
suluhnusa.com – Pemerintah Kabupaten Lembata, dinilai melakukan tindakan intimidasi dan diskriminatif terhadap warga Desa Dikesare. Penilaian ini terkait surat yang dikeluarkan oleh Bupati Lembata, Eliazer Yentji Sunur melalui dua instansi berbeda.
Surat pertama dari Plh. Bupati Lembata bernomor DPMPTSPK/45/III/2018 tanggal 01 Maret 2018 tentang pemberitahuan membongkar bangunan Madrasah dan surat dari Kepala Dinas pekerjaan umum penataan ruang dan perhubungan Kabupaten Lembata, Nomor : PU.600/478/II/2018 tanggal 28 Februari 2018 tentang peringatan mendapat kecaman dari Lingkar Muda Lembata (Lingkarmata).
Ketua Umum Presidium Lingkarmata, Midun Husein Ratuloli ketika menghubungi suluhnusa.com, 12 Maret 2017 mengatakan Lingkar Muda Lembata (LINGKARMATA) mengecam Rencana Penggusuran Yayasan Afro- Alghafiriyyah Oleh Pemda Lembata.
Menurut Ratuloli, dalam Prembule UUD 1945 telah sangat jelas bahwa salah satu cita-cita kemerdekaan bangsa Indonesia adalah untuk mencerdaskan Kehidupan Bangsa.
“Konsekuensi logisnya adalah bahwa negara dalam hal ini Pemerintah Daerah Kabupaten Lembata harus memfasilitasi agar pendidikan dapat dinikmati oleh seluruh rakyat Indonesia dalam hal ini anak-anak Desa Dikesare Lewolein kecamatan Lembatukan Kabupaten Lembata,” ungkap Ratuloli.
Atas tindakan ancaman melalui surat Pemda Lembata kepada Yayasan Afro- Alghafiriyyah agar segera menghentikan aktivitas pembangunan madrasah selama 7 kali 24 jam adalah sebuah kebijakan dan tindakan politik pemerintahan yang bertentangan dengan amanat Konstitusi dan cita cita kemerdekaan.
Lebih jauh, Ratuloli menjelaskan maju dan mundurnya pembangunan Daerah tergantung pada bidang pendidikan. Kemudahan dalam mengakses pendidikan membutuhkan peran Pemda sebagai jembatan yang menghubungkan antara masyarakat dan pihak yang berkolaborasi dengan pemerintah dalam membangun kualitas pendidikan seperti yang dilakukan Yayasan Arfo Alghafiiyyah, bukan malah menjadi agen pihak tertentu untuk mengagalkan pendirian lembaga pendidikan tersebut.
“Ancaman penggusuran oleh Pemda Lembata adalah satu kesalahan dan bertentangan dengan cita-cita kemerdekaan serta otonomi daerah. Pemda Lembata seharusnya tidak sewenang-wenang mengambil keputusan seperti yang dilakukan baru baru ini,” kecam Ratuoli.
Untuk itu, tindakan Pemda Lembata terhadap Yayasan Afro Alghafiriyyah yang punya niat tulus membangun saran prasarana pendidikan di Desa Dikesare Lewolein, menurut penilaian Ratulaoli anggap sebagai tindakan yang diskriminatif, intimidatif dan represif pemerintah terhadap masyarakat.
Bahwa pendirian Madrasah Ibtidaiyah dan Madrasah Aliyah Di Desa Dikesare Lewolein Kabupaten Lembata NTT oleh yayasan Al-Gafiriyyah adalah atas kehendak masyarakat setempat yang merindukan sebuah pendidikan yang berbasis agama guna membina iman dan taqwa sebagaimana termaktub dalam pasal 28C ayat (1) UUD 1945 dan pasal 3 UU Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional.
sebenarnya kehadiran Madrasah ini memiliki cerita tersendiri. Madrasah yang lahir di bumi Lembata ini merupakan suatu perjuangan besar bagi para pendahulu, akan tetapi cerita ini kembali menjadi sebuah bencana besar yang mengejutkan bagi masyarakat Desa Dikesare Lewolein Kab. Lembata Prov NTT dikarenakan kebijakan Pemerintah daerah atas rencana pembongkaran yang akan dilakukan nanti.
Represifitas atas masyarakat Desa Dikesare Lewolein dan Yayasan Afro Alghafiriyyah ini kami anggap sebagai tindakan yang berlawanan dengan keinginan dan kebutuhan masyarakat setempat dalam mendapatkan haknya sebagai warga negara sebagaimana tercantum dalam pasal 31 ayat (1) UUD 1945 bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan yang layak.
“Dan, perlu dicatat bahwa kehadiran pendidikan bagi masyarakat Dikesare Lewolein merupakan bagian dari pemenuhan kebutuhan akan hak untuk mendapatkan pendidikan yang baik, layak dan bermutu. jadi kami berharap Pemda yang sewenag-wenang. Jangan dibongkar hanya untuk kepentingan elite pemerintah,” tegasnya.
Berdasarkan ancaman penggusuran pemerintah ini, kami anggap bahwa pemerintah telah melakukan pembatasan terhadap hak setiap warga negara untuk mengecap pendidikan. Untuk itu, kami Lingkar Muda Lembata (LINGKARMATA) mengecam dan akan mengajak seluruh elemen masyarakat dan pemerhati pendidikan untuk melawan tindakan pemerintah ini apabila Pemda masih bersikukuh membongkar paksa.
Terkait kecaman dan pernyataan Lingkarmata ini sampai dengan saat ini belum ada tanggapan dari pihak pemerintah Kabupaten Lembata. Wartawan suluhnusa.com, meminta konfirmasi dan pernyataan dari Wakil Bupati Lembata, Tomas Ola Langoday melalui pesan WhatsApp juga tidak ditanggapi. Sampai berita ini ditulis, pesan WhatsApp yang dikirim kepada Wakil Bupati Lembata terbaca tetapi belum memberikan jawaban.***
sandrowangak


