
suluhnusa.com – Pulau Lembata menyimpan aneka kekayaan wisata alam. Sebagian besar dari wisata alam di gugusan pulau ini masih sangat alamiah. Salah satunya ialah Pantai Bobu.
Perihal Bobu akhir-akhir menjadi viral. Hal ini dipicu oleh keputusan Pemkab Lembata menjadikannya sebagai salah satu wisata alam pantai sebagai modus menaikan pamor Bobu dengan Kegiatan Bulan Bakti Gotong Royong dan Hari Kesatuan Gerak PKK tingkat Kabupaten Lembata. Salut untuk Bapak Bupati dan Wakil Bupati sebagai Numero Uno dan Duo Lembata yang pertama menyapa Dangalangu dan Bobu.
Sembari mengutip Robert Chambers dalam halaman persembahan bukunya Pembangunan Desa: Memulai dari Belakang; ‘apa yang tidak dilihat oleh mata susah dirasakan oleh hati’.
Tentu saja menjadi catatan orang Dangalangu perihal kunjungan Pejabat Negara ke Bobu.
Sebagai informasi sejarah sebelum disapa oleh Tsunami Waiteba 1979 Camat Lomblen Barat Manuputi tercatat dan teringat yang pertama kali mengunjunginya. Selepas itu usai tsunami Camat Lebatukan Ali Taher dan Kepala Perwakilan Kecamatan Lebatukan Emanuel Lamabelawa bersama Tim Kabupaten Flores Timur juga datang tapi fokus pada penanganan pasca bencana apa adanya. Usai naik kelas sebagai camat Lebatukan, Emanuel Lamabelawa kembali mengunjung Dangalangu bersama istansi kecamatan.
Orde Baru usai, Era reformasi, Lembata naik kelas menjadi Kabupaten, Camat Begu Ibrahim Begu Ibrahim menggondol semua instansi Tingkat Kecamatan Lebatukan melakukan ‘live in’ bersama masyarakat, secara swadaya membuka jalan Hidalabi-Lamalela-Dangalangu.
Bobu itu surga darat dan laut. Bobu menjadi lahan pertanian yang subur bagi petani Dangalangu, Ile Wutun, Hidalabi, Besei, Benalar dan Labelang.
Bobu juga surga laut bagi para nelayan Lemalera dan Alor. Bobu menyimpan cerita kisah kasihnya dengan Lamalera. Bobu menjadi tempat pendaratan musiman para nelayan Lamalera dan ‘haban breun’ (perjumpaan sahabat) dengan orang Lamatuka dan sekitarnya.
Persahabatan ‘haban breun’ Lamalera di Bobu maka mereka diberikan ‘hak sementara’ menikmati bobu yakni menanam kelapa. Kisah Kasih Lamalera dan masyarakat sekitar terjadi di Lewotobi-Flores, Longot Adonara bahkan di Puntaru Kab Alor. Bahkan di Puntaru saking kuatnya ‘Haban Breun’ orang Puntaru menyebut area tempat nelayan mendarat sebagai Tanah orang Lamalera karena di sana pula beberapa orang Lamalera (Leva Alap) dikuburkan.
Tahun 2007 Penyanyi Kamyl Tukan, saya yakin secara sadar memperkenalnya kecantikan dan kegantengan Bobu melalui video klip salah satu lagunya. Terdorong oleh ‘libido’ ingin kami dua nekat. Parkir motor di Kebun pinggir kampung Ile Wutun mengeja tiap jengkal tanah ditemani ‘nubun baran’ Dangalangu yang pulang kampung usai menikmati pelajaran SD di Ile Wutun.
Matahari pun sudah pamit dari balik bukit. Genta angelus menyelinap di antara nyanyian solo dan kanon anak-anak ayam yang mencari tumpuan kaki untuk bernaung dalam hangarnya dekapan bunda.
Merinding (semua) bulu kuduk!
Ada Kelapa yang tegak berdiri! Satu-satunya pohon yang direkomendasikan Tsunami untuk tegak berdiri agar kelak dia bercerita.
Ada monumen memorial para korban Tsumami Waiteba. Sepasang lensa mataku memanah aksara Latin. Semuanya dibabtis dengan nama Serani berdiri, nama leluhur dan Marga Ruing, Lazar dll. Reguiescant In Pace (Rip). Satu per satu lilin pun dinyalahkan. (dalam mimpinya malam itu istanaku dikunjungi oleh para korban yg terluka dan yang terpatah).
Malam itu pun malam Getzemani kami berdiam, bekasurkan pasir bersama sepasang kekasih Lamafa Betu Sulaona dan Pnete Alap Prada Oleona menikmati gala dinner tanpa koteklema dibalut berkas-berkas temaran cahaya lampu minyak koteklema. (atas kehendak bebas bukan karena orang Dangalangu tidak memberi tumpangan seperti orang Yahudi kepada Maria dan Yoseph).

Usai alam mimpi, Lamafa Betu Sulaona melaut, kekasihnya berbateran, kami menyusuri setiap butiran pasir, menembus pintu batu yang punya kekhususan yakni olah napas.
Bagi yang berbadan lebar harus menarik napas panjang. Mengintip Burung Walet dalam gua, menikmati desir desau riak gelombang merayu lorong gua. Romantis! Melantai solo seirama deru gelombang birama ganjil tiga lima tujuh di atas Jembatan Batu alam.
“Duhai kekasih seandainya engkau ada bersamaku saat ini bersama Simeon kita bermada ‘Ya..Tuhan perkenankan hamba-MU berpulang sebab mataku telah melihat keindahan-MU karena keindahan ciptaan-MU adalah keindahan-Mu’.
Tidak usah ke mana-mana. Lembata diselimuti semesta keindahan.
Akh Bobu….di sanalah arti sebuah persahabatan dibingkai hingga kami pun bersua lagi di Levo Lamalera.
Jembatan Alam dan Pintu Arwah

Sebelum kegiatan BBGR dan pembukaan kegiatan PKK tingkat Kabupaten Lembata tak banyak orang yang tahu tentang Pantai Bobu ini, termasuk sebagian penduduk Kabupaten Lembata. Itu disebabkan karena perjalanan ke Pantai Bobu sangat jauh dan menantang.
Perjalanan ke wisata alam Pantai Bobu hanya bisa ditempuh dengan sepeda motor. Itu pung si pengendera sepeda motor haruslah ia yang sudah mahir mengenderai sepeda motor di arena mendaki dan terjal.
Karena itu, tukang ojek yang melayani perjalanan ke sana adalah anak-anak muda yang tinggal di Desa Lamalela, desa terakhir sebelum ke Pantai Bobu. Desa Lamalela ini terletak di balik gunung. Jadi, kita harus mendaki ke puncak gunung, baru turun ke Desa Lamalela dan terus ke Pantai Bobu.
Belum lagi ditambah jembatan batu, atau oleh sebagian masyarakat menyebutnya dermaga alam. Di sini terdapat sebuah batu besar yang menujulur ke dalam laut yang memungkinkan pengunjung untuk bersani-santai di atasnya. Sementara di bawahnya terdapat lubang besar dimana air laut bisa naik sekitar 200 meter ke daratan. Kepercayaan orang Kampung menyebutkan jembatan batu itu merupakan jembatan parah arwah tsunami waiteba 1979 dan persis di jembatan terdapat sebuah pintu kecil dengan terowongan persis di bawah pintu batu. Warga lokal pun yakin, itu pintu para arwah.
Menurut cerita turun-temunurun, di masa colonial jembatan batu ini digunakan sebagai dermaga bagi kapal Belanda dan Jepang untuk mengambil rempah-rempah dari Pulau Lembata.
Karena letaknya yang jauh dan sulit diakses wisata alam pantai bobu dengan segala keunikan, kesakralan dan keindahannya belum banyak wisatawan dan warga Lembata yang berkunjung ke sana.
Meski demikian, bukan berarti wisata alam di Pulau Lembata ini tidak menarik. Bentangan pasir putih berkilo-kilo meter dengan latar perbukitan batu cadas menghadirkan pemandangan yang sangat unik dan menawan.
Bobu pintu surga para arwah dan jembatan impian para nelayan, seibarat gadis. Ia memang elok bagi wisatawan. ***
Saba Paul