Fajar Band Dan Martabat Perantau

suluhnusa.com – Malaysia adalah rahimnya para perantau asal Flores dan NTT pada umumnya. Bagi orang Flores, merantau sudah menjadi sebuah budaya.

Selain konser amal, Faar Band sesungguhnya memiliki tugas mulia ketika berada di Lahadatu Sabah Malaysia. Mereka juga mengunjungi beberapa sanak famili keluarga perantau asal NTT di Camp Camp Perantau.

Sebelum konser mereka mengunjungi para perantau, sekedar melepas rindu, menanyakan kabar dan juga ingin elihat dari dekat kehidupan para perantau.

Tujuannya adalah mereka membawa pesan agar walau hidup enak di tnah rantau tetapi kampung halaman sebagai tanah lahir tidak boleh dilupakan.

Sebab perantau yang bermartabat adalah mereka yang senantisa rindu kampung halaman dan sesekali memberi kabar bagi sanak keluarga di kampung.

Hal sederhana memang, tetapi pesan Fajar Band ini sesunggunya pesan penuh makna yang mengangkat harkat dan martabat para perantau.

Beda perantau Tionghoa, beda perantau Madura, beda pula perantau Bali. Beda lagi dengan perantau Flores, Timor, Sabu, Rote dan Lembata. Jika pada etnis Tionghoa dan Madura, merantau ibarat tradisi, hal yang juga berlaku untuk orang Flores. Merantau sudah menjadi sebuah tradisi.

Fajar Band ketika mengunjungi Camp Perantau di Lahadatu.[foto:venta]

Di Flores, budaya merantau pun kian lekat di masyarakat. Hampir pasti kbanyakan oang Flores dan NTT merantau ke Kalimantan atau Sulawesi, dan daerah lain. bahkan ke luar negeri. Ada yang di Hongkong, Taiwan, China, Malaysia dan lain lain.

Dalam tataran khidupan orang Flores, ada perbedaan pola hidup dan peningkatan status sosial. Banyak sarjana Flores hasil dari uang perantau. Banyak rumah rumah tembok berdiri megah di pelosok kampung, itu juga hasil dari uang merantau.

Hal ini juga sudah menjadi suatu kebiasaan atau tradisi bagi sebagian dari kita dan kebanyakan dari orang orang di Flores. Tentunya dengan berbagai alasan dan berbagai latar belakang yang berbeda pula misalnya: masalah ekonomi (tuntutan hidup yang memaksa ), masalah keluarga (masalah rumah tangga ) -latar belakang keluarga yang tidak mendukung.

Dari beberapa problema di atas bisa di jadikan sebuah alasan kongkrit menjejaki langkah menuju negeri perantau. Merantau bukan perkara sederhana, karena kita merantau juga harus punya alasan yang kuat, harus juga mempunyai persiapan yang benar matang bahkan harus mampu beradaptasi dengan jejak baru kita.

Benjamin Disraeli, menyebutkan, manusia tidak di ciptakan oleh keadaan, keadaanlah yang diciptakan oleh manusia.

Ada banyak jenis perantau yang kita kenal. Di antaranya, perantau karena tugas, perantau dengan kesadaran ingin mengubah nasib, perantau karena teman/saudara, dan perantau ”bonek” alias modal nekat. Namun apa pun dalih merantau, secara psikologis posisi perantau mendatangkan semangat survival yang lebih besar. Selain itu, posisi sebagai perantau juga menumbuhkan semangat solidaritas atau loyalitas antarsesama daerah yang kental.

Lalu kita ambil contoh kecil nya saja dari Indonesia Bagian Timur, Orang Flores, semangat sukses yang telah di buat oleh para perantau untuk kampung halamannya , lewat berjuang menyekolahkan anak -anaknya hinggah menjadi sarjana yang tulen.

Betapa semangat para Perantau ini berjuang demi sukses anak dan sanak family. Merantau identik dengan kesuksesan. Banyak orang yang akhirnya bisa punya kehidupan yang lebih baik setelah mantap memutuskan untuk merantau.

Untuk itu, sekedar motivasi untuk mereka yang ingin merantau agar memperhatikan hal hal ini, demikian sari kata Fajar Band ketika berbincang bincang dengan para perantau, Pertama, Jangan lupakan tujuan utama kita merantau dengan kata lain Fokus ketika merantau, Kedua, Luwes dalam bergaul tetapi Hati hati dalam membuka pergaulan, Ketiga, Lebih berhemat dan lebih cerdas mengatur keuangan, Keempat, mengembangkan apa yang sudah di pelajari, Kelima, Berpikirlah untuk memanfaatkan apa yang kita pelajari untuk membuka peluang pekerjaan baru ketika sudah waktunya untuk pulang ke kampung halaman.

Sebab, ketika memutuskan untuk merantau dalam benak selalu berkata- pergi untuk masadepan dan pulang untuk masadepan. Inilah martabat perantau dipertaruhkan.***

[sandrowangak & fani stefani]

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *