“Jadi yang buat ceremoni itu sudah salah semua. Mereka sudah salah karena bukan satu dua suku yang berasal dari Awololong,” Philipus Muli Uak.
suluhnusa.com – Aksi dukungan terhadap pembangunan Jeti dan Kolam Apung di Awalolong mendapat tanggapan dan penolakan dari berbagai pihak.
Salah satu pihak yang tegas menolak adalah sesepuh adat Desa Baolangu, Philipus Muli Uak. Menurut Muli Uak, yang ditemui, 26 Februari 2019, sehari sebelum aksi dukungan yang dilakukan Komunitas Masyarakat Adat Desa Baolangu, yang digelar 27 Februari 2019, bahwa Awalolong itu milik banyak suku yang tersebar di Lembata, Adonara, Larantuka dan Solor.
“Awalolong itu milik banyak suku di Lamaholot yang tersebar bukan saja di Lembata tetapi juga di Solor, Adonara dan Larantuka Daratan,” ungkap Muli Uak kepada Yohanes Kia Nunang yang menghubungi suluhnusa.com, 27 Februari 2019 malam.
Atas klaim beberapa suku terhadap kepemilikan Awalolong dan melakukan seremonial Adat untuk pembangunan Jeti dan Kolam Apung, menurut Muli Uak, adalah tindakan sepihak dan akan berurusan dengan leluhur.
“Siapapun yang membuat ceremoni di Awololong, resiko tanggung sendiri. Dia akan berurusan dengan leluhur Awololong. Karena leluhur Awalolong bukan milik satu suku tetapi ada banyak suku yang memiliki keterikatan batin dan sejarah dengan Awalolong,” ungkapnya.
Untuk itu, dirinya sebagai sesepuh dan salah satu tua adat Desa Baolangu menyatakan menolak pembngunan Jeti dan Kolam Apung.
Lebih jauh Muli Uak yang didampingi sesepuh adat yang lain saat itu, menyatakan alangkah lebih baik apabila, Pemerintah Kabupaten Lembata menjadikan Awalolomg sebagai cagar budaya sehingga benar benar terlindungi.
Muli Uak menegaskan Awololong itu bukan satu atau dua suku saja tetapi banyak suku dalam rumpun suku Lamaholot.
“Jadi yang buat ceremoni itu sudah salah semua. Mereka sudah salah karena bukan satu dua suku yang berasal dari Awololong,” ungkapnya tegas.
Hal senada juga disampaikan sesepuh lain, Yoseph Itong Wuwur. Menurut Itong Wuwur, aksi dukungan yang dilakukan oleh Komunitas Masyarkat Adat Baolangu bukan bukan merupakan sebuah keputusan adat.
“Biarkan mereka aksi memberikan dukungan. Mereka yang demo pro pembangunan di Awololong biarkan saja dan itu hanya satu dua orang yang dukung dan mereka bukan bagian dari kami. Untuk kita yang tolak ini untuk tetap satu hati, kita serahkan saja pada Leluhur Awololong Lewotana untuk bisa melihat semua ini. Jangan kita halangi dengan kekerasan karena kita masih punya adat,” ungkap Itomg Wuwur.
Penolakan terhadap aksi dukungan yang membawa Komunitas Masyarakat Adat Desa Baolangu disuarakan bukan hanya oleh Philipus Muli Uak dan Yoseph Itong Wuwur tetapi juga disuarakan oleh Rufus B. Uak, Aloysius Tou’or, Konstantinus Tou’or, dan Martinus R. Uak dalam pertemuan terbatas dengan Yohanes Kia Nunang, 26 Februari 2019 di rumah Philipus Muli Uak. Mereka semua adalah sesepuh adat Desa Baolangu.
Sementara itu dalam pernyataan sikap Komunitas Masyarakat Adat Desa Baolangu dalam aksi dukungan yang digelar 27 Februari 2019 mengklaim suku Ata Ujan dan suku Ata Wuwur adalah Enaj ekan Alap dan Lewu enaj Alap di Awololong yang sesuai hukum adat Lewokukung Blolu Blurek Baolangu merupakan satu kesatuan masyarakat adat yang tidak terpisahkan dengan desa Lite Ulumado, Nubamado dan Lewoleba gambar dalam berbagai urusan dan menjadi mitra pemerintah dalam mendukung program pembangunan di kabupaten Lembata yang bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat lembata.
“Bahwa seremonial adat yang di lakukan suku Ata Ujan di Awololong telah mendapat restu dari leluhur nenek moyang melalui Ata Milan dengan menghadiri leluhur kami Magu Nara Bedan yang menyatakan bahwa Awololong itu sama dengan Lewu Okim/Enaj Kepuser yang merupakan manifestasi dari Lewu Awolong, dan oleh karena itu siapapun atau suku apapun tidak boleh melakukan ritual adat kecuali suku Ata Ujan Baolangu,” ungkap Gory Alexander, oknum PNS Kantor Camat Ile Ape yang diduga menimggalkan tugas demi demontrasi mendukung pembangunan Jeti dam Kolam Apung yang membacakan pernyataan sikap saat aksi digelar.
Dalam dokumen tersebut, tercantum 17 suku yang menamakan diri sebagai komunitas masyarakat adat Desa Baolangu. Dari 17 suku yang ditulis ada empat suku yang tidak menandatangani yakni Suku Lamablolok, Suku Ata Iku, Suku Demomg Or dan Suku Peni Rewot Or.
Sementara tiga belas suku yang lain yakni Suku Ata Ujan, Suku Ata Wuwur, Suku Langobelen, Suku Tena Uak, Suku Lolong Nama Wutu, Suku Langowejak, Suku Kwadaten, Suku Melu Elam, Suku Unarajan, Suku Lebangun, Suku Bala Or, Suku Tou Or dan Suku Kalang membubuhkan tandaangan tanpa ada nama yang menandatangani dokumen tersebut.
Selain itu, pernyataan sikap yang dibacakan oleh Gory Alexander, seorang PNS di Kantor Camat Ile Ape saat aksi tersebut memuat 14 pernyataan sikap menyebutkan pihaknya sebagai mitra pemerintah yang memberikan dukungan secara tulus atas pembangunan Jeti dan Kolam Apung di Awalolong.
BACA JUGA :
Ali Kedang : Kami Berhak Mendukung dan Mereka Yang Menolak Silakan Menolak
“Kami keempatbelas suku yang ada di Baolangu dengan tegas menyatakan dukungan kepada Pemerintah Kabupaten Lembata untuk meneruskan pembangunan di Awalolong,” tulis mereka dalam Pernyataan sikap point kedua.
Pada point kesepuluh mereka menyatakan sikap bahwa kami suku Ata Ujan sesuai adat dan budaya yang kami miliki dengan ini menegaskan kepada pemerintah Kabupaten Lembata bahwa seremonial yang kami lakukan hanya untuk melaksanakan pembangunan sampai selesai dan apabila pelaksanaan pembangunan tidak sampai selesai maka hal hal yang terjadi akibat dari kegagalan atau tidak menyelesaikan pekerjaan tersebut menjadi tanggungjawab pihak pemerintah dan kontrator pelaksana.
Diakhir surat pernyataan itu Kepala Desa Baolangu, Ignasius Ulong Uak juga ikut membubuhkan tandatangan bersama Willem B Wuwur sebagai Ketua Lembaga Adat. Selain itu ada nama Ketua BPD Yohanes Rame Langobelen, tapi tidak ikut menandatangani dokumen pernyataan tersebut. ***
sandro wangak