suluhnusa.com_Berbicara mengenai kemanusiaan, merupakan tanggung jawab semua pihak. Namun, dalam pelaksanaannya, belum tentu semua pihak mau terlibat secara aktif.
Pagi itu, Senin pekan kemarin, sekitar pukul 09.00 Wita dengan ditemani awan putih bak salju surgawi, sepasukan berpakaian loreng lengkap dengan peralatannya yang telah dinaikkan ke dalam truck berwarna hijau tua dan walau pun dihantam gigitan mentari yang sedikit nakal, ternyata tak menghambat mereka untuk melakukan aksi kemanusiaan.
Semua mata tertuju melihat mereka. Semua mata pun bertanya, ke manakah mereka akan pergi dengan membawa serta peralatan yang kesemuanya berupa obat-obatan? Tentunya, hanya Tuhan sang pemberi kehidupan yang lebih maha tahu.
Ternyata, dari balik tekad baja itu, tersimpan nilai-nilai kehidupan. Dengan tetap memegang motto kerendahan hati serta kemanusiaan dan sambil memegang tongkat kebesarannya, Dansatgas Pamtas RI-RDTL dari Yonif 742/ SWY, Letkol. Inf. Fransiskus Arisusetio meminta kepada anak buahnya agar segera menaikkan semua peralatan pengobatan yang masih tersisa ke dalam truck, untuk diberikan kepada warga Paroki Santu Antonius Padua Fatubenao, Keuskupan Atambua, Kabupaten Belu, Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Truck hijau tua yang dikemudikan seorang prajurit dan di atas kaca depannya ditempeli Yonif 742/ SWY itu, merayap dari Markas Komando Sesekoe menuju lokasi kegiatan sambil terus menginjak aspal jalanan dengan tetap santun dan tersenyum. Dari wajah-wajah itu, tampak semua prajurit bersemangat dengan dinaiki adrenalin kemanusiaan. Musik pun turut serta membakar agar lebih bersemangat lagi.
Kurang lebih 30 menit perjalanan, akhirnya Dansatgas bersama prajuritnya tiba di lokasi dan langsung memulai aksinya dengan melayani masyarakat. Ada yang mengecek tensi darah. Ada yang memeriksa mulut, mata dan gigi. Ada yang menulis nama mereka. Ada yang berbicara dengan mereka. Ada yang sibuk menurunkan obat-obatan. Dan ada yang menyuntikkan obat ke dalam tubuhnya dengan jarum. Misi kemanusiaan pun dimulai dengan rendah hati.
Sembari berpacu dengan denyut waktu, misi kemanusiaan pun berjalan selama kurang lebih 4 jam. Tak ada yang tak terlayani. Semua beban derita termasuk jenis penyakit pun, telah dibasmi dengan segala macam obat generiknya. Wajah-wajah penderita kembali terang benderang bak bulan menampakkan batang hidungnya pada himpitan dedaunan belas kasihan.
“Ini merupakan misi kemanusiaan yang dilakukan Yonif 742/ SWY selaku penjaga perbatasan. Semua masyarakat atau warga gereja di sini, sudah kami obati dan layani dengan baik. Kami menjalankan misi kemanusiaan sekalian berbagi dengan sesama warga yang tidak mempunyai dana lebih untuk berobat ke Puskesmas atau Rumah Sakit. Sebagai TNI, tentunya punya hati dan belas kasihan. Peluru-nya TNI adalah merawat dan menyembuhkan warga atau masyarakat yang sakit. Perang itu urutan terakhir,” ucap suami dari istri Louisa Maria Teresa ini secara santun dan bersahabat.
“Dengan misi kemanusiaan ini, tentunya warga gereja atau masyarakat di sini telah terbantu. Ini merupakan murni misi kemanusiaan, yang harus diteladani dan diikuti oleh pihak lain. TNI merupakan bagian dari gereja. Gereja senantiasa bekerjasama dengan TNI dalam memanusiakan manusia. Mereka (Satgas Pamtas, red) datang tepat waktunya, disaat warga di sini kekurangan biaya untuk berobat,” tutur Pastor Kepala Paroki Santu Antonius Padua Fatubenao, RP. Andreas Hane SVD meyakinkan. (felixianus ali)