MEDIA WLN – Rencana Pemerintah Kabupaten Lembata, NTT mempercantik Pulau Lembata dengan mega proyek Awololong atau Pulau Siput akhirnya gagal total. Sebab Perusahaan yang memenangkan tender mega proyek ini sudah di PHK.
Dan kisah tentang Awololong memasuki babak baru. Tersandung masalah hukum. Kepolisian Polda NTT setekah didesak banyak pihak,proses hukum terhadap dugaan korupsi mega proyek destinasi wisata Awololong di Kabupaten Lembata tetap berjalan. Polda NTT setelah melakukan pulbaket, penyelidikan dan kini masuk dalam pernyidikan terhadap proyek yang diduga merugikan negara hingga miliaran.
Hal ini mendapat tanggapan dari Bupati Lembata, Eliazer Yentji Sunur. Di temui wartawan di Pulau Meko, 14 Juni 2020, Bupati Sunur menjelaskan, pemerintah Kabupaten sudah tepat menjalankan semua proses sesuai dengan aturan yang berlaku.
“Siapa bilang pemerintah gagal ? yang gagal itu kan mereka yang menyebarkan isu. Kita juga tidak melarang orang untuk tidak menyebar isu. Jangan sampai isu tersebut menjadi penghambat laju pembangunan daerah,” ungkap Sunur.
Ketika ditanya suluhnusa.com, bahwa berkunjung ke Pulau Meko adala bagian dari pengalihan isu Awololong Sunur menampik kunjungan ke Meko tidak ada hubungannya dengan Awololong. Baginya, Meko adalah meko. Dan Awololong adalah awololong.
“Isu apa. Inikan wilayah lain. Orang rilex. Orang Wisata. Awololong ya tetap Awololong. Tidak ada pemindahan isu. Polemik Awololong ya polemik Awololong. Nanti kita ke Jakarta juga orang bilang kita alihkan isu. Isu silakan. Kita tidak bisa bilang kamu jangan sebarkan isu. Yang penting isu jangan menghambat laju perkembangan pembangunan daerah,” tegas Sunur yang juga Ketua DPD II Golkar Lembata ini.
Sunur lebih jauh mengungkapkan, pemerintah sudah tepat mengambil langkah dalam melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap kontrator pelaksana.
“Kita sudah tepat melakukan PHK terhadap kontraktor. Kan kita suda PHK. Jeti dan segala fasilitasnya menjadi milik pemerintah. Pemerintah mau apakan itu asset ya tergantung pemerintah sebagai pemilik,” ungkap Sunur.
Sunur lalu mengatakan soal proses hukum sudah ditangani oleh Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Timur. Dia pun mempersilakan pihak kepolisian untuk melakukan proses hukum sesuai aturan hukum yang berlaku di Indonesia. Dan Sunur pun menampik, dirinya tidak akan melakukan intervensi terhadap kinerja polisi dalam melaksanakan proses hukum kasus Awololong.
“Ya silakan. Kita tidak akan intervensi. Silakan proses sesuai aturan hukum yang berlaku. Siapa melanggar hukum tentu diproses secara hukum. Kenapa repot repot. Orang yang melanggar hukum akan dihukum,” ungkapnya sembari menambahkan bicara hukum tentu bicara bukti dan fakta. Sejauh ada bukti dan fakta yang mendukung, Sunur mempersilakan Pihak kepolisian untuk melakukan proses hukum.
Proyek Awololomng selain diduga merugikan negara juga Proyek pembangunan Jeti, Kolam Apung dan Fasilitas lainnya serta Pusat Kuliner di pulau Siput Awololong tidak memiliki kajian Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL). Proyek ini hanya menggunakan UPL/UKL sebagai dasar penerbitan ijin lingkungan.
Hal ini dibenarkan Kadis Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu propinsi (PTSP) NTT, Marsianus Jawa, beberapa waktu lalu.
Menurut Marsianus, dasar penerbitan Surat Keputusan Nomor: 669/14/DPMPTSP/2019, adalah rekomendasi Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL) dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Propinsi NTT.
Disinggung soal kunjungannya ke Meko yang secara geografis dan topografi sama dengan Awololong yakni sebuah pulau yang terdiri dari pasir timbul di tengah laut, Sunur menjelaskan dirinya sebaga Bupati dan juga pengusaha melihat Pulau Mko sebagai sebuah potensi wisata. Membangun wisata tidak mengenal wilayah sejauh saling menguntungkan.
“Saya berkunjung sebagai Bupati Lembata dan pengusaha. Saya sebagai pengusaha melihat ini sebagai potensi wisata. Dimana saja orang bisa melakukan investasi pariwisata. Orang lembata bisa membangun dan melakukan investasi pariwisata di wiayah Flores Timur. Begitupula sebaliknya. Orang Flores Timur bisa melakukan investasi pariwisata di wilayah Lembata. Ini namanya bisnis,” ungkapnya.
Selain itu, Sunur menjelaskan, sebagai Bupati Lembata, kehadirannya ke Dusun Meko, Desa Pledo, Kecamatan Witihama, berkaitan pembukaan trayek pelayaran rakyat baru yang akan menghubungkan, Lewoleba-Waiwuring-Solor. Trayek tersebut akan dilayari kapal milik Pemda Lembata.
“Saya kan masih jabat Bupati. Bupati kan tidak boleh berbisnis. Tapi bisnis dengan memakai uang pribadi kan boleh.sebagai Bupati, kita akan melakukan komunikasi dengan pemerintah Kabupaten Flores Timur. Ya bisa dua duanya (pengusaha dan bupati) sambil melihat lihat peluang,” ungkap sunur.
Selain itu, Bupati Sunur beserta jajaran Pemerintah Daerah Kabupaten Lembata menjajaki kerjasama pengembangan pariwisata yang menguntungkan di Kawasan Meko.
Menurut Bupati Sunur, penjajakan kerja sama dengan Pemkab Flotim di wilayah Meko akan di lakukannya dalam Presentasi di hadapan pemerintah Kabupaten Flotim.
“Saya sudah lihat. Saya sudah tanya ke beberapa nelayan tadi. Berapa tinggi gelombang. Pasang surut pasang naik. Kita bisa memanfaat view ini,” ungkapnya.
Pemerintah Kabupaten Lembata memiliki tiga unit kapal laut, masing-masing KM Banawa Nusantara 109 dan KM Katamaran melayani trayek Lewoleba – Waiwuring (Adonara) – Pulau Solor di Kabupaten Flores Timur. Satu kapal lagi, KM Katamaran akan melayani trayek Lewoleba – Pulau Siput Awalolong.
Bupati Sunur menuturkan bahwa pihaknya juga akan mengembangkan kerjasama wisata dengan destinasi premium Labuan Bajo, Manggarai Barat.
“Ya, Kapal Phinisi ‘Aku Lembata’ akan melayani trayek Labuan Bajo. Kita akan bangun kerja sama dengan pengelola di Labuan Bajo soal ini”, pungkasnya.
Dan Meko adalah salah satu trip perjalanan phinisi milik pemerintah Kabupaten Lembata dari Labuan Bajo entry gate ke Lembata. Lembata menjadi pelopor link pariwisata. Labuan Bajo sebagai entry gate pariwisata dan Lembata menjadi pelopor link pariwisata dengan dua kapal Phinisi yang dimiliki oleh Pemda Lembata.
“Dikatakan bahwa strategi ini akan mendorong para pengusaha angkutan untuk terlibat dan membeli kendaraan sendiri. Kendaraan wisata Pemerintah Daerah hanya sebagai pemicu agar masyarakat terlibat langsung dalam pengembangan sektor transportasi wisata, jelasnya. ***
sandrowangak