pewARTa, Sekelompok Remaja Yang Menebar Kebaikan Lewat Seni di Flotim

SULUH NUSA, LARANTUKA –Fase remaja merupakan masa di mana manusia mengalami pergolakan emosi, pikiran, dan perasaan yang sangat besar. Tak heran, kalau banyak penelitian menunjukkan bahwa remaja mengalami kecemasan.

Peningkatan kecemasan di kalangan remaja saat ini banyak menjadi masalah. Penyebabnya juga beragam, tetapi sebagian besar disebabkan oleh ketakutan akan kegagalan. Sebagian besar lagi sangat khawatir tentang penilaian orang lain terhadap mereka. Bahkan terkadang, mereka yang mengalami situasi keluarga yang baik, juga mengalami kecemasan.

Sekali pun merupakan perasaan yang normal, akan tetapi pada kondisi tertentu, kecemasan pada remaja dapat menjadi suatu gangguan yang perlu mendapatkan pengobatan yang serius. Terlebih lagi, jika rasa cemas yang dialami remaja mempengaruhi interaksi sosial hingga berdampak pada prestasi akademiknya. Kecemasan pada remaja menjadi isu yang sangat krusial.

Sebagaimana tercantum di dalam Diagnostic and Stastical Manual of Mental Disorders edisi ke-5 (DSM-5) (American Psychiatric Association, 2013), gangguan kecemasan sosial, sebelumnya sering juga disebut dengan fobia sosial, adalah gangguan kecemasan sosial yang ditandai dengan rasa takut atau kecemasan yang intens terhadap situasi sosial dimana tindakan atau perilakunya akan di evaluasi secara negatif oleh orang lain yang membuatnya merasa tidak dihargai.

Kondisi ini juga terjadi di Kota Larantuka khususnya dan Kabuagen Flores Timur umumnya.

Untuk mengatasi kecemasan dan kegelisahaan ini muncul satu komunitas yang menyebut dirinya sebagai pewART. – kumpulan remaja yang menyebar kebaikan lewat seni.

“Komunitas pewARTa lahir dari kegelisahan-kegelisahan yang muncul akibat kurangnya ruang pengembangan bakat minat di lingkungan pendidikan akibat keterbatasan dana BOS dan alasan lain sebagainya. Juga minimnya ruang kesenian di kalangan karang taruna dan muda-mudi. Banyak orang muda yang setelah menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Atas, lebih banyak diantara mereka menghabiskan waktu dengan mabuk-mabukan dan prilaku kejahatan lainnya”, ungkap salah satu Founder pewART, Maria Natalia Ana Yusti,  kepada SuluhNusa.Com (weeklyline media network), 19 Agustus 2024.

Menurutnya Komunitas ini hadir untuk bergerak dengan pergaulan intelektual dan sekedar menyalurkan bakat remaja dan anak muda yang semakin melemah.

“Banyak anak sekolah yang tidak mendapatkan ruang pengembangan bakat minat di sekolah nya akibat orang tuanya yang tidak punya kedudukan strategis di lini-lini berpengaruh. pewaARTa solusi dari semua kegelisahan itu”, tegas Maria Natalia yang rela meluangkan waktu mendampingi anak anak remaja usia sekolah dan anak muda di Flores Timur.

Kegelisahaan yang dirasakan oleh remaja dan anak muda ini membuat Maria Natalia,  bersama Marselina Ina Doken dan Khatarina Katona Da Costa membahu membangun bentuk pewARTa sebagai  kelompok Remaja yang siap mewARTakan kebaikan lewat pentas seni.

Dalam komunitas pewARTa, anggotanya dilatih public speaking, Peraturan Baris Berbaris, meningkatkan rasa percaya diri, dan kegiatan lain yang dalam rasa membentuk dan mengembangkan bakat minat anggotanya.

Usia komunitas pewARTa baru 3 tahun. Didirikan tahun 2022 silam yang melibatkan beberapa sekolah di Kota Larantuka.

“Anggota pewART 5% dari Siswa/i SMA Negeri 1 Larantuka, 5% lagi dari SMA Podor, 40% Alumni SMAK St. Fransiskus Asisi Larantuka dan 60℅ Peserta Didik aktif di SMAK St. Fransiskus Asisi Larantuka. Komunitas ini terbuka untuk umum. Dari usia 10-20an tahun”, turut Maria Natalia.

Tahun 2024, berkat latihan yang telaten dan disiplin pewART mampu membikin teatrikal yang merinding  kisah Herman Yoseph Fernandez.

Maria Natalia Ana Yusti, Marselina Ina Doken dan Khatarina Katona Da Costa sebahau founder merasa bangga dengan penampilan anak anak pewART dan bersyukur karena campur tangan dari Silvester Petara Hurit, budayawan dan Seniman multi talenta itu. +++amber.kabelen

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *