KB wujudkan Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera ?

suluhnusa.com_ Diakui atau tidak, keluarga juga merupakan  komponen terpenting dalam struktur hierarkis suatu bangsa.

Untuk yang satu ini, bangsa Cina bisa disebut sebagai ahlinya. Di negeri naga merah tersebut, keluarga sudah sejak lama diakui sebagai kekuatan paling dasar dalam menyusun bangsa. Dengan kata lain, kuat lemahnya bangsa dipengaruhi oleh kondisi keluarganya.

Membentuk sebuah keluarga yang bahagia adalah salah satu impian bagi semua orang. Keluarga jugalah alasan mengapa seseorang mau bekerja sedemikian kerasnya dari pagi hingga pagi lagi.

Maka tidak salah jika ada sebuah ungkapan kuno bahwa keluarga adalah permata kehidupan, yang berarti keberadaan keluarga sebagai sesuatu yang memperindah kehidupan setiap insan.

Sejak zaman dinasti, republik hingga komunis seperti sekarang ini, sistem kekeluargaan dan kesejahteraan keluarga di Cina benar-benar mendapat perhatian serius dari pemerintah. Di negara tirai bambu tersebut, ada kepercayaan yang mengakar kuat di tengah masyarakatnya, yakni bahwa berbakti untuk keluarga adalah salah satu tugas bagi setiap anggota keluarga. Penghormatan akan nilai-nilai keluarga benar-benar dilakukan oleh semua orang Cina, baik yang tinggal di RRC (Republik Rakyat Cina),  maupun para perantauan.

Bagi orang, membentuk keluarga juga adalah salah satu kewajiban dan bukti bakti kepada leluhur. Bahkan pada zaman dulu, keluarga juga sebagai sarana untuk melestarikan budaya leluhur, walau hal ini semakin tidak mendapat perhatian (khususnya warga Cina perantauan). Kekuatan Cina yang begitu besar, baik secara ekonomi maupun politik, juga dipengaruhi oleh fakta bahwa Cina adalah negara dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia. Ini juga yang membuat para tetangga Cina begitu segan, bahkan takut.

Lantas apakah jumlah penduduk yang besar dan membengkak seperti itu tidak memiliki sisi negatif? Tentu saja ada. Semua orang butuh makanan dan tempat tinggal, begitu pula dengan semiliar orang Cina. Sekuat-kuatnya Partai Komunis Cina mengatur pemerintahan, ternyata juga sering tidak berdaya menghadapi masalah kependudukan seperti ini.

Masalah klasik mengenai membengkaknya jumlah penduduk, juga dialami oleh banyak negara, termasuk Indonesia. Menariknya, ketika di berbagai aspek kehidupan, seperti militer dan ekonomi, Indonesia jauh tertinggal di belakang, tetapi ketika berbicara mengenai penanganan masalah kependudukan, Indonesia sedikit lebih baik ketimbang negeri komunis tersebut. Bagaimana bisa? Keluarga Berencana jawabannya.

Tapi sebelum membahas lebih jauh mengenai keluarga berencana, ada baiknya untuk menilik beberapa fakta unik mengenai kependudukan, terutama mengenai kebijakan pemerintah ataupun kepercayaan di masyarakat yang justru mendorong terjadinya pembengkakan jumlah penduduk. Dari situ bisa dilihat bagaimana ternyata masalah kependudukan pun tidak jauh dari politik dan kepentingan.

Merebut wilayah dengan menambah jumlah penduduk

Balkan di penghujung 1980. Perang berkecamuk setidaknya di lima negara: Serbia, Bosnia, Kosovo, Kroasia dan Slovenia. Permasalahannya cukup kompleks, tetapi yang terutama adalah perebutan wilayah. Di wilayah yang juga disebut sebagai Eropa Tengah tersebut, ada dua bangsa yang saling bertikai, Serbia dan Albania. Dua bangsa inilah yang kemudian saling berperang. Lantas apa hubungannya dengan kependudukan?

Pada saat Perang Dunia II, wilayah Balkan yang sebetulnya dihuni oleh mayoritas orang Serbia, dicaplok oleh tentara Jerman Nazi. Lantas, Nazi mulai melakukan pengusiran terhadap orang-orang Serbia di Balkan, termasuk di Kosovo dan Bosnia. Sebaliknya, Nazi memindahkan orang-orang Albania untuk mengisi kekosongan di Bosnia dan Kosovo. Tidak itu saja, mereka meminta agar orang Albania tersebut berkembang dan melipatgandakan jumlah penduduknya di sana. Orang Albania yang notabene adalah sekutu Nazi pun menyambut gembira.

Tapi begitu Perang Dunia II usai dan Bosnia serta Kosovo kembali ke pangkuan Serbia, orang Albania pun merasa terancam. Negara Albania, tempat asal bagi orang Albania di Bosnia dan Kosovo, menyusupkan para provokator agar Bosnia dan Kosovo memisahkan diri dari Serbia. Perang pun dimulai.

Tidak hanya di Balkan, masalah kependudukan juga membuat Jerman dan Jepang menjadi seolah memiliki alasan untuk menginvasi negara tetangganya, untuk menambah ruang hidup bagi warganya. Hal yang sama kini juga dirasakan oleh orang Myanmar yang mencurigai peningkatan populasi suku Rohingya di negara bagian Rakhine, atau orang Tibet yang khawatir akan semakin banyaknya jumlah populasi Han di wilayahnya.

Perempuan sebagai makhluk setengah manusia

Masalah lainnya yang mempengaruhi penambahan jumlah penduduk yang begitu besar adalah mitos bahwa memiliki anak perempuan tidak terlalu menguntungkan. Di beberapa budaya, hal ini masih ada hingga sekarang. Akibatnya, pasangan suami istri tidak akan berhenti untuk memiliki anak sebelum mempunyai seorang anak lelaki. Memang kepercayaan lelaki sebagai penerus keluarga pernah hidup dengan suburnya di masa lalu, tetapi seiring dengan semakin terbukanya kesadaran akan kesetaraan gender, hal ini harus dianggap sebagai sisa-sisa kesalahan sejarah yang harus dikubur dalam ingatan bawah sadar manusia.

Konsep banyak anak banyak rejeki

Konsep banyak anak banyak rejeki juga menjadi alasan utama terjadinya ledakan jumlah penduduk. Padahal semakin maju tingkat berpikir, harusnya pemikiran seperti ini akan luntur dengan sendirinya. Tetapi sepertinya masih ada sebagian yang tetap menganut konsep ini. Di Indonesia, terutama di Jawa, konsep ini pernah begitu melekat dalam pemahaman masyarakat.

Terbitnya sebuah kesadaran bernama Keluarga Berencana

Dengan berbagai faktor, Indonesia juga pernah mengalami ledakan penduduk, yakni saat pertengahaan  1970-1980an. Kala itu, Indonesia menempati posisi kelima sebagai negara dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia, di bawah RRC, India, Amerika Serikat dan Uni Sovyet. Kini, setelah Uni Sovyet bubar, maka Indonesia naik pangkat menjadi negara dengan jumlah penduduk terbanyak keempat di dunia.

Tentu bagi sebuah negara berkembang seperti Indonesia, membengkaknya jumlah penduduk bisa menimbulkan serangkaian permasalahan, mulai dari kriminalitas hingga kesenjangan ekonomi. Tetapi ternyata dibanding dua raksasa Asia lainnya, India dan terutama RRC, Indonesia lebih berhasil mengatasi permasalahan ledakan penduduk. Hal ini terutama berkat suksesnya program Keluarga Berencana.

Program KB sendiri adalah sebuah program yang dicanangkan pemerintah Orde Baru pada akhir tahun 1970an. Adapun tujuan umum dari program KB ini adalah meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak serta mewujudkan NKKBS (Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera) yang menjadi dasar terwujudnya masyarakat yang sejahtera dengan mengendalikan kelahiran sekaligus menjamin terkendalinya pertambahan penduduk. Di samping  itu, ada tujuan khusus lainnya seperti: mengendalikan pertumbuhan penduduk, mensosialisasikan penggunaan alat kontrasepsi yang aman dan sehat serta membentuk keluarga berkualitas.

Pada awalnya, program ini mendapat tantangan dan hambatan serius, terutama dari kalangan agamawan dan penganut paham konservatif. Bahkan ada fitnahan yang cukup menyakitkan yang menilai bahwa KB adalah sebuah program untuk menghentikan pertumbuhan populasi dari ras, suku atau penganut agama tertentu. Jelas pemahaman seperti ini kemudian luntur dengan sendirinya begitu masyarakat mengetahui dan merasakan manfaat dari program KB.

 

Untuk mensosialisasikan program ini, pemerintah mengucurkan dana yang luar biasa besarnya. Selain itu, pemerintah juga melakukan pengkaderan bagi fasilitator atau petugas KB secara besar-besaran. Berbagai metode pun dicoba untuk semakin memasyarakatkan KB, termasuk melalui lagu, jingle, wayang hingga menerbitkan buku-buku cerita yang memuat pesan moral untuk ikut menyukseskan program KB.

Di Indonesia, gerakan program KB dikoordinasikan oleh setidaknya dua lembaga, yakni BKKBN dan PKBI. BKKBN atau Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional adalah sebuah badan non-pemerintah yang bertanggung jawab langsung kepada presiden. Tidak main-main, kepala dari badan ini adalah seorang menteri, yakni menteri pemberdayaan perempuan. Sedang PKBI adalah sebuah lembaga non-profit yang memiliki tujuan untuk ikut menyukseskan program KB di Indonesia. PKBI sendiri adalah anggota dari para relawan, akademisi, aktivis LSM dan praktisi kesehatan.

KB, kabarmu kini

Dulu, gaung KB benar-benar membahana bahkan hingga ke pelosok-pelosok kampung. Memang pemerintah Orde Baru menganggap program KB sama pentingnya dengan program stabilisasi keamanan nasional. Akhirnya, kesuksesan pun diraih, dan laju pertumbuhan penduduk semakin terkendali.

Kini, setelah laju pertumbuhan penduduk tidak ‘semenakutkan’ tahun-tahun yang lalu, KB tetap mengemban tugas yang sangat mulia, membentuk keluarga berkualitas. Apalagi, harus diakui perilaku seks bebas yang makin merebak dewasa ini harus mendapat perhatian serius, termasuk kasus aborsi. Para aktivis KB di masa ini harus berani untuk berhadapan dengan itu semua, dan menjadikan kenangan manis perjuangan di masa lalu sebagai pijakan untuk meraih target perjuangan di masa kini.  Selamat Hari Keluarga Nasional. Maju terus KB, maju terus keluarga Indonesia. (Guritno Adi Siswoko)

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *