AMMAPAI, Toleransi dan Ramadhan 2019

Beranda » Humaniora » AMMAPAI, Toleransi dan Ramadhan 2019

suluhnusa.com – Toleransi merupakan salah satu variabel kunci dalam membina dan mewujudkan kerukunan dan inklusi sosial, serta dalam merawat dan membumikan negara Pancasila. Disisi lain kota merupakan unit pemerintahan yang strategis sebagai etalase tata kelola pluralism, heterogenitas dan kebhinekaan di tingkat lokal.

Dan organisasi mahasiswa lokal sebagai sebuah elemen masyarakat wajib menjaga toleransi di Kota Kupang dan NTT secara keseluruhan.

Hal ini dilakukan oleh Angkatan Muda Mahasiswa Asal Ile Ape (AMMAPAI) Kupang, 6 Mei 2019 , pukul 17:36 PM bertepatan di Sekretariat Ammapai Kupang anggota Ammapai menggelar buka puasa bersama.

Ketua umum Ammapai Kupang Raymundus Lima  menjelaskan bahwa Ammapai Kupang merupakan organisasi yang selalu menjunjung tinggi nilai toleransi dan saling menghargai.

“Ammapai Kupang merupakan organisasi yang pluralis dengan beragaman, baik suku, agama maupun Ras. Untuk itu momentum buka puasa bersama ini menunjukan bahwa  Ammapai selalu menjunjung tinggi nilai toleransi”, jelas Ray.

Hal senada juga disampaikan Sekertaris umum Ammapai Kupang Mimi Mariyati di hadapan media ini. Mimi menjelaskan bahwa Ammapai harus tetap terus menjaga nilai-nilai luhur yang diwarisi para pendahulu.

Mimi juga menambahkan bahwa keberlangsungan organisasi akan tetap berjalan lancar apabila kita bisa menyatuhkan perbedaan. ” sehingga Momentum buka bersama kali ini adalah momen mempersatukan perbedaan guna merawat persatuan demi mempertahankan eksistensi Organisasi.

Gala Gergorius salah satu Senior Ammapai Menaruh harapan bahwa hal-hal seperti ini harus terus dilakukan oleh Ammapai.

” Ammapai harus terus menjadi pelopor Toleransi di setiap saat , dan berupaya terus menemboki sikap Intoleran ” Tandas Gala, pemuda yang kerap disapa Anjas.

Apa yanng yang dilakukan oleh AMMAPAI Kupang ini merupakan bagian dari perwujudan karakter manusia NTT yang toleran.

Sebab, SETARA Institute menyelenggarakan survey Indeks Kota Toleran tahun 2018 untuk mendorong praktik dan promosi toleransi oleh kota-kota di Indonesia untuk memberikan insentif sosial bagi kota-kota yang menunjukkan progress dalam praktik dan promosi toleransi.

Kajian dan indexing terhadap 94 kota di Indonesia merupakan yang kedua kalinya dilakukan SETARA Institute dengan memeriksa seberapa besar kebebasan beragama/berkeyakinan, kesetaraan gender, dan inklusi sosial dijamin dan dilindungi melalui regulasi dan tindakan, serta menyandingkannya dengan realitas perilaku sosial kemasyarakatan dalam tata kelola keberagaman kota.

Ketua SETARA Institute Hendardi, memaparkan Indeks Kota Toleran 2018 di Hotel Ashley, Jl KH Wahid Hasyim No 73-75, Jakpus, Jumat, 7 Desember 2018.

Dalam mengukur IKT tahun 2018, SETARA Institute menggunakan kerangka Grim dan Finke yang dimodifikasi dengan variabel lain, yaitu komposisi penduduk berdasarkan agama.

Komposisi penduduk menjadi salah satu para meter dalam mengukur indikator toleransi dalam tata kelola kota karena berkenan dengan tingkat kompleksitas tata kelola keragaman di kota. Ada 4 variabel sebagai alat ukur yaitu : 1). Regulasi Pemerintah Kota. 2). Tindakan Pemerintah. 3).Regulasi Sosial. 4).Demografi Agama.

Adapun 10 kota dengan skor Indeks Toleransi tertinggi adalah Singkawang dengan skor 6.513, Salatiga (6.447), Pematang Siantar (6.280), Manado (6.030), Ambon (5.960), Bekasi (5.890), Kupang (5.857), Tomohon (5.833), Binjai (5.830) dan Surabaya (5.823).

Jakarta sebagai ibukota Negara menempati urutan 92 dari 94 kota dengan tingkat toleransi terendah. 10 kota yang memiliki skor toleransi rendah adalah Subang (3.757), Medan (3.710), Makasar (3.637), Bogor (3.533), Depok (3.533), Padang (3.450), Cilegon (3,420), Jakarta (2.880) Banda Aceh (2.830), Tanjung Balai (2.817).

Wakil Ketua Setara Institut Bonar Tigor Naipospos mengatakan skor hasil penelitian tersebut diukur berdasarkan kejadian dan peristiwa yang terkait dengan toleransi di daerah tersebut, sehingga tidak bisa disamaratakan hasilnya terhadap semua penduduk di kota terkait.

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan masalah toleransi jadi hal yang penting di Indonesia. Sebab, Indonesia tengah menghadapi tantangan berupa radikalisme dan terorisme.

“Ini penting sekali tantangan bangsa ini bukan masalah sandang, papan, pangan. Itu selesailah. Kuncinya adalah tantangan masalah radikalisme dan teroris. Ini ancaman bangsa paling berat sekali,” kata Tjahjo.

Menurut Mendagri, radikalisme itu bukan semata-mata tanggung jawab TNI-Polri. Namun menjadi menjadi tanggung jawab seluruh masyarakat Indonesia.

“Kita harus melakukan perlawanan pada anti-Pancasila. Itulah lawan kita,” ujar Tjahjo.

Kota Kupang diera kepemimpinan Walikota Jefri Riwo Kore patut berbangga, Kupang masuk dalam 10 besar Indeks Kota Toleran. Hal ini terlihat dari tidak ditemukan kebijakan publik yang diskriminatif terhadap kelompok minoritas, karena selama puluhan tahun umat Islam dan Kristen hidup berdampingan di kota dengan semboyan kota kasih.

Hadir dalam penganugerahan penghargaan kota toleran 2018, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, Kepala Pusat Kerukunan Umat Beragama Kementrian Agama, Dr.Syaifudin, Kepala Badan Pembinaan Idiologi Pancasila Prof.Dr.Haryono,M.Pd, Kapolri yang diwakilkan Ketua Satgas Nusantara Mabes Polri Irjen Pol.Gatot Edi Pramono, Plt.Dirjen Pembinaan Pembangunan Daerah Kementrian Dalam Negeri Drs.Edward Sigalingging,MM, Regional Direktur Ford Foundation dan Walikota, Wakil Walikota dan perwakilan dari 10 penerima penghargaan kota toleran 2018. ***

 

igo halimaking

 


Share your love
Suluh Nusa
Suluh Nusa

bagaimana engkau bisa belajar berenang dan menyelam, sementara engkau masih berada di atas tempat tidur.?

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *