Awalolong dan Inkosistensi Pemda Lembata

suluhnusa.com – Pembangunan Wisata Jeti Apung Awalolong di Kabupaten Lembata Menuai Kontroversi.

Pemerintah Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur menyiapkan dana sebesar Rp7 miliar dari APBD setempat untuk membangun sebuah restoran terapung di sekitar teluk Lewoleba.

Hal ini menjadi polemik publik Lembata dikarenakan ada semacam penggelapan penetapan anggaran pembangunan dan keberpihakan pembangunan yang tidak pro rakyat.

Menjadi polemik dikarenakan dampak dari pembangunan tersebut akan mengganggu ekosistim laut dan lahan kehidupan bagi nelayan tradisional, tidak hanya itu dampak ekonomi dan politik juga menjadi pertimbangan publik seperti keberpihakan dan kepentingan elite terhadap proyek tersebut, pemerintah seharusnya cermat memahami kebutuhan masyarakat yang lebih prioritas seperti anggaran 7 Miliar di rubah nomenklaturnya, menjadi pembangunan infrastruktur jalan ke wilayah yang merupakan kantong ekonomi agar bisa meningkatkan PAD Lembata.

Tindakan Pemda hari ini seolah olah antikritik, padahal masyarakat menginginkan adanya keterbukaan informasi mulai dari proses perencanaan, penganggaran dan pelaksanaan pembangunan. Hal inilah yang menjadi perdebatan publik karena masyarakat merasa kesulitan dalam mengakses informasi serta keterbukaan pengelolaan anggaran pembangunan seperti yang sedang direncanakan.

Pembangunan wisata terapung itu menjadi tolak ukur dalam menguatkan cincin ekonomi daerah akan tetapi perlu dipertimbangkan hari ini adalah soal postur PAD yang kecil, hal ini akan berdampak pada tumpang tindihnya pembangunan daerah.

Statement wakil Bupati Thomas Ola Langoday saat di wawancara oleh ANTARA NewNTT 27 Januari lalu Menurutnya, semangat pemerintah daerah untuk membangun pariwisata di sisi lain masih mengalami kendala keterbatasan dana. Nah kami melihat bahwa kebijakan Pemda Kab. Lembata yang inkonsistensi semacam ini akan menambah kekhawatiran publik, disisi lain keterbatasan dana yang menjadi faktor penghambat jalannya pembangunan. Hal seperti inilah yang perlu dipertanyakan soal regulasi dan prosedur perencanaan pembangunan proyek tersebut.

Kritik itu perlu karena membuka ruang dialektika bagi siapa saja untuk mengetahui lebih dalam lagi persoalan daerah”. Jadi, Pemda Kab. Lembata tidak usah panik apalagi sampai mencekal jika ada pihak yang ingin mengkaji soal pembangunan daerah seperti yang sedang direncanakan. Karena mengkaji ataupun dialog bukanlah suatu tindakan yang represif melainkan proses belajar dan membuka cakrawala berpikir yang lebih luas, dan dengan dialog itu keterbukaan informasi lebih muda diakses oleh siapapun, inilah nilai edukasi yang seharusnya dilakukan.

Rumusan ini sejalan dengan maksud penerapan money follow program dimana anggaran harus focus pada prioritas pembangunan yang dapat bermanfaat langsung kepada masyarakat bukan sekedar dibagi-bagi mengikuti organisasi. “Pada titik ini, tentu kita sepakat bahwa prioritas bukan berarti kita “menganakemaskan” SKPD tertentu dan “menganaktirikan” SKPD lainnya. Namun hal ini merupakan upaya kita bersama untuk secepat mungkin kita bergerak menuju cita-cita besar kita. Yakni, “Terwujudnya Lembata yang Produktif dan Berdaya Saing untuk Kesejahteraan Rakyat Berkelanjutan”.

 

Midun Husein Ratuloli

Ketua Umum Lingkar Muda Lembata Jakarta

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *