suluhnusa.com_Karena tak ada pelabuhan laut di Pantai Utara Flotim, mengakibatkan komoditi yang dijual masyarakat dan dibeli pengusaha Sika, berlabelkan Sikka ketika dijual ke luar daerah.
Masyarakat di sepanjang Pantai Utara (Pantura) Kabupaten Flores Timur meminta kepada pemerintah untuk membangun pelabuhan di wilayah mereka
Sebab, tanpa pelabuhan laut di Pantura mengakibatkan hasil komoditi warga Pantura dibeli oleh pengusaha dari Maumere Kabupaten Sikka dan menjual keluar ke Surabaya dan Makasar dengan label Sikka.
Wilayah Pantura memiliki beberapa komoditi unggul diantaranya pisang, mente dan kelapa. Hasil komoditi ini, oleh warga dijual murah kepada pengusaha asal Sikka yang datang melalui jalan darat dan juga melalui laut dengan perahu motor.
Harga selalu dibawah standar karena ditentukan oleh pengusaha. Warga tak berdaya menahan hasil komoditinya berlama –lama dengan tawaran menurut mereka. Saat pengusaha tiba, dengan tawaran harga berapapun warga langsung menjualnnya, karena terdesak kebutuhan ekonomi.
Membangun pelabuhan di Pantura semestinya menjadi target yang starategis untuk pengembangan perekonomian di Kabupaten Flores Timur (Flotim) karena wilayahnya sangat cocok dalam memperlancar mobilisasi komoditi dari Flotim untuk dijual keluar ke Surabaya, Makasar, dan wilayah lainnya.
Kanisius Laba, Paulus Duru Hayon, dan Stefanus Makin kepada suluhnusa yang ditemui di ruas jalan Desa Serenuho – Lewobele Minggu (26/6/16) meminta dan berharap kepada pemerintah untuk membangun pelabuhan laut di Pantura Flotim.
“Kami atas nama pribadi dan juga mewakili masyarakat sepanjang Pantura Flotim meminta dan berharap pemerintah dapat membangun pelabuhan laut di Pantura. Dimanapun lokasinya, yang penting dibangun satu pelabuhan laut di Pantura. Selama ini, hasil komoditi kami dibeli dengan harga dibawah standar oleh pengusaha dari Maumere. Mereka datang melalui jalan darat dengan menggunakan mobil pick up dan melalui laut dengan perahu motor. Komoditi yang dibeli antara lain pisang, mente dan kelapa. Harga ditentukan oleh pengusaha dan selalu dibawah standar. Kami tidak berdaya menahan hasil komoditi kami untuk bisa menawarkan dengan harga tinggi. Saat pengusaha tiba, kami langsung menjual karena terdesak kebutuhan ekonomi, ‘kata mereka.
Paulus Duru Hayon menambahkan, keluhan mereka sudah disampaikan baik itu melalui forum rapat desa, kunjungan DPRD dan juga saat kunjungan pemerintah daerah, namun hingga saat ini belum terealisir. “ Kami dengar, katanya akan dibangun pelabuhan laut di Lato Desa Watowara. Informasi ini sudah lama.
“Sebagai masyarakat “bodoh” kita percaya saja. Namun lama – kelamaan, sakit juga rasanya, kalau kemudian informasi itu hanya isu murahan yang menghibur masyarakat. Kita berharap semoga wacana membangun pelabuhan di wilayah Pantura terwujud,” kata Paulus.
Selain kebutuhan akan pelabuhan laut, warga Pantura juga masih mengalami kesulitan jaringan telkomsel, akses jalan, dan Penerangan listrik.
“Kami kalau mau telepon harus keluar dari rumah dan berdiri mencari signal pada beberapa titik di tepi pantai. Signal sedikit hanya didapat di pantai. Signal ini berasal dari telkomsel Sikka,’kata Kanisius.
Tidak sampai disini kesulitan warga Pantura. Kesulitan lain yang mereka alami adalah fasilitas listrik. Listrik belum masuk di wilayah ini. Desa tetangga yang sudah menikmati listrik adalah Desa Lewobele.
Sementara di Desa Watowara, Duli Jaya dan Serenuho hingga saat ini belum menikmati listrik. Warga masih menggunakan lampu pelita. Hanya beberapa warga yang menggunakan genzet.
“Listrik hanya sampai di Desa Lewobele. kami di Desa Serenuho, Duli Jaya dan Watowara belum menikmati listrik. Yang memiliki genzet sedikitnya terbantu tetapi rugi juga dibahan bakar yang harus dibeli setiap minggu. Sementara masyarakat yang lain hanya memakai pelita saja. Kemerdekaan belum sampai di wilayah kami,’kata Stefanus Makin diamini Paulus Hayon dan Kanisius Laba. (maksimasankian)