Catatan ini saya tulis untuk teman-teman yang menulis untuk suluhnusa.com. karena mereka menulis tanpa pimpinan sejak satu setengah bulan lalu. Mereka adalah sahabat menulis, sahabat suluhnusa.com , sahabat keabadian.
Saya secara pribadi mengenal para sahabat keabadian ini dengan sangat intim. Keintiman kami terjadi hanya karena menulis. Sebut saja ada Maksimus Masan Kian di Larantuka, ada sultan Ali Geroda di Lewoleba, dan Vinsen Kerong diteras Lembata. Si centil Wid’s Modesty di Badung, ada Widya Astuti di Denpasar dan Ni Nyoman Sunuasih di kota Singaraja, Alfred Tuname di Jogja, Goris Takene di Kupang dan Mas Nafik di Lumajang. Tak terlupakan Sang Manager Perusahan Tuan Lembu dan Puan Adisty Handayani, mereka semua adalah sahabat keabadian.
Saya menulis catatan ini dari dalam penjara, ketika malam telah kelam dan kesenyapan menyergap, ketika petang meremang. Saat itu saya yakin kami (sahabat Weekly.net) menulis untuk mengukir keabadiaan hidupnya dengan menulis. Karena itu menulis dijadikan seperti rumah. Weekly.net adalah rumah untuk para sahabat ini menulis
Kami menulis dengan kekuatan jiwa, kami setia pada jalan panggilan ini, dan karena kesetiaan itu ada beberapa orang sahabat sudah bisa menerbitkan buku sendiri dan mulai terkenal karena mampu menulis di media lain. syukur karena suluhnusa.com bulan lalu menjadi rumah yang adem untuk para sahabat tetapi juga dijadikan sebagai dapur untuk menyiapkan bahan dan mengolah serta memasak masakan dalam bentuk tulisan sebelum disajikan kepada penikmat tulisan atau pembaca, dan ternyata masakan itu lezat.
Sahabat suluhnusa.com……!
Sebab hidup terlebih hanya mampir untuk minum, dan karena itu kita harus menulis tanpa banyak keluh-kesah. Kita bertangung jawab atas semua yang alami, agar tangung jawab itu benar-benar dipertangung jawabkan maka tidak ada jalan lain selain terus menulis. Karena dengan menulis sesungguhnya kita sedang berusaha untuk menjadikan hidup kita dan orang lain menjadi sedikit lebih unik. Yakinlah tanpa menulis hidup hanyalah sebuah kemasan hampa, tidak ada roh. Dan agar hasil tulisan kita memiliki roh keabadian maka tulislah dengan jiwa dan bathin. Jiwa kita akan terpancar dalam-dalam, tuilsan bathin bercahaya dalam setiap kalimat kata. Dengan demikian maka, hasil karya tulisan kita tidak diam dan berdiri mematung tetapi terpencar-pencar memanggil jiwa-jiwa yang lain untuk turut serta menulis bersama. Membathin aku memangil engkau-aku menjadi kita bersahabat dengan keabadian dengan menjiwai pekerjaan menulis.
Sahabat suluhnusa.com……!
Perubahan bergerak demikian cepat, menggiring kita masuk melebur bersama pergerakan. Pada titk ini tidak ada jalan lain selain mengikuti pergerakan ini, bahkan untuk pulang pun kita hampir tidak tau jalan. Kalaupun kita berhasil untuk kembali berarti kita dianggap diam, dan saat diam kita dinilai sudah mati. Akan tetapi bila kita kembali dan diam lalu menulis maka tidak mati. Kita sedang berjalan menuju perubahan dan mengukir keabadian bersama jaman. Hidup adalah menulis dan menulis adalah kebutuhan pokok hidup. Tulis beberapa kalimat tiga kali sehari seperti kita makan beberapa sendok nasi tiga kali sehari. Karena suluhnusa.com akan tetap ada dari kalimat-kalimat yang dihasilkan setiap hari. No day without line (tiada hari tanpa kalimat) .
Sahabat suluhnusa.com……!
Ketika malam telah sempurna ada perasaan berantakan yang menyelinap dalam hatiku. Tetapi saya tetap menulis. Catatan ini saya tulis diatas beberapa kertas bungkusan nasi untuk para tahanan di Polres Lembata. Dari dalam Sel Polres Lembata, sebuah negri di timur jauh saya mengajak para sahabatku untuk tetap setia pada jalan ini jalan menulis ruas keabadian. Menulislah tentang apa saja, tentang relung-relung puisi, tentang kisah Karung-Marung Prosa, menulis sepenuh hati, mencatat ceritra sepenuh budi, agar menyentuh banyak hati, agar membekas banyak budi. Qui Seribit, bis legit-barangsiapa menulis ia membaca dua kali. Ide tersebar pencar. Seberkas kata terjebak membekas dalam hati, dan pada saatnya tidak ada kata yang membeku-tapi setiap kalimat yang dihasilkan agar dibukukan agar kita menjadi baku sebagai sahabat keabadian didalam suluhnusa.com.
Sahabat……kita manusia dan seluruh peristiwa yang terjadi bagaikan debu, jika ditiup dan disapu akan terbang hilang, tak ada yang tertinggal. Agar tidak hilang, terbang, pergi dan tak berbekas tinggal maka hanya ada satu cara yaitu menulis agar tersebar-pencar-berkas-membekas. Kita harus menghargai seluruh hidup dan peristiwa yang terjadi dengan menulis. Hanya dengan menulis hidup merasa dihargai. Peristiwa tercatat-alam tersenyum hati lain disentuh dan harga diri menjadi lebih manusiawi.
Sahabat keabadian adalah sahabat suluhnusa.com
suluhnusa.com dijadikan sebagai dapur bukan sekedar rumah singgah. Dapur untuk memasak semua kata-dapur untuk mengolah kalimat yang lezat, dapur untuk menyiapkan kata yang nikmat dan tulisan yang bergizi. Walau semua sahabat suluhnusa.com tahu dan sadar bahwa, didalam dapur suluhnusa.com tak seelok dapur tetangga, tapi disana ada rasa yang senantiasa merindu, rindu menulis.
Tak berlebihan bila diakhir catatan untuk para sahabatku suluhnusa.com dengan meminjam kalimat Mas Pramoedya Ananta Toer, “Bahwa orang-orang boleh pandai setinggi langit tapi selama ia tidak menulis ia akan kehilangan didalam masyarakat, dan dari sejarah menulis adalah bekerja untuk keabadiaan”.
Dan menjadi benar bukan, ketika saya mengajak teman-teman dan sahabat suluhnusa.com untuk terus menulis agar kita menjadi sahabat keabadian
SALAM HANGAT DARI DALAM PENJARA!!
(SANDRO WANGAK)