakak, bagiku kamu kekasih, meskipun umur kita terpaut jauh. Apakah aku menjadi aneh karena perasaanku itu ?” tanya Pram . Aku menggeleng pelan.
Entah kenapa dan bagaimana aku bisa memulai hubungan gila ini. Mencintai lelaki lain dan mendua hati. Kuakui dalam hati dengan penuh kejujuran bahwa lelaki yang duduk di sebelahku malam ini, telah mewarnai hari hariku, menggetarkan lagi rasa cintaku, membuatku bergairah untuk melakukan segala hal dalam hidup ini. Debaran kecil saat menunggu, ketakutan saat menikmati kebersamaan berdua dan gejolak yang dirasa ketika mencoba menyembunyikan cinta dari tatapan orang lain. Semua itu seperti candu yang memabukkan. Hari – hari yang kulalui kemudian, bahkan membuatku tercengang. Seringkali aku, mengherani kegilaanku sendiri, menggelengkan kepala atas segala yang telah kulakukan. Tapi aku bahagia.
Meski mungkin tidak banyak orang yang bisa mengerti , bahwa bahagia itu bagiku bukan rumah, bukan mobil atau harta benda. Dan cinta bukan tentang usia. Bagiku bahagia adalah masalah hati. Seringkali begitu murah karena tak memerlukan uang untuk mendapatkannya tapi anehnya menjadi sangat sulit untuk bisa merasakannya.
“ Bukan… ini bukan aneh. Tapi salah !” jawabku.
Pram tak menjawab. Tiba tiba kebisuan hadir diantara kami beberapa saat lamanya Hanya mata kami memandang deburan ombak yang berkilau diterpa cahaya lampu dan rembulan diatas laut selatan.
“ Boleh tanya ?” ujar Pram tiba tiba. Hatiku berdebar. Kata – kata khas yang seringkali diucapkannya ketika memulai sesuatu yang serius. Kurapatkan syal di leherku sebelum mengiyakan.
“ Apakah kamu menyesali hubungan kita ?”
Berat hatiku untuk menjawab. Haruskah aku jujur ? Bahwa aku sering merasa ini tidak adil bagi orang orang terdekat kami yang mungkin akan tersakiti. Tapi ini tentang rasa sayang.. Aku tidak sanggup jika harus berhenti. Bukan tidak mencintai cinta yang terlanjur ada, tapi cinta ini adalah cinta kedua, tak harus menyakiti siapapun, sebab hati adalah semesta yang lapang, selalu ada sudut , dimana sebuah cinta dapat bersembunyi dengan misterinya.
“ Jawabnya adalah tidak akan kupikirkan atau kulakukan cinta ini dengan logika.”
Pram mengernyitkan dahi. Meminta penjelasan terhadap jawaban yang kuberikan. Kupandang perahu nelayan dengan kerlip lampu di kejauhan. Langit cerah. Bintang bertabur menghiasi langit . Bulan memancarkan cahaya terang. Menerangi hatiku pula malam itu. Kugenggam tangan Pram, dan berkata, “ Sayang……cinta adalah tentang hati, cinta adalah rasa, dan rasa seringkali begitu sulit untuk dipahami atau diungkapkan dengan kata kata. Tidak ada janji, karena itu, tak ada ingkar. Dan tidak ada penyesalan.
“Pram terdiam, entahlah mungkin sedang memikirkan kata – kataku barusan.
“Aku mengerti” ujarnya, “Kuharap tak akan ada yang tersakiti”.
“Jangan tinggalkan aku” Pram menggenggam jemariku.
“Aku butuh kamu. Aku bahagia bersamamu”
Kucium tangannya, dan kubisikkan kata ” tak akan …” Meski aku tahu , ini cinta yang rapuh, tak mungkin bersatu. Sebab dia ada yang memiliki akupun sama. Tapi setidaknya, aku memiliki cinta kedua darinya. Dan menyimpannya dalam sudut hatiku.***
widyastuti