Leadership is not about a title or a designation. It’s about impact, influence and inspiration– Robin S. Sharma.
suluhnusa.com – Kepemimpinan politik adalah soal pengaruh. Bahwa seorang politisi mesti memiliki berpengaruh terhadap publik. Baik itu dalam pandangan dan sikap maupun dalam kekuasaan untuk menggerakan masyarakat banyak.
Itu soal kualitas pribadi seorang politisi. Dalam konteks Pilkada, refleksi politis atas figur calon bupati dan wakil bupati juga menjadi wacana politik kepemimpinan yang tak boleh luput dari perhatian publik. Refleksi atas masing-masing karakter, rekam jejak dan kebiasan senantiasa menuntun publik untuk meramal keajegan kepemimpinan pasangan calon pemimpin. Atas masing-masing kaidah itu, publik bisa meraba-raba pola komunikasi politik pasangan calon.
Tesisnya, mengutip seorang pengacara di Amerika, James Humes, “the art of communication is the language of leadership”. Bila seorang kepala daerah memiliki bakat otoriter maka pola komunikasi politik dengan wakil kepala daerah akan terhambat. Bibit perpecahan dan dishormoni kebijakan pun terjadi. Demikian pula dengan bila seorang kepala daerah tidak memiliki kekuatan prinsip (lain perkataan, lain perbuatan) maka wakil bupati akan kebingungan dan siap menjadi korban politik. Tanpa the art of communication rekan politik (wakil bupati, kepala OPD, anggota dewan, dll) dan rakyat sekaligus akan menjadi korban politik sang kepala daerah.
Bercermin dari persoalan itu, rakyat perlu melacak kembali pola utak-atik politik pasangan calon. Tujuannya, untuk menakar kadar kedekatan dan kecocokan masing-masing pasangan calon. Sinergisitas dalam kepemimpinan menjadi dasar etik kebijakan pembangunan yang adil dan merata di lima tahunan politik.
Maka, “napak tilas” atas komposisi pasangan calon sangatlah signifikan untuk membantu pemahaman publik atas kontestasi politik. Ada kesan nostalgia memang, tetapi pesan politik yang “postalgis”. Bahwa setelah setelah “bernostalgia”, ada tindakan politis publik yang mengikutinya. Di situ, publik (pemilih) akan memilih setelah memilah.
Komposisi
Pilkada Manggarai Timur (Matim) 2018 memunculkan 5 (lima) pasangan calon pemimpin untuk lima tahun mendatang. Di antaranya adalah Agas Andreas dan Jaghur Stefanus atau Paket ASET (nomor urut 1), Marselis Sarimin Karong dan Paskalis Sirajudin atau Paket Merpati (nomor urut 2), Tarsisius Sjukur Lupur dan Yoseph Biron Aur atau Paket TABIR (nomor urut 3), Bonefasius Uha dan Fransiskus Anggal atau Paket NERA (nomor urut 4) dan Fransiskus Sarong dan Kasmir Don atau Paket SARDON (nomor urut 5). Semuanya putra terbaik Manggarai Timur. Tetapi, hanya satu paket terpilih yang bisa menjadi pemimpin untuk Kabupaten Manggarai Timur periode 2019-2024.
Sejak awal tahun 2017, nama-nama bakal calon mulai muncul. Ada sendirian, ada yang berpasangan. Semuanya bertebaran melalui baliho, stiker dan berita media massa. Ada yang bertahan, ada yang kalah sebelum bertanding. Paket ASET adalah salah satu yang konsisten. Dengan petimbangan komposisi geopolitik Lamba Leda Raya dan Kota Komba, paket ASET sebenarnya sudah diramalkan sejak syukuran kemenangan Yoga Jilid II (Yoseph Tote-Agas Andreas) di gendang Mokel. Pada acara itu ritual “paki kaba” terdengar sumpah “poli ho’o ngger eta, tapi neka lemon ketiak diten”. Sejak saat itu, nama birokrat jujur dan profesional Drs. Jaghur Stefanus didorong untuk mendampingi Agas Andreas, SH., M.Hum.
Setalah mantan kepala dinas BKD Manggarai Timur, Jaghur Stefanus, bersehati dengan Wakil Bupati Manggarai Timur, Agas Andreas, maju dalam Pilkada Manggarai Timur, masyarakat Kota Komba diramu satu mendukung ASET. Kekuatan simbol gendang Rembong dan Mokel serta soliditas “pat wa’u” Mokel (Mukun, Ngusu, Deru, Manus) menjadi pemersatu kekuatan ASET di Kota Komba.
Ikatan adat dan sentimen genealogis membuat masyarakat Kota Komba mendukung keras Jaghur Stefanus sebagai calon wakil bupati Matim dan sebagai “representasi” Kota Komba untuk dalam Paket ASET. Sementara sentimen wacana “ pilih nomor 1” (:baca bupati) menguatkan dukungan pemilih Lamba Leda Raya (dari Poco Pene sampai Nanga Lirang) kepada Agas Andreas.
Dengan status sebagai incumbent, masyarakat mengenal baik nama Agas Andreas. Kepribadiannya yang supel (:reis, ruis, raes, raos), mudah bergaul dan humoris (cenderung suka bercanda) membuat ingatan masyarakat akan figur Agas Andreas sangat kuat. Sementara itu, kurang lebih 30-an tahun berkarya di Borong dan Rana Mese, nama Jaghur Stefanus sudah merebut simpati masyarakat. Atas dasar itulah, Agas Andreas dan Jaghur Stefanus maju bertarung pada Pilkada Matim 2018 dengan alas tujuh kursi di DPRD dari Partai PAN, PKS dan PBB. Organisasi partai politik yang solid semakin memudahkan kerja pemenangan ASET dalam Pilkada 2018.
Persis seperti Paket ASET, pasangan Tarsisius Sjukur Lupur dan Yoseph B. Aur juga cukup konsisten menjaga keutuhannya sebagai paket TABIR. Sejak kemunculannya, TABIR cukup kokoh menghadapi isu bongkar-pasang. Isu come back WINTAS II (WINTAS I kalah menghadapi kekutan politik Yoga Jilid II dalam Pilkada Matim 2013) membuat layar politik TABIR seakan diterpa badai.
Isunya, masyarakat ingin kembali bernostalgia secara politik akan pasangan Willibrodus Nurdin Bolong-Tarsisius Sjukur Lupur. Ada juga yang menginginkan Paket TASWIN: Tarsisius Sjukur Lupur dan Willibrodus Nurdin Bolong. TABIR mematahkan isu tersebut dengan sikap Tarsisius Syukur mempertahankan Yoseph B. Aur sebagai calon wakil bupatinya.
Pilkada Manggarai Timur 2018 adalah kontestasi politik yang ketiga kalinya untuk Yoseph B. Aur sebagai kandidat. Pada Pilkada Manggarai Timur 2008, Yoseph B. Aur bersama Gregorius D. Bajang mengusung paket ABBA. Tetapi pasangan asal Lambaleda dan Elar tersebut gagal. Di putaran ke-2 Pilkada 2008, “head to head” Yoga vs ABBA dimenangkan oleh Yoga (Yoseph Tote-Agas Andreas). Begitu juga pada Pilkada Manggarai Timur 2014, Yoseph B. Aur mencalonkan diri sebagai bupati berpasangan dengan David Sutarto atau Paket BRAVO. Lagi, Yoga Jilid II menang satu putaran dengan 66.850 suara, mengalahkan Paket BRAVO (Yoseph B. Aur-David Sutarto), WINTAS (Willibrodus Nurdin Bolong-Tarsisius Sjukur Lupur) dan SETIA (Sensi Gatas-Yosephh Jehalut).
Dengan sisa-sisa kedigdayaan politik sebgai mantan kepala kantor perwakilan kecamtan Lambaleda di Mano dan Plt. Sekda Manggarai Timur, Yoseph B. Aur mencoba peruntungan di Pilkada Matim. Tak berhasil sebagai calon bupati di dua Pilkada Manggarai Timur, Yoseph B. Aur seakan tidak patah arang. Ia ambil risiko “turun pangkat” sebagai calon wakil bupati berpasangan dengan Tarsisius Syukur. Dalam paket TABIR, politisi PKB asal Ranamese Tarsisius Syukur membuat perhitungan politik untuk mengambil suara pemilih Lambaleda dengan menggaet Yoseph B. Aur. Dengan dukungan Partai PKB, PKPI dan Hanura, TABIR mendaftar di KPU Manggarai Timur dan memenuhi syarat dukungan minimal 6 kursi DPRD Manggarai Timur.
Selain itu, setalah sekian lama terombang-ambing, kursi Partai PDIP yang digawangi oleh Willibrodus Nurdin Bolong dilego untuk pasangan calon Marselis Sarimin Karong dan Paskalis Sirajudin (Paket Merpati). Dalam situasi yang terombang-ambing, Willibrodus Nurdin Borong pernah menggaet Syahdan Odom untuk maju dalam Pilkada Matim 2018. Nama paketnya WIDANG. Melalui rapat internal DPC PDIP Manggarai Timur, Willibrodus Nurdin Bolong disepakati untuk dicalonkan dari Partai PDIP dengan dasar 3 kursi DPRD Manggarai Timur.
Akan tetapi, soliditas internal partai PDIP Manggarai Timur tampak retak setalah di medio 2017 terdengar isu politik bahwa Gregorius D. Bajang, sering disapa Pak Gonis Bajang, “mendeklarasikan” Paket MANIS (Marselis Sarimin Karong-Gregorius D. Bajang) di wilayah Elar raya. Anggota DPRD Manggarai Timur dari Partai PDIP itu tampaknya hendak mengangkangi wewenang Ketua DPC PDIP Manggarai Timur, Willibrodus Nurdin Bolong. Kalangan internal DPC PDIP Manggarai Timur berang. Melalui proses konsolidasi internal partai, Paket MANIS pun pudar dan tak menjadi “gula” dalam Pilkada Matim 2018.
Bersamaan dengan pudarnya atau layu sebelum berkembangnya Paket MANIS, “gula merah” Partai PDIP Manggarai Timur habis dipatuk Paket Merpati. Demikian juga Paket WIDANG habis dibagi untuk Paket Merpati. “Seteru” internal DPC PDIP antara Willibrodus Nurdin dan Gregorius D. Bajang selesai di meja makan Paket Merpati. PDIP pun jatuh ke dalam sarang politik Marselis Sarimin Karong dan Paskalis Sirajudin atau Paket Merpati.
Berbeda dengan Paket MANIS yang layu sebelum berkembang, Paket Rasul (Paskalis Sirajudin-Lucius Modo) cukup lama bertahan. Dari sekadar wacana politik pencalonan, baliho-baliho Paket Rasul tampak serius bertebaran. Dari situlah nama birokrat Paskalis Sirajudin (Kadis BPMPD Manggarai Timur saat itu) dan polisi Partai Demokrat Lucius Modo (Ketua DPRD Manggarai Timur) terangkat dan diperbicangkan secara mendalam dalam bursa pencalonan Pilkada Matim. Tetapi Paket Rasul pun tercerai-berai setelah Marselis Sarimin Karong meminang Paskalis Sirajudin sebagai bakal calon wakil bupati dalam Pilkada Matim.
Gagalnya Paket Rasul (Paskalis Sirajudin-Lucius Modo) diikuti juga dengan terbongkarnya Paket Anton-Kasmir (Anton Dergong-Kasmir Don). Paket Anton-Kasmir yang pernah tampak ngotot merebut dukungan Partai PKS, Gerindra dan PBB itu berakhir dengan pecah kongsi. Setelah gagal melakukan lobi-lobi politik dan tidak berhasil mendapatkan dukungan partai politik, Paket Anton-Kasmir “diamini” menjadi Paket SARDON (Pasangan calon Fransiskus Sarong dan Kasmir Don).
Gagalnya Paket Anton-Kasmir melahirkan Paket Sarnas yang kemudian “rongkas” (bahasa Manggarai: bubar, pecah, hancur) menjadi SARDON. Paket SARDON menghapus Paket Sarnas (Fransiskus Sarong-Nahas Yohanes). Mantan Jurnalis Kompas Fransiskus Sarong harus melepas Ketua DPD II Golkar Manggarai Timur, Nahas Yohanes, setelah di injury time keputusan pengurus pusat Partai Golkar batal merestui politisi Nahas Yohanes sebagai calon wakil bupati. Tampaknya, Nahas Yohanes legowo atas keputusan Partai Golkar agar Fransiskus Sarong bisa berpasangan dengan Kasmir Don, anggota DPRD Matim dari Partai Gerindra, dan mencapai syarat dukungan minimal 6 kursi DPRD.
Manakala keempat Paket (ASET, TABIR, SARDON dan Merpati) di atas berjuangan mendapatkan partai pengusung, politisi Partai PBB Bonefasius Uha “menceraikan” partai politiknya untuk maju melalui jalur non partai atau jalur independen. Dengan menggandeng mantan jurnalis Flores Pos Fransiskus Anggal, Bonefasius Uha berhasil memenuhi persyaratan jumlah minimal dukungan e-KTP atau Surat Keterangan (Suket). Pasangan calon Bonefasius Uha dan Fransiskus Anggal atau Paket NERA cukup konsisten menjaga keutuhan paket dan menjadi kontestan dalam Pilkada Matim 2018.
Itulah lima pasangan calon yang mendaftar di KPU Manggarai Timur pada tanggal 08-10 Januari 2018 silam. Hal itu dengan sendirinya membongkar isu arogansi politik politisi tertentu yang mengklaim calon tunggal atau skenario politik “lawan kotak kosong”. Klaim politik “kotak kosong” itu adalah ciri politisi yang pre-power syndrome (merasa berkuasa sebelum berkuasa) atau karakter pribadi politisi yang cenderung otoriter. Padahal, sejatinya demokrasi politik Pilkada itu adalah sebuah cara “bermain” bersama, egaliter dan etis.
Akhirulkalam
Selebihnya, pragmatisme politik adalah perjuangan untuk menang dalam Pilkada. Sebagai sebuah proses politik kekuasaan, ada nuansa “attacking the impossible”. Bukan soal siapa kuat, tetapi siapa yang paling berpengaruh dalam meraih simpati pemilih. Betul kata lawyer Robin S. Sharma, leadership is about impact, influence and inspiration. Oleh karena itu, politisi yang dekat dengan rakyat akan menjadi pilihan rakyat. Sebab, ada kenangan, jasa, dan kedekatan yang terus berpengaruh dan menjadi inspirasi bagi masyarakat.
Akhirnya, mari berpikir untuk memilah sebelum memilih. Pilihlah dengan nurani biar Pilkada Matim berjalan damai dan menghasilkan pemimpin yang amanah dan legitimate. Ayo bersatu dan berpartisipasi untuk Manggarai Timur yang jaya!
Alfred Tuname
Penulis Buku “le politique” (2018)