suluhnusa.com – Ribuan warga Pulau Adonara, Kabupaten Flores Timur sampai saat ini masih kesulitan air. Untuk mencuci muka pada pagi hari saja masih sulit. Apalagi untuk mandi dan kebutuhan lainnya.
Pulau Adonara yang terkenal eksotic dengan pasir putih Tohne dan berbagai potensi pariwisata lainnya ini, ternyata masih menyimpan sejumlah persoalan. Salah satunya adalah kebutuhan air. Bukan hanya air bersih untuk minum, tetapi kebutuhan air untuk mencuci muka pada pagi hari saat hendak beraktifitas saja sulit bukan kepalang.
Sebut saja misalnya, warga di Desa Sandosi I, Desa Woka dan Desa Regong mengalami kesulitan air sejak zaman dahulu kalah. Tidak berlebihan. Ini kenyataan. Warga tiga desa di Kecamatan Witihama, Adonara, Kabupaten Flores Timur ini, harus rela berlama lama sampai larut malam mengantri jatah satu ember untuk satu jiwa.
Hal ini disampaikan oleh Ketua Pemua Katolik Desa Sandosi, Paulus Patty, kepada suluhnusa.com, 28 Agustus 2017.
Paty menjelaskan, warga di Desa Sandosi, Woka dan Regong sudah mengalami kesulitan air sejak zaman nenek moyang mereka. Terhitung sudah ratusan tahun yang lalu. Dan untuk memenuhi kebutuhan air minum itu, maka mereka hanya berharap pada satu mata air di pinggir Desa Regong yang jaraknya 10 KM dari Sandosi.
Saat ini, demikian Paty, walau pemerintah sudah membangun satu reservoar penampung di dalam Kampung tetapi tidak mampu mengatasi kesulitan air ini. Sebab, untuk mendapatkan air warga harus rela mengantri berjam jam semalam suntuk hanya untuk mendapatkan jatah pembagian satu jiwa, satu ember. Jatah satu ember untuk satu jiwa ini pun hanya untuk kebutuhan minum. Lalu mandi ? Cari sendiri.
Hal yang sama juga disampaikan Sekretaris Desa Sandosi, Liliana Kwaelaga. Dia menceritakan, sejak dirinya lahir sudah menemukan kesulitan air.
“Airnya susah sekali. Mulai dari kami belum ada sampai sudah tua bangka begini juga masih susah air. Kami stress dengan kondisi ini. Tapi mau bagaimana ?” keluh Kwaelaga.
Apalgi memasuki musim kemarau, hanya untuk mendapatkan seember air, warga harus rela antri sesuai jadwal, tiga hari sekali. Aturanya, satu jiwa dapat jatah satu ember untuk tiga hari.
“Misalnya, si ibu memiliki dua orang anak maka dia diberi tiga ember. Satu untuk ibu dan dan dua untuk anak anaknya,” jelas Lilyana Kwaelaga.
Lalu mandi, Kwaelaga tegas menjelaskan, menjadi urusan masing masing. Cari sendiri. Dia mencontohkan, karena kesulitan air, maka siswa/i di desa tersebut, bahkan kebanyakan warga lebih banyak mencuci muka ketimbang mandi.
Persoalan air ini bukan hanya di Desa Sandosi, Desa Woka, Desa Regong tetapi juga di Desa Honihama.
“Jadwalnya tiga hari berturut turut. Setelah Sandosi 3 hari airnya dialirkan Woka dan regong, setelah tiga hari berturut turut di Desa woka dan Regong airnya dialirkan ke honihama. Lalu setelah Honihama mendapat jadwal tiga hari berturut berturut baru kembali ke Sandosi,” jelas Kwaelaga diamini Paty.
Saat ini untuk memenuhi kebutuhan air di empat desa Kecamatan Witihama ini, PDAM mengalirkan air dari mata air Wai Lawe di Desa Puhugelong. Dan untuk memnuhi kebutuhan air ini, pemerintah desa Sandosi, sedang berusaha untuk memasang jaringan pipa ke Desa Lite, di Adonara Tengah dari mata Air Wai Reu.
Sekedar untuk diketahui jumlah Kepala Keluarga di desa Sandosi sebanyak 596 KK dengan jumlah jiwa 2000 orang. Jumlah ini baru di Desa Sandosi, belum dihitung dengan jumlah jiwa dan KK di desa Woka, Regong dan Honihama. Semoga bisa mendapat perhatian serius dari pemerintah kabupaten Flores Timur dibawah kendali politik Anton Hadjon dan Agus Boli.
[indahtokan/sandrowangak]