suluhnusa.com_Tulisan tentang puisi (poetry) ini merupakan ceramah singkat Gerson Poyk di acara peluncuran buku antologi puisi berjudul Rontaan Masehi karya Iwan Kurniawan (Wartawan Suratkabar Media Indonesia) yang berlangsung di Pusat Dokumentasi Sastra HB.Yassin, Taman Ismail Marzuki beberapa waktu lalu.
Dalam ceramahnya Gerson mengungkapkan bahwa puisi adalah spiritual energy, energi yang berada di dalam diri manusia memiliki jiwa dan dalam jiwa itu ada dunia tak sadar. Jadi poetry/puisi itu datangnya dari dunia tak sadar, subconscious, ada pula yang menyebutkan pre conscious, namun ada yang lebih senang memakai kata sub conscious (dunia tak sadar).
Di dalam kehidupan manusia ada mimpi, dan mimpi itu merupakan perjalanan ke dunia tak sadar, sedangkan di dalam dunia tak sadar penuh dengan kreativitas dan dinamis. Hubungannya dekat dengan teori Freud, tapi bagi Freud itu merupakan kehidupan tak sadar yang mekanis. Artinya naluri-naluri kehidupan manusia seperti naluri seks, amarah, berkelahi dsbnya, itu merupakan naluri yang tertutup. Sedangkan kehidupan prasadar menurut Maritain, adalah dunia gelap yang dinamis, dari situ lahirlah puisi.
Dalam dunia tak sadar ada yang dinamakan kolam ikan imajinasi, pada awalnya ada logika, akal itu datang dari bawah sadar, seperti bunga muncul dari batangnya. Tapi di samping akal, ada imajinasi, ada insting-insting, ada naluri-naluri , seperti naluri seks, berkuasa, berkelahi dan sebagainya. Juga ada dunia binatang dalam alam bawah sadar kita, nah ini yang kita gumuli sekarang.
Jadi kalau kita katakan bintang di langit, itu arti imajinal namun sebenarnya juga bisa menjadi arti rasional. Tapi kalau bintang di mata seorang gadis, itu mengandung arti imajinal. Dalm puisi segala arti ada di situ, ada akalnya. Seperti rendang, ada daging, ada bumbu-bumbu dan bila itu dicampur aduk begitu rupa akan menjadi sebuah makanan yang enak, seperti dalam sebuah film, sang bintang mengatakan, “waduh makanan rendang ini enak sekali kayak puisi”. Sebenarnya kalau membaca puisi, kita tidak berpikir, seperti juga kita makan rendang Padang, kita tidak akan bertanya ini daging apa? Tapi kita hanya merasakan saja. Dalam membaca puisi pun rasa yang enak bukan terletak pada pikirannya yang logis, atau ngawur atau apa pun, tapi merasakannya saja.
Ini contoh penggalan puisi Gerson Poyk yang dimuat di Mimbar Indonesia tahun 1965 :
Meskipun laut dan maut adalah batas pisah
Masih kudengar suaramu mengisah dalam hatiku denyar-denyar kecilnya sebuah alam raya
Tempat percakapan tenggelam dan membinar
Berdering dalam syair perantauan
Dalam penggalan puisi ini ada kemerduan bunyi, ada poetic sense pada tiap kata, contohnya berdering dalam syair perantauan, juga ada musiknya. Puisi ini bukan arti rasional, hanya arti imajinal; seperti kulihat bintang di matamu. Sehingga ketika kita baca kita tidak berpikir dan bertanya, ini kalimatnya apa? dan lain-lain.
Tapi kita hanya merasakan enak dan merdu saja. Kita terlibat dalam imaji-imaji yang bercampur aduk. Sebuah puisi itu sebenarnya kepala bunga, ada daun-daun bunga yang berkembang, tapi sebenarnya perkembangan daun-daun puisi itu bisa menyatu dalam satu rantai bunga, dalam bahasa China disebut Kai Ho artinya sebuah puisi itu tidak saja ada Kai atau daun-daun yang berkembang, tapi juga ada Ho, bunganya.
Intuisi Poetic
Dengan kita merasakan enaknya membaca sebuah puisi dengan arti imajinal dan arti rasional, kita seperti membuka jalan kepada intuisi kreatif. Membaca puisi berarti kita terlibat dengan internalisasi poetic, gaung-gaung puitik itu masuk dari sebuah puisi ke dalam batin kita.
Dan akhirnya mengeluarkan karya sastra namun kita juga terlibat dengan internalisasi poetic/proses kreatif, tenaga kreatif yang ada di dalam diri kita atau bisa juga disebut vibrasi kreatif. Dengan terlibat di dalam sastra atau seni pada umumnya, kita terlibat dengan intuisi poetic yaitu intuisi di mana seseorang banyak menolong orang lain, dia terlibat dengan IPTEK, sejarah, ekonomi dan sebagainya.
Kalau seorang pemimpin di masa mudanya senang dengan puisi, musik atau seni lukis, maka setelah terjun di dalam politik dia akan bertemu dengan intuisi kreatif. Jadi di dalam kegiatan-kagiatan kesenian di Indonesia dan dunia pendidikan kita, kita berkenalan dengan puisi, kita juga berkenalan dengan intuisi kreatif yang kelak akan berguna dalam pembangunan ekonomi, politik dan sebagainya. (Fanny J.Poyk)