Sebagai salah satu komisi penilai AMDAL di tingkat provinsi, WALHI NTT belum menerima dokumen terkait pembangunan Jeti dan Kolam Renang walolong.
suluhnusa.com – Rencana pembangunan Jeti Awalolong dan Kolam renang oleh pemerintah Kabupaten Lembata mendapat penolaka dati berbagai pihak. Sayangnya pemerintah Kabupaten Lembata tetap pada pendirian melanjutkan pembangunan di Pulau Awalolong tersebut.
Sedemikian teguhnya pemerintah Lembata membangun Jeti Apung dan Kolam di Pulau Siput walau disinyalir dan dinilai melanggar berbagai aturan, menabrak kearifan lokal dan mengangkangi sejarah.
Ihwal membangun proyek prestisius di Pulau Awalolong ini pun mendapat tantangan dari Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) NTT.
Sikap penolakan Walhi NTT ini disampaikan Dominikus Karangora, Divisi Media dan Komunikasi Walhi NTT, saat menghubungi suluhnusa.com, dini hari, 31 Januari 2018.
Sekira ada empat alasan kenapa Walhi menentang pemerintah Lembata karena Pulau Awalolong atau Pulau Siput merupakan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil memiliki keragaman potensi sumber daya alam yang tinggi. Hal ini sangat penting sebab dapat memgembangkan sosial, ekonomi, budaya dan lingkunga sebagai penyangga dalam kehidupan masyarakat. Kekayaan ini harus dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kesejatraan masyarakat baik generasi hari ini maupun yang akan datang. Sehingga dalam pengelolahannya harus memperhatikan aspek ekologi dalam hal keberlanjutan.
“Akhir-akhir ini terjadi polemik pada upaya pembangunan yang tidak memberikan manfaat langsung terhadap masyarakat yaitu pembangunan kolam apung di pulau siput Awelolong, Lembata,” ungkap Dominikus.
Alasan kedua, menurut Dominikus, pembangunan kolam apung ini mengingatkan kita tentang kisah pilu jembatan Waima yang dibangun tanpa mempertimbangkan daya dukung maupun daya tampung lingkungan sehingga membuat jembatan itu ambruk dalam tempo 4 bulan.
Pemerintah mengkabinghitamkan bencana alam sebagai penyebab ambruknya jembatan tersebut. Ambruknya jembatan tersebut merupakan bencana ekologi bukan bencana alam. Maksud dari bencana ekologi adalah bencana yang diakibatkan oleh pembangunan yang tidak mendahulukan study lingkungan baik itu daya tampung maupun daya dukung lingkungan.
“Begitupun pembangunan di Awelolong jangan sampai kemudian merugikan daerah sebab tidak ada study lingkungan. Kalaupun ada maka rekomendasinya adalah menghentikan pembangunan itu sebab berpotensi bencana pesisir atau bencana akibat perbuatan manusia yang merubah sifat fisik hayati pesisir,” urai Dominikus dalam pembicaraan dengan suluhnusa.com dini hari menjelang pagi itu.
Alasan ketiga, Pembangunan kolam apung ini dianggap sebagai hal yang unik oleh Pemerintah Kabupaten Lembata. Rupanya cara pandang inilah yang menjadi kekeliruan bahwa pemerintah tidak dapat membedahkan mana ciri khas dan mana ketertinggalan.
“Pulau Awelolong bukanlah ketertinggalan sehingga perlu dibangun untuk menjadikan ciri khas kita. Tanpa pembangunan restoran apung itu, Awelolong sudah menjadi ciri khas sehingga pemerintah daerah tidak perlu merancang narasi yang membingungkan masyarakat agar mengaminkan privatisasii SDA,” tegasnya.
Selain itu, Berdasarkan UU NO 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolahan Lingkungan Hidup. Pasal 23 ayat (1) menjelaskan tentang kriteria usaha dan/atau kegiatan yang berdapak penting wajib dilengkapi dengan AMDAL. Pembangunan restoran terapung Awelolong berpotensi dapat menimbulkan pencemaran/kerusakan wilayah laut sehingga wajib AMDAL. Berdasarkan pasal UU No 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah pasal 27 ayat (2) memberikan kewenangan kepada provinsi untuk mengelolah sumber daya alam di wilayah laut sehingga pengujian AMDAL harus dilakukan di tingkat Provinsi.
“Sebagai salah satu komisi penilai AMDAL di tingkat provinsi, sampai dengan adanya aksi penolakan pemasangan tiang pancang di Awalolong belum ada dokumen AMDAL yang kami terima sehingga pembangunan itu harus dihentikan. Apabila dalam rapat Forkompinda, Pemerintah Daerah mengatakan bahwa sudah ada izin dari provinsi maka sampaikan secara jelas kepada masyarakat. Izin apa saja yang sudah dikantongi oleh Pemerintah Daerah Kabupaten. Entah itu izin lokasi, izin pengelolahan maupun izin lingkungan,” tegas Domi.
Point ini menjadi sangat penting menjadi alasan keempat menjadi landasan Walhi merekomendasikan untuk dihentikan.
BACA JUGA :
Wabup Lembata Bilang Mungkin Mereka Yang Demo Itu Belum Dapat Sosialisasi
Senada Walhi NTT, Aktivis LMND, Yohanes Kia Nunang pun menegaskan Pulau Awalolong merupakan pulau kecil sehingga dalam pengelolahannya diatur dalam UU No 1 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas UU No 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolahan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Dalam UU ini menjelaskan bahwa wilayah pesisir atau pulau kecil merupakan milik negara yang diperuntukan untuk konservasi dan ruang-ruang publik bukan untuk privatisasi. Selain itu, pembangunan yang memanfaatkan sisi laut/perairan pesisir yang diberikan dalam bentuk HP-3 (Hak Pengelolahan Perairan Pesisir) yang meliputi pengusahaan atas permukaan air laut, kolam air dan permukaan dasar laut, diperuntukan kepada perseorangan, badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia dan masyarakat adat. HP-3 tidak diperuntukan bagi lembaga negara sehingga kita boleh menduga apa yang sebenanya sedang terjadi.
“Pengelolahan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil harus harus berasarkan peran serta masyarakat. Dalam prosesnya, Pemerintah hanya melakukan sosialisasi dengan sebagian kecil masyarakat. Karena itu harus dilawan untuk dihentikan,” tegas Kia Nunang alias Los Morenoz JGC.
Walhi dan Kia Nunang menduga bahwa demi memuluskan niat privatisasinya, pemerintah bahkan menciptakan situasi yang berpotensi terjadinya konflik horizontal/antar masyarakat. Sebab berdasarkan sosio-history, Awalolong bukan milik sekelompok suku. Ada banyak suku yang memiliki hubungan dengan Awelolong. Masing-masing suku mempunyai cerita tentang Awelolong dan sampai saat ini, suku-suku tersebut belum duduk bersama untuk membicarakannya.
Untuk itu, baik Walhi NTT maupun Kia Nunang meminta pemerintah Kabupaten Lembata untuk menghentikan pembangunan Jeti dan Kolam Apung di Awalolong. ***
sandro wangak