
suluhnusa.com – Menanggapi hal ini, Juru Bicara PT Hikam Pius Lengari mengatakan, hal itu terjadi bukan karena BBM langka tetapi terjadi karena adanya pembatasan pengangkutan BBM jenis premium dari Larantuka ke Lembata oleh pihak Syahbandar karena alasan cuaca.
“(Antrean) yang terjadi saat ini bukan karena kelangkaan BBM tapi karena kekurangan pasokan yang disebabkan faktor cuaca,” tegasnya.
Ia menjelaskan, kuota tetap premium untuk Lembata sebanyak 500 kilo liter per bulan dan karena keterbatasan sarana pengangkut dan penyimpanan maka diangkut setiap hari dengan kuota 20 kilo liter per hari. Namun, sejak cuaca memburuk, pihak Syahbandar Larantuka hanya mengizinkan pengangkutan sebanyak 10 kilo liter per hari.
Sementara untuk BBM jenis solar kuota sebanyak 200 kilo liter per bulan dan minyak tanah sebanyak 175 kilo liter per bulan.
“Kuota ini sejak tahun 2014. Kita minta supaya ada penambahan kuota. Penambahan kuota harus atas usulan dari pemerintah,” kata Lengari.
Kuota yang ada saat ini, lanjutnya, sudah tidak memenuhi kebutuhan lagi karena meningkatnya jumlah kendaraan dan tingkat kebutuhan masyarakat. Berdasarkan survei internal yang pernah dilakukan pihaknya pada 2015 di 126 desa, rata-rata terdapat 30 sepeda motor di setiap desa. Dengan demikian, jika dibandingkan dengan kondisi pada 2018, jelas sudah terjadi peningkatan volume kendaraan roda dua yang cukup signifikan. Apalagi, saat ini sudah banyak pula warga di desa-desa yang memiliki mobil pick up.
Dengan demikian, jelasnya, terjadi peningkatan vokume kebutuhan BBM terutama jenis premium, namun kuota yang berlaku masih menggunakan kuota 2014 dengan jumlah kendaraan yang tak sebanding dengan kondisi saat ini.
Soal penjualan BBM bersubsidi kepada perusahaan, ia tak menampiknya. Namun, rata-rata kendaraan perusahaan menggunakan BBM jenis solar. Pelayanan pun diberikan karena kendaraan tersebut menggunakan plat kuning. Sesuai aturan, kendaraan berplat kuning wajib dilayani di APMS atau SPBU.
Ketua DPRD Lembata Ferdinandus Koda mengatakan, pembatasan kuota pengangkutan BBM sudah dibahas dan bupati akan berkoordinasikan untuk bisa menambah kuota pengangkutan. Pembatasan itu dilakukan karena tidak didukung sarana angkutan yang memadai sesuai standar.
Penambahan kuota pengangkutan maupun kuota BBM per bulan untuk Lembata merupakan solusi jangka pendek mengatasi persoalan BBM di Lembata. Namun, perhatian sebenarnya adalah pada rencana jangka panjang yakni menghadirkan SPBU nonsubsidi di Lembata agar kendaraan perusahaan dan pemerintah tidak lagi mengambil jatah BBM bersubsidi yang merupakan hak rakyat. Karena, lebih banyak selama ini BBM bersubsidi diambil pengusaha.
“Bayangkan saja kalau punya mobil sepuluh lalu dia antre sekaligus satu hari. kalau tiap hari maka habis memang BBM bersubsidi,” tegas Koda.
Untuk itu, ia berhatap Pemkab Lembata berpikir menyelesaikan persoalan itu dengan mengusulkan penambahan kuota dan mendorong investor membangun SPBU nonsubsidi dan jika membangun SPBU jelas harus ada depo penampung yang memadai sehingga pemerintah dapat memanfaatkan jober yang sudah ada dengan terlebih dahulu melakukan pengkajian.
Wakil Bupati Lembata Thomas Ola Langodai kepada wartawan di ruang kerjanya mengatakan, persoalan pertama yang menyebabkan pembatasan pengangkutan adalah karena infrastruktur pendukung BBM di Lembata tidak memadai. Persoalan kedua adalah masalah miskomunikasi antara Syahbandar dengan APMS terkait pasokan.
Menurutnya, sebelum pelabuhan dinaikkan statusnya, semua kebijakan masih tetap berlaku seperti biasa. Tapi, sejak pelabuhan dinaikkan statusnya, baru dibuat aturan termasuk soal kapal motor pengangkut BBM yang tak diperbolehkan sandar di pelabuhan penumpang.
Ia mengakui kebutuhan BBM di Lembata sangat tinggi, baik BBM bersubsidi maupun nonsubsidi.
“Rata-rata perorangan, kelompok masyarakat atau pebisnis berharap bukan sol mahal tapi soal ketersediaan. Walau mahal tapi pasokan selalu ada, uang ada. Toh walau sekarang di luat APMS jual di atas harga subsidi masyarakat tetap beli. Prinsipnya BBM ada,” kata Langodai.
Sehingga, lanjutnya, perlu dicari alternatif jika ada investor yang bersedia mensuplay BBM secara memadai walau dengan harga nonsubsidi, namun peluang pasar di Lembata akan tetap ada. Selanjutnya dalam perjalanan waktu baru diatur APMS pengisian oleh siapa saja, dan yang berhak mendapatkan BabM subsidi sedangkan yang lain menggunakan BBM nonsubsidi.
“Sekarang belum bisa ke situ karena semua keroyokan BBM subsidi. Mari diskusikan bersama kalau ada investor yang mau ke Lembata. Saat ini saja ada BBM subsidi tapi di luar itu berlaku harga nonsubsidi dan itu jadi potensi pasar kita,” katanya.
Sementara terkait permintaan agar pemerintah mengusulkan penambahan kuota BBM, Wabup Langodai mengatakan, pemeruntah sudah mengambil langkah menyurati PT Pertamina untuk penambahan kuota. Akan tetapi, terganjal infrastruktur pendukyng BBM. Karena, jika kuota dinaikkan dan pasokan jadi didatangkan, tak ada sarana penampung yang memadai untuk menampungnya.
ia berharap, dari usulan itu, Pertamina meresponsnya dengan membangun infrastruktur kilang, sebab jober yang ada saat ini dari aspek kelayakan tidak memenuhi syarat untuk dimanfaatkan sebab terlalu di dalam kota dan dekat dengan pelabuhan bongkar muat. (sandrowangak)