suluhnusa.com – Guru Kampung Tidak Ingin Makan ‘Apel’ Rusak. Dilahirkan di kampung, sekolah di kampung dan menjadi guru kampung untuk generasi di kampung kampung Flores Timur.
Tulisan ini adalah catatan perjalanan kami ke Kota Malang untuk menimbah ilmu. Kota Malang Kota Apel-Malang Kota Pendidikan. Ini sebuah catatan Guru kampung yang tidak ingin makan ‘apel’ rusak ketika kembali ke kampung di Flores timur sana. Artinya, ilmu dan inspirasi yang didapat selama beberapa hari di Malang menjadi ole ole manis untuk mengembangkan pendidikan di Flores Timur, ole ole Apel Pendidikan.
Catatan awalan, untuk yang kedua kalinya saya ke Kota Malang. Saat pertama kali ke Kota Malang saya terkesan dengan bus wisata atau biasa disebut bus Macito (Malang City Tour).
Bus tingkat dua dengan atap terbuka tersebut mulai dioperasikan Pemkot Malang awal tahun 2015. Bus ini merupakan armada wisata bagi turis mancanegara dan masyarakat lokal dalam menjelajah Kota Malang. Berbeda dengan kota-kota wisata di luar negeri, untuk menikmati Kota Malang menggunakan bus wisata tidak dipungut biaya. Bus itu memang menjadi salah satu layanan Pemkot Malang untuk masyarakat.
Kota Malang merupakan salah satu kota menarik untuk diselami. Secara fisik, kota yang dikitari Gunung Semeru, Gunung Kawi, Gunung Arjuno, dan Gunung Welirang ini memiliki keistimewaan berupa suhu udara lebih dingin dibandingkan dengan kota-kota lain di Jawa Timur.
Sejak masa kolonial, Kota Malang pun dikenal keelokannya dengan aneka taman bunganya. Tak ayal, sebutan Garden City (Kota Taman) pun sempat disematkan untuk wilayah berpenduduk 848.474 jiwa ini.
Karena disebut Kota Taman, Pemkot Malang mencoba memulihkan keindahan kota dengan kembali memperbanyak taman kota dengan aneka bunga. Taman kota dikonsep terbuka sehingga masyarakat bisa mengakses dan menikmati keindahan kota. Alun-alun Bunder (Taman Tugu) di depan Balai Kota Malang, yang semula dipagar, kini dibuka. Saat ini dibangun dua taman terbuka lain, yaitu Taman Alun-alun Merdeka serta Taman Kunang-kunang.
Menariknya, ada beberapa taman kota yang banyak dijadikan tempat berkumpul masyarakat adalah Taman Cerdas Trunojoyo, Taman Tugu, dan Taman Merbabu. Selain sebagai peneduh kota, tiga taman itu juga jadi tempat bermain keluarga disediakan sarana permainan bagi anak-anak, bahkan ada perpustakaan mini, seperti di Taman Cerdas Trunojoyo.
Jika tidak ada perpustakaan mini, akan ada mobil perpustakaan keliling yang siap menemani hari-hari libur keluarga di taman kota itu.
Buku tidak hanya bisa diperoleh di perpustakaan Kota Malang, tetapi juga bisa diakses di taman-taman kota. Ada perpustakaan keliling yang akan bersiaga di beberapa tempat, termasuk taman kota, agar bisa diakses warga.
Sebagai pendukung program baca buku, Pemkot Malang mengoperasikan enam bus sekolah yang disebar ke lima kecamatan di Kota Malang. Enam bus sekolah itu terdiri dari 5 bantuan dari pemerintah pusat dan 1 dari CSR perusahaan. Bus tersebut beroperasi pada jam berangkat dan pulang pelajar. Semua dilakukan agar pelajar bisa mengakses sekolah dengan mudah dan murah.
Dalam proses belajar-mengajar pun, Pemkot Malang mengajak guru membuat materi pembelajaran kreatif dan inovatif. Guru-guru diajari membuat materi menarik di gedung Pusat Sumber Belajar Digital yang berlokasi di Kantor Dinas Pendidikan Kota Malang. Di sana, ada sejumlah komputer dan pemandu teknologi informasi (TI) yang akan membantu guru membuat materi pembelajaran terbaik.
Di pusat belajar digital ini, guru dibebaskan mengakses internet untuk kepentingan pendidikan, sepuasnya. Pusat pembelajaran ini biasanya dimanfaatkan guru-guru yang sulit mengakses internet karena jaringan internet di sekolah kurang mendukung.
Kota Malang hidup dari pendidikan. Setiap tahun, puluhan ribu mahasiswa baru datang untuk belajar di 14 universitas negeri dan swasta di Kota Malang. Mereka berasal dari dalam dan luar Kota Malang.
Malang adalah kota pendidikan, tempat orang mengasah intelektualitas di segala bidang. Intelektualitas tidak datang dengan sendiri. Kecerdasan dibangun bahu-membahu antara masyarakat dan pemda.
Awal cerita, Kisaran Bulan Oktober 2017, via WA kami dihubungi oleh seorang teman, namanya Indra Rinaldi. Ia menawarkan untuk memberi ruang belajar kepada kami di Kota Malang akhir Maret 2018.
Bunyi ajakannya kala itu demikian ” Selamat pagi Mas Maksi, Saya Indra dari Malang. Tanggal 25 Maret 2018 nanti, sekolah tempat saya bekerja akan mengadakan Teachers Training. Saya sudah ngobrol dengan beberapa teman dari sekolah saya dan Komunitas ODOT. Kami berharap, bisa membantu Mas Maksi untuk datang hadir di konferensi tersebut dan bisa berbagi gagasan dengan pendidik lainya se – Indonesia. Kami yakin banyak ilmu baru yang bisa dibawah pulang ke daerah.
Apabilah dana kami cukup, kami berharap Mas Maksi bisa datang dengan satu orang teman yang lainnya.
Apakah kira – kira Mas Maksi bisa datang pada acara tersebut…?
Segera saya jawab ” terima kasih banyak atas ruang belajar yang akan kami dapat nantinya Mas Indra”
Sepanjang ini kami berkomunikasi via WA. Dan hari ini hasil dari komunikasi itu, terealisir. Demikian, manfaatnya berjejaring melalui media sosial untuk mendapatkan kesempatan belajar demi peningkatan kapasitas.
Berkenalan dengan Mas Indra, pada Bulan November 2017. Diperkenalkan oleh seorang sahabat Rofin Daton, saat kami mendapat kesempatan sebagai Narasumber pada prospek kerja Mahasiswa di Kanjuruhan Malang, tentang Literasi.
Belajar dari Dinding Charis Academy Malang
Aktivitas membaca untuk anak anak di Sekolah Internasional Charis Academy Malang sudah menjadi budaya. Selain memiliki perpustakaan dengan desain tempat baca yang menarik dan ketersediaan buku yang lengkap, setiap kelas memiliki pojok baca, dan desain tempat baca masing masing yang kreatif. Bahkan, dinding dinding kelas, tembok sekolah, penuh dengan karya karya anak yang inspiratif.
Waktu pembelajaran untuk anak SD kelas 1- 2 berakhir pada Pkl. 13.30, sementara untuk SD kelas 3-6 dan SMP, SMA berakhir pada Pkl. 14.30. Ada waktu istirahat, ada jam bermain dan ada saat untuk makan siang. Terlihat tidak ada waktu yang dilewatkan begitu saja. Saat istirahat, siswa memanfaatkan waktu untuk membaca, berdiskusi di serambi serambi kelas, dan juga di kantin. Pada titik titik tertentu disiapkan tempat untuk anak menyelesaikan tugas menggunakan laptop. Rata rata anak SMP dan SMA membawa dua tas. Satu tas berisi buku sementara tas yang lainnya berisi laptop.
Pakaian yang dikenakan oleh guru tidak terlalu formal. Bebas dan rapih. Demikian juga untuk siswa pada kelas olahraga dan musik tidak diharuskan menggunakan seragam. Guru guru terlihat sangat bersahabat dengan anak anak, demikian juga sebaliknya.
Dalam bahasa Yunani, Charis berarti anugerah. Sekolah ini memiliki fasilitas yang lengkap mendukung pembelajaran yang kreatif. Pimpinan Yayasan, Kepala sekolah dan guru guru menciptakan kekeluargaan yang luar biasa. Semua warga sekolah sangat betah berada di sekolah ini.
Design Kelas dan Kebutuhan Mata Pelajaran
Sesi ke dua, proses belajar hari ini, kami melakukan observasi kelas, dan melakukan wawancara langsung dengan Guru Mata Pelajaran.
Kesempatan, mengunjungi kelas VIII A. Di kelas ini sedang berlangsung pembelajaran IPA. Ibu guru yang mengajar namanya Ibu Maria Kristina. Tamatan Universitas Pelita Harapan Jakarta ini mulai bekerja di Charis Akedemy sejak 2010.
Materi yang dibawahkan Ibu Maria tentang unsur senyawa dan campuran. Desain kelas sudah disesuaikan kebutuhan mata pelajaran dan materinya. Guru yang mengajar tetap di kelas sesuai mata pelajaran yang diampuh. Siswanya yang berpindah. Ada kelas IPS, Kelas IPA, Kelas Seni, Kelas Komputer, kelas Matematika, selain tersediannya, Lab Biologi, Lab Kimia dan Fisika, Lab Komputer dan lain lain.Uniknya, di sekolah ini tidak ada lonceng atau bel tanda waktu. Siswa dan guru sudah menghafal waktu pergantian les. Pengaturan posisi duduk bebas tidak kaku. Siswa bisa duduk sendiri, bisa juga berkelompok.
Pembelajarannya terkesan santai, tapi serius. Di kelas VIII A, dalam pembelajaran unsur senyawa dan campuran, Ibu Maria memulai dengan menyampaikan tujuan pembelajaran, kemudian menggunakan media televisi menayangkan vedio pembelajaran. Selanjutnya melakukan penegasan pada beberapa hal.
Ada sesi tanya jawab setelah siswa menonton vedio yang ada. Siswa begitu antusias memberi jawaban, juga menyampaikan pertanyaan. Berikutnya, siswa diberi penugasan untuk bagian bagian materi tertentu yang sumber materinya diakses di google. Siswa diberi kesempatan menyelesaikan tugasnya dan langsung diperiksa.
Ada beberapa quis diberikan kepada anak anak diakhir pembelajaran. Di Sekolah Internasional Charis untuk tingkat SMP dan SMA, tidak dikenal soal pilihan ganda. Siswa mengelompokan, mendemostrasikan, melakukan eksperimen dan lain lain.
Mr. Adam dan Empat Ciri Guru Kreatif
Di sesi terakhir sore ini, Workshop Creative Teaching diberikan oleh Mr.Adam. Suasananya tidak formal.Tidak ada acara pembukaan sebelum workshop. Juga tidak ada moderator. Dan waktu yang kami gunakan juga tidak terlalu lama. Singkat saja. Singkat tetapi sangat bermakna dan menginspirasi.
Pria berkebangsaan Australia ini telah mengabdikan dirinya di Indonesia sejak 2014 sebagai tenaga pendidikan di Charis National Academy dengan tugas tambahan memberi workhop, motivasi dan bagaimana menjadi guru kreatif untuk guru guru di Sekolah Internasional Charis Academy, termasuk calon calon guru yang dibiayai oleh pihak Yayasan Charis Academy. Sebelumnya, ia bergiat di Lembaga Perlindungan Anak (LPA).
Bagi Mr. Adam, ada empat (4) ciri guru kreatif diantaranya; selalu mencari solusi dengan cara apapun untuk memenuhi potensi siswanya, percaya diri dan memahami siswanya, tidak menyalahkan siswanya dan selalu membantu, mendampingi siswa siswinya berkembang.
“Di sekolah, kita masih temukan guru mengatakan siswanya bodoh, malas. Siswa terus diposisikan sebagai orang yang bersalah. Bahkan siswa dipukul, dibuat malu. Jika ini yang terjadi, sadar atau tidak sadar, guru sedang menutup kreativitas siswa. Guru kreatif harus bisa menggunakan cara apapun dan potensi yang ada untuk mendukung perkembangan siswa,’ katanya.
Mr.Adam mengatakan, sistem pendidikan di Indonesia mesti terus dievaluasi. Baginya, seorang yang selesai mendapat gelar sarjana namun tidak mampu mendapatkan pekerjaan atau menciptakan lapangan pekerjaan, adalah sebuah masalah yang sedang dihadapi dan harus diselesaikan segera.***
Maksimus Masan Kian