Suluh Nusa, Lewoleba – Gerak cepat pemerintah Kabupaten Lembata dalam mengikuti arahan Presiden Jokowi untuk relokasi desa yang terdampak bencana banjir dan tanah longsor menemukan titik terang.
Selain mempersiapkan areal untuk relokasi warga terdampak, upaya pemerintah daerah untuk meminta persetujuan warga juga terus dilakukan.
Dan berdasarkan hasil rapat bersama seluruh kepala desa di Ile Ape dan Ile Ape Timur, hampir semua desa terdampak membuahkan hasil menyetujui untuk direlokasi.
Ile Ape Timur sebanyak empat desa dan Ile Ape sebanyak enam desa.
Hal ini disampaikan Sekretaris Daerah, Kabupaten Lembata Paskalis Tapobali, ketika dihubungi suluhnusa.com (weeklyline media network), 14 April 2021 melalui pesan Whats App.
Paskalis menjelaskan, dari sepuluh desa yang terdampak, hanya Amakaka yang tidak semua KK menyetujui direlokasi. Sementara Sembilan desa yang lain semua KK, berdasarkan laporan kepala desa masing masing menyetujui untuk di relokasi.
“Ini (soal relokasi-red), waktu rapat dengan para kades tersebut, kepala keluarga yang tidak semua hanya di Amakaka.
Sementara itu lima desa lainnya di Ile Ape semua Kepala Keluarga sudah menyetujui berdasarkan laporan kepala desa.
Di Ile Ape, ada enam desa terdampak yang akan direlokasi yaitu, Desa Waowala, Desa Tanjung Batu, Desa Lamawara, Desa Amakaka, Desa Bungamuda dan Desa Napasabok.
Untuk Ile Ape Timur, dari Sembilan desa yang ada saat ini, terdapat empat desa yang masuk dalam relokasi karena terdampak bencana banjir dan longsor.
Empat desa di Ile Ape Timur tersebut, demikian Tapobali, Desa Jontona, Desa Lamawolo, Desa Waimatan dan Desa Lamagute.
Sementara itu, Bupati Lembata Eliaser Yentji Sunur, sudah melakukan upaya pendekatan terhadap masyarakat tiga desa korban bencana banjir dan tanah longsor, Tanjung Batu, Waowala dan Amakaka, 13 April 2021.
Ia pun menyampaikan bahwa sudah ada warga yang menunjuk lokasi seluas 3,5 hektar untuk dijadikan lahan relokasi.
“Bapa Pitang Lamataro sudah menunjuk lokasi tanahnya sekitar 3,5 hektar. Nah kalau kita hitung-hitung itu baru sekitar 200 rumah dengan luas tanahnya 6 x 17 meter. Rencana bangun itu tipe 36, 2 kamar tidur dan 1 toilet. Itu nanti didesain semua dari Jakarta. Kita prioritas pertama yang rumah-rumahnya hancur,” ungkap Sunur, sayangnya lokasi milik Pitang Lamataro itu belum cukup untuk merelokasi semua warga yang terdampak.
Sunur meminta masyarakat ikhlas untuk pindah. Ia mengatakan, pihaknya akan berkonsultasi dengan Kementerian Dalam Negeri mengenai konsekwensi relokasi ini terkait nama desa dan kecamatan pasca relokasi.
Kepada masyarakat, Sunur menyampaikan bahwa relokasi ini akan menjadikan permukiman baru warga ini menjadi sebuah kawasan hunian yang lebih tertata dan lebih nyaman untuk dihuni. Pasalnya, di lokasi ini akan tersedia air minum, listrik dan semua fasilitas bagi warga masyarakat. Termasuk juga kantor desa untuk masing-masing.
“Tapi kalau tidak ada lagi, pemerintah sudah siapkan tanah sekitar 50 hektar di Waijarang, tapi keluar dari Ile Ape. Kalau tidak cukup, saya akan minta di Kedang sana, kita di Kedang. Artinya, mari kita saling bantu agar kita semua masih berada di dalam wilayah Ile Ape,” ungkap Sunur.
Untuk menunggu relokasi, pemerintah pusat menyiapkan dana Rp. 500.000/KK sebagai dana tunggu hunian.
Data kerusakan dan korban berdasarkan data BPBD Kabupaten Lembata melaporkan sebanyak 5.846 orang mengungsi, 69 jiwa jadi korban, 46 dinyatakan meninggal dan 22 korban masih dalam pencarian.
Sebanyak 4700 jiwa atau 1442 KK melakukan evakuasi mandiri, 1146 jiwa atau 313 KK tersebar di 9 titik posko pemerintah.
Banjir dan longsor juga menghancurkan 64 unit Fasilitas Umum rusak, total rumah yang rusak sebanyak 697. Rusak berat/hanyut sebanyak 367 unit, rumah rusak sedang 185/dan rumah rusak ringan sebanyak 145.
Dan rencana relokasi untuk warga terdampak di 10 desa dengan jumlah 1549 KK, ternak yang hilang sebanyak 3097. (sandrowangak)