suluhnusa.com_Organisasi Perdagangan Dunia-World Trade Organization (WTO), yang beranggota 159 negara maju dan berkembang diminta untuk tidak lagi mengurus kebnutuhan pangan dan pertanian. Sebab, petani sendiri yang memproduksi kebutuhan pangannya bukan atas bantuan WTO. Tetapi saat ini WTO ingin agar kebutuhan pangan dan persoalan tentang petani menjadoi komditi empuk perdagangan oleh WTO. Oleh karena itu, WTO harus keluar dari Pertanian.
Henry Saragih, Ketua Umum Serikat Petani Indonesia kepada wartawan di Denpasar, 2 Desember 2013, menjelaskan sejak delapan belas tahun WTO tidak membawa dampak positip bagi pertanian dan petani di seluruh dunia. Sebab, dalam pertemuan sejak tahunj 1995 di Jenewa Swiss, WTO tidak saja mencampuri urusan perdagangan yang spesifik tetapi sudah merambat ke Pertanian.
“WTO mencoba mengambil aspek kehidupan. Bukan saja pada perdagangan yang sepesifik tetapi sudah masuk ke pertanian. Dan ini berbahaya. Berbahaya karena WTO menginginkan agar kebutuhan soal pangan dan pertanian juga masuk dalam daftar perdagangan mereka. Ini yang membuat petani diseluruh dunia menjadi mati,” ungkap Saragih.
Apa yang dilakukan oleh WTO ini sungguh membahayakan pertanian. Untuk kebutuhan pangan saja, WTO mencampuri dengan perdagangan berdasarkan mekanisme pasar. Sepantasnya soal, kebutuhan pangan harus melalui pemenuhan kebutuhan sendiri. Oleh karena itu, Serikat Petani Indonesia dan dunia menyatakan WTO harus keluar dari Pertanian. “Bukan pertanian yang keluar dari WTO,” tegas Saragih.
Oleh karena, sekitar 75 persen penduduk dunia tersebar di desa dan bermata pencaharian petani maka apa yang dilakukan WTO dengan mengatur mekanisme pasar terkait kebutuhan pangan dan pertanian ini, membelenggu kedaulatan. Petani menjadi semakin terpuruk. Contoh, pada tahun 1996 angka kemiskinan di dunia 825 juta, saat ini sudah meningkat menjadi 1 milyar lebih selama delapan belas tahun.
“Kelaparan di dunia meningkat dengan dasyat ini karena WTO. Petani di India kelaparan. PEtani di Indonesia kelaparan. Petani di Negara berkembang lainnya kelapran tetapi WTO masih mau menjadikan kebutuhan pangan mengikuti mekanisme pasar. Ini membahayakan.” Tegasnya.
Menurut Saragih, ada tiga hal penting yang menjadi standing point perjuangan SPI dan Petani di seluruh dunia yakni pertama, menolak aksi negara maju untuk mengangkangi kedaulatan negara-negara macam India dan Indonesia. Subsidi adalah salah satu jalan negara untuk melindungi rakyatnya, khususnya petani. WTO tak sepantasnya mengobok-obok kebijakan dalam negeri kita. Kedua, isu ketidakadilan. Negara maju secara historis telah berlindung dalam kotak-kotak: blue box, green box di dalam aturan WTO, sehingga mereka bisa menggelontorkan subsidi untuk sektor pertanian. Saat negara berkembang meminta hal yang sama, malah ditolak. Dan Ketiga, pemerintah Indonesia jangan malu juga untuk melindungi pertanian. Berdiri tegaklah seperti India di negosiasi terakhir. Lindungi rakyat, lindungi petani dan konsumen.
Dan karena itu, SPI bersama seratus organisasi internasional yang tergabung dalam Gerak Lawan sejak 1999 di Doha, Kakun 2003, Hongkong 2005 dan 2013 di Bali terus berjuang mati-matian agar KTM WTO di ke IX menjadi KTM yang terakhir.
Aksi Gerak lawan ini dilakukan di Bali selama seminggu dengan semangat perjuangan #EndWTO, pada Global Day Action, 3 Desember 2013 dan People Tribunal yang akan dilakukan pada tanggal 4 Desember 2013.
Gobal Day Action ini melibatkan 2000 massa bukan saja dari Indonesia tetapi berdatangan dari seluruh dunia. Saat ini massa Global Day Action ini sudah terkonsentrasi di Bali sejak beberapa hari terakhir. Selain di Bali, Global Day Action juga dilakukan serempak dibeberapa kota Indonesia, misalnya Jakarta, Medan, Mataram juga beberapa kota besar di dunia, dengan satu semangat, #EndWTO. (Sandro Wangak)
mesti SPI dan organisasi Gerak LAWAN harus bisa memberikan solusi terbaik untuk petani..setelah wto go out dari pertanian, SPI dan GERAK LAWAN melakukan apa untuk petani.???