SULUH NUSA, LEMBATA – Hari itu suasana di pemukiman relokasi Tanah Merah terlihat ramai. Dua orang anak muda memikul sprigbad warna hitam bunga bunga melewati lorong tengah hunian warga Desa Waimatan itu.
Lain lagi, ada seorang bapak paruh baya sedang meneliti rak piring aluminium disamping tumpukan kursi. Begitupula seorang pemuda bercelana pendek mengangkat kipas angin dan diletakkan disamping sebuah rumah persis bersebelahan dengan Kantor Desa Waimatan, di Tanah Merah Kecamatan Ile Ape Timur, Lembata, Nusa Tenggara Timur.
Sekumpulan ibu ibu terlihat di bawah tenda sambil mengelilingi seorang yang diketahui sebagai Pendamping Program Bantuan Isi Hunian Kementerian Sosial (Kemensos).
Pendamping itu sedang mencatat beberapa barang barang kebutuhan warga yang belum dibelanjakan dan yang sudah dibelanjakan tapi tidak sesuai dengan kebutuhan.
Beberapa hari sebelumnya, satu mobil dumptruck dan dua mobil pickup terlihat berada di samping Kantor Desa Lamawara memuat sejumlah perabot rumah tangga.
Suasana hiruk pikuk ini terlihat bukan hanya di Tanah Merah tetapi juga di Perumahan Podu dan Perumahan Waisesa.
Ratusan kepala keluarga ini mendapat program bantuan hunian dari Kementrian Sosial Republik Indonesia tahun 2023. Ada 700 kepala keluarga tercatat sebagai Kelompok Penerima Manfaat (KPM).
Sayangnya, bantuan sosial langsung ini dibelanjakan oleh pihak ketiga atau kontraktor yang ditunjuk oleh oknum di dinas Sosial. Oknum ini diduga kuat sebagai broker bantuan sosial. Oknum ini menjadikan bantuan sosial kepada warga korban seroja sebagai proyek untuk menarik keuntungan dan fee dari kontraktor.
Bahkan, dua Kepala Keluarga di Desa Lamawolo mati matian tidak menerima bantuan karena barangnya tidak sesuai dengan kebutuhan yang dipesan.
Kepala Dinas Sosial Kabupaten Lembata, Markus Labi, kepada wartawan di ruangan kerjanya, 18 Desember 2023, ketika disinggung wartawan, ada Oknum di Dinsos yang namanya disebut sebut oleh warga penerima bansos, mengaku oknum tersebut merupakan salah satu pejabat yang bekerja di dinas yang Ia pimpin.
Usia rapat bersama yang dipimpin Asisten I setda Lembata, Irenius Suciadi dan pihak terkait membahas persoalan ini, Markus Labi menegaskan kalau ada broker bansos, nasibnya akan ditentukan oleh hukum alam.
“Saya tulus bekerja dengan hati e. Mudah mudahan tidak ada broker. Kalau ada broker, hukum alam yang menentukan”, tegas Labi.
Nonton :
Markus Labi menjelaskan dalam petunjuk teknis bansos, pihaknya diminta untuk merekrut pendamping. Menunjukan pihak ketiga adalah kebijakan untuk mempercepat proses bantuan karena uang yang dikirim ke rekening warga masing masing masih diblokir oleh pihak Kemensos melalui Bank Mandiri. Pihak ketiga ini bekerja tanpa ada surat perintah atau kontrak kerja. Pendamping yang direkrut dengan menggunakan Surat Keputusan Kepala Dinas itu masing masing bertanggungjawab untuk mengasesment 10 KPM.
Peliknya, perabot rumah tangga yang masuk dalam daftar assesmen dibelanjakan oleh Tony Jems, pemilik Toko Surya Mas, dengan modal sendiri dengan skema harapan, saat pencairan dari kemensos melalui rekening KPM baru dibayarkan ke pihaknya.
Keterlibatan Tony Jems sebagai penyedia ini tanpa ada kontrak, diakui oleh Kadis Markus Labi dan Tony Jems sendiri.
“Kita tidak ada kontrak. Namanya bantuan jadi kita memperlancar prosesnya sejak sosialisasi oleh Kemensos Kita sudah diminta untuk memfasilitasi dan konsolidasi”, Toni Jems.
Hal senada juga disampaikan Kadis Markus Labi. Keterlibatan pihak ketiga adalah kebijakan untuk memperlancar proses bantuan ini.
“Semoga tidak ada pihak yang dirugikan dan diuntungkan”, tutur Markus.
Nilai bantuan per KPM sebesar Rp. 3.000.000 sehingga total bantuanya Rp. 2.1 milyar untuk 700 KPM/KK.
“Kemensos melalui Bank Mandiri memberikan uang Rp 3 juta kepada masing-masing kepala keluarga. Setiap KK juga langsung diberikan buku rekening dan kartu ATM. Uang tersebut dipakai untuk membeli perabotan rumah. Pemerintah juga membentuk tim pendamping sebanyak 70 orang untuk mendata kebutuhan perabotan rumah sampai pada laporan akhir pertanggungjawaban bantuan. Setiap pendamping bertanggungjawab terhadap 10 KK”, beber Jems kepada Wartawan, di PerumahanTanah Merah, 17 Desember 2023, usai membagi perabot rumah tangga kepada 136 KPM di Desa Waimatan
Kepala Desa Waimatan, Onesimus Sili Betekeneng, melalui Kasiepem Mikhael Satri, di kantor Desa Waimatan menjelaskan, data penerima bantuan sosial bersumber dari desa merujuk pada SK bupati bagi KPM penerima bantuan rumah. Jumlahnya 136 KPM untuk Desa Waimatan.
Ditanya soal ada empat KPM yang tidak masuk dalam daftar penetapan dari Kemenaos, Satri dengan lugas menjelaskan data yang dikirim dari desa akan diverifikasi oleh Kemensos dan ditemukan ada identitas dan NIK ganda.
Sebanyak empat Kepala Keluarga yang tidak masuk dalam daftar penerima bantuan yakni Antoninus Bali, Yuliana Kartini, Theresia Tuto Nuho dan Paulus Payong Lewoleba.
Berdasarkan verifikasi data dari Kemensos Bernadus Bali Beda dengan Antonius Bali memiliki NIK sama. Theresia Tuto Gesi dan Theresia Tuto Nuho nama yang keluar atas nama Theresia Tuto dengan pendobelan nik. Yuliana kartini dan Gervasisus Payong Beda, nama yang keluar Gervasius Payong juga pendobelan NIK.
Antonius Bali, Salah satu warga yang tidak menerima bantuan sosial mengaku kecewa pasalnya dirinya menerima bantuan rumah tapi tidak masuk dalam daftar penerima bantuan perabot hunian dari Kemensos.
Camat Ile Ape, Lorens Manuk dan Ile Ape Timur, Niko Watun juga mengaku kecewa karena tidak dilibatkan sejak awal saat sosialisasi program ini.
Keduanya hanya dilibatkan saat ada masalah. Sayangnya saat mereka meminta data assesmen awal agar dapat mengurai persoalan ini bersama kepala desa dan masyarakat pihak dinsos terkesan menutup nutupi.
“Okelah kita menerima bahwa sosialisasi awal tidak melibatkan kami sebagai camat. Bahkan saat assesmen awal juga hanya pendamping dan KPM. Dalam rapat kami sampaikan bahwa data assesment awal ini diberikan kepada kami, tapi tidak juga diberikan. Kita mau menyelesaikan bagaimana? “, ungkap Camat Ile Ape, Lorens Manuk.
Hal serupa disampaikan oleh Camat Ile ape Timur. Mereka bisa menyelesaikan persoalan ini jika ada data assesment awal.
Diduga kuat, oknum broker yang ada di dinas Sosial Kabupaten Lembata kongkalikong dengan para pendamping untuk menutup nutupi data assesment awal ini karena diduga ada mark up harga dalam data assesment awal.
Persoalan ini pun sudah mendapat perhatian dari APH Lembata sesuai pengakuan Markus Labi bahwa dirinya sudah dikonfirmasi oleh pihak Tipikor Polres Lembata sembari berharap agar persoalan ini tidak menjadi masalah hukum di kemudian hari sebab ini soal kepercayaan Pemerintah Pusat untuk korban bencana.
“Lembata adalah Kabupaten rawan bencana. Kita menjaga kepercayaan pemerintah pusat apalagi ini soal bantuan sosial untuk untuk korban bencana”, harap Markus Labi. +++sandro.wangak