“Sejak kami ada, kami selalu mengkonsumsi air asin dan ini berdampak buruk terhadap gigi kami yang berkarat,” Thomas Ola Langoday, Wakil Bupati Lembata.
suluhnusa.com – Tak terbayang rasanya bila mengalami krisis air selama puluhan tahun. Karena air adalah kebutuhan pokok manusia, juga bagi hewan dan tumbuhan. Krisis inilah yang ditanggung warga desa Tagawiti, Kecamatan Ile Ape, Kabupaten Lembata, Flores, Nusa Tenggara Timur.
Namun kini derita itu sudah berakhir. Seperti semboyan iklan di televisi, “Sekarang air su dekat,”. Warga desa Tagawiti tidak lagi berbondong sejauh puluhan kilometer ke Waiau hanya untuk mendapatkan air karena sekarang air sudah bisa diambil di tengah kampung.
Membayangkan puluhan tahun warga Desa Tagawiti, terlebih anak anak sekolah berjalan puluhan kilometer ke Waiau, satu satunya sumur yang ada di desa tersebut dan letaknya jauh dipantai. Selain itu, karena air adlah kebutuhan maka warga Desa Tagawiti harus rela membeli air yang dijual orang lain menggunakan mobil pick up keliling dan mobil tangki.
Krisis air di Desa Tagawiti ini juag diakui oleh Wakil Bupati Lembata, Thomas Ola Langoday. Langodaay bahkan jujur mengakui dirinya sebagai putra kelahiran Tagawiti, sejak masih rahim sudah mengkonsumsi air asin.
“Sejak kami ada, kami selalu mengkonsumsi air asin dan ini berdampak buruk terhadap gigi kami yang berkarat,”kata Thomas Langoday.
Krisis air di desa Tagawiti akhirnya bisa berakhir. Tahun 2018, Bersama Program Pansimas kepala desa Tagawiti, Ismail Unu bersama masyarakatnya pada tahun nekad dan berani mengambil langkah membangun infrastruktur jaringan air tanpa terkoneksi dengan sumber air. Di desa Tagawiti jaringan air minum dibangun sampai pemasangan kran dan meteran di rumah-rumah warga di desanya.
Pembangunan Jaringan air minum tersebut kini telah rampung dan akan mulai dinikmati masyarakat yang seremonial pengresmiannya ditandai dengan Pemutaran kran air di samping kantor desa Tagawiti oleh Wakil Bupati Lembata Thomas Ola dalam kunjungan kerjanya bersama pimpinan OPD ke desa tersebut, Kamis, 28 Pebruari 2019.
Kepala Desa Tagawiti Ismail Unu menyatakan, apapun yang terjadi kebutuhan dasar masyarakat berupa air bersih harus terpenuhi.
“Saya terinspirasi bersama Program Pansimas dan pandimpingan dari petugasnya. Kami kuat dengan Alokasi dana 350 Juta dari APBDII, kami sepakati untuk berswadaya murni senilai 20 juta dari masyarakat lalu swadaya dari aspek tenaga kerja senilai 80 juta hingga total biaya mencapai 550 Juta,” tuturnya.
Ismail Unu menjelaskan pihaknya sudah merencanakan untuk membeli mobil tangki untuk memasok air dalam bak reservoar atau bak penampung sebelum alirkan kekeluarga secara bergilir setiap hari.
“Dengan adanya meteran pada setiap kran, tiap kepala kelurga akan berkontribusi sesuai volume pemakaian air dan hasilnya mudah-mudahan bisa terus berjalan agar pelayanan pada masyarakat terus ada,” harapnya.
Anggota DPRD Lembata Hasan Baha,SE di Tagawiti menyatakan ini adalah kenekatan Kepala desa dan jajarannya mengambil langka berani untuk membangun jaringan air minum tanpa terkoneksi dengan jaringan sumber mata air.
Menurutnya upaya ini merupakan langka maju dalam pemerintahan desa mendukung kebijakan daerah mengatasi kesulitan sumber air bersih di 5 desa di Kecamatan Ile Ape.
Ia merincikan pada tahun 2018 bersama pemerintah Kabupaten Lembata telah disepakati dana dari APBD II senilai 350.juta untuk membangun jaringan air minum di desa Tagawiti.
“Telah disepakati juga untuk menyambung jaringan pipa air dari sumber di Kecamatan Atadei, senilai 3 miliar di tahun 2018, dan saat ini telah di sepakati penambahan dana dana dari APBN senilai 3,9 miliar pada tahun 2019 dan akan ditambah 3 miliar lagi yang diperkirakan sudah sampai di desa Petuntawa,” jelas Hasan Baha.
Ia mengharapkan dalam kemitraan dan sinergitas antara Pemerintah dan Lembaga DPRD akan dialokasikan dana lagi untuk membangun jaringan sampai di Tagawiti dan 5 desa di tanjung.
Wakil Bupati Lembata Thomas Ola dalam arahannya menegaskan masalah kesulitan air minum bagi masyarakat bukan saja jauh tapi memang dari dulu sumber air itu tidak ada.
“Sejak kami ada, kami selalu mengkonsumsi air asin dan ini berdampak buruk terhadap gigi kami yang berkarat,”kata Thomas Langoday.
BACA JUGA :
Kami Orang Ile Ape, Bergigi Kuning
Menurut Wabup Ola, keberanian untuk memulai membangun bak penampung dan saluran air menuju rumah warga walaupun tanpa ada jaringan sumber air ke sini adalah sebuah inovasi dan keberanian untuk keluar dari masalah.
“Airnya dekat namun sumbernya masih jauh, di Waimuda, di Lite dan Kalikasa,” ungkapnya.
Yang terpenting kedepan menurut Wabup Ola adalah bagaimana merawat jaringan. Dicontohkannya, kadang pipa itu patah butuh biaya Rp. 100.000 saja terkadang tidak diperhatikan sehingga akibatnya tidak berfungsi lagi seluruh jaringan yang bernilai 1 miliar.
“Manajemen harus berjalan, ada sejumlah biaya operasional harus terus keluar agar air terus terisi supaya dialirkan. Dengan demikian mari kita berkontribusi dengan iuran setiap bulan agar jaringan bisa terawat,” ajaknya. Akhirnya, Orang Tagawiti Bisa Minum Air, Tanpa Sumber Air
sandro wangak
m.molan