MEDIA WLN – Kedatangan 77 orang pelaku perjalanan dari Kupang ke Lewoleba dengan menggunakan KMP Feri Ile Mandiri menghasilkan delapan orang reaktif Rapid Test.
Dan terhadap pelaku perjalanan yang positip rapid tes tersebut, Pemerintah Kabupaten Lembata tidak mengambil tindakan untuk Karantina terpusat. Keputusan untuk tidak mengkarantina pelaku perjalanan itu disebabkan karena para pelaku perjalanan tidak menghargai kebijakan pemerintah dalam memproteksi warga Lembata yang selama ini tidak pernah melakukan perjalanan ke luar daerah.
Bahkan hal ini disebabkan oleh karena pelaku perjalanan yang tidak sabar untuk datang ke Lembata dalam situasi seperti ini.
Hal ini disampaikan Bupati Lembata Eliazer Yentji Sunur kepada wartawan di Desa Katakeja, Kecamatan Atadei saat mengumumkan hasil rapid test terhadap 77 pelaku perjalanan dari Kupang ke Lewoleba.
Terhadap delapan pelaku perjalanan yang reaktif rapid test tersebut, Bupati Sunur menegaskan bahwa mereka tidak dikarantina di rumah karantina Puskesmas Lewoleba di Desa Pada maupun di Puskesmas Balauring di Meru.
“Kita tidak karantina. Mereka akan dikembalikan ke desa dan dikarantina mandiri di desa masing-masing. Kan kita minta Lurah/Kepala Desa bersama Ketua RT nya datang jemput. Karantina di rumah masing masing. Biar kepala desa/lurah bisa merasakan bagaimana repotnya mengurus mereka yang reaktif. Silakan jaga. Kalau tidak jaga dan pantau ya kita pasti jebol juga. Tidak lagi menjadi zona hijau. Ya, jangan salahkan pemerintah,” ungkap Sunur.
Lebih jauh Sunur yang didampingi Anggota DPRD Kabupate Lembata, Piter Bala Wukak dan Camat Atadei, Lambertus Charles membeberkan pihaknya pun tak mau ambil urus jika kepulangan pelaku perjalanan yang reaktif itu bakal ditolak warga.
Langkah tegas itu diambil agar setiap warga bisa meminta keluarganya yang ada di luar untuk menahan diri dan tidak dulu pulang dalam situasi Pandemi Covid-19 ini selama kebijakan Pemkab Lembata masih menutup akses transportasi.
Pemerintah, lanjutnya, sudah cukup besar menggelontorkan anggaran untuk membiayai orang yang dikarantina. Jika semua orang yang positif harus dikarantina terpusat maka anggaran daerah tersedot untuk membiayai mereka.
“Mereka dikembalikan ke desa agar kecamatan dan desa ikut menanggung biaya karantina mereka,” tegas Sunur.
Rapid Gratis tetapi biaya pengobatan untuk yang Positif Swab Mahal
Sebagian dari anggaran Covid-19 senilai 55 Miliar rupiah lebih, telah dipergunakan pada tahap pencegahan. Sisa anggaran tersebut di persiapkan untuk tahapan pengobatan bagi pasien terkonfirmasi Covid-19. Biaya pengobatan bagi satu pasien terkonfirmasi Covid-19 bernilai 105 Juta rupiah per kepala.
Namun, Pemerintah khawatir, kebijakan gratis rapid test bagi seluruh pelaku perjalanan yang masuk ke Lembata, menggerus anggaran covid-19 senilai 55 Miliar rupiah. Bupati Kabupaten Lembata, Eliazer Yentji Sunur pun mendorong perhatian pengusaha dan orang -orang yang peduli Kesehatan di Lembata untuk menggalang donasi untuk membantu pengadaan alat rapid test.
Pada era new normal ini, pemerintah Kabupaten Lembata meniadakan karantina terpusat bagi para pelaku perjalanan. Namun seluruh pelaku perjalanan diwajibkan untuk menjalani rapid test gratis. Adapun pelaku perjalanan yang diketahui reaktif positip rapid test, diwajibkan melakukan karantina mandiri selama 14 hari.
Di sisi lain, Pemda Lembata terus melengkapi fasilitas Kesehatan di RSUD Lewoleba guna menghadapi tahapan pengobatan pasien Korona.
RSUD Lewoleba telah memiliki dua unit BSC
Direktur RSUD Lewoleba, Bernard Yosep Beda, menyebutkan, RSUD Lewoleba telah memiliki dua unit BSC. RSUD juga sudah memiliki alat PCR, sedangkan peralatan Ventilator sedang dalam perjalanan ke Lembata, Kini RSUD Lewoleba menanti Catridge yang dikirim dari kementerian Kesehatan agar test Swab dapat dilakukan di Lembata.
Bupati Kabupaten Lembata, Eliazer Yentji Sunur, Rabu (17/6/2020), mengatakan, memasuki era new normal, pemerintah Kabupaten Lembata menghentikan tahapan pencegahan terhadap wabah covid-19. Kini Pemerintah setempat mulai mempersiapkan pengobatan bagi pasien terkonfirmasi Korona.
“Kita punya anggaran 55 miliar setelah refocusing untuk Covid-19 sebagian sudah terpakai untuk tahap pencegahan, kalau kita pergunakan semuanya, bagaimana kalau ada pasien positip korona. Siapa mau biayai. Anggaran untuk biaya seorang pasien covid-19 adalah Rp. 105 Juta. Ini yang tanggung kan kita,” ujar Bupati Sunur.
Tahapan pencegahan itu antara lain, menutup akses transportasi laut dan udara, meniadakan kegiatan yang mengumpulkan massa, di rumah ibadah dan pasar, rapid test, Karantina terpusat, himbauan menaati protocol Kesehatan dengan menjaga jarak, menggunakan masker, Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir.
Namun pemerintah setempat mempertahankan tahapan pencegahan dengan mengeluarkan kebijakan gratis rapid test bagi pelaku perjalanan dari dalam wilayah Provinsi NTT.
Pemerintah setempat masih mempersiapkan draf edaran bagi pelaku perjalanan dari luar Provinsi Nusa Tenggara Timur dengan memberlakukan bayar biaya rapid test.
Pada era new normal, pemerintah Kabupaten Lembata juga mulai membuka secara bertahap akses laut, pelayaran Ferry. Kapal milik Pelni belum di ijinkan masuk ke Lembata.
Pada pekan depan, Pemkab Lembata juga mulai membuka akses bagi pelayaran rakyat untuk melayani penyeberangan local, dari pulau Lembata-Pulau Adonara dan pulau Flores. Sedangkan aktivitas ibadahpun sudah dibuka, namun khusus bagi umat Katholik, kegiatan ibadah masih menanti keputusan hirarki Gereja Katolik.***
sandrowangak