suluhnusa.com_Inilah kronologis kehancuran Lembata sejak Yentji Sunur menjadi Bupati tahun pertama versi SIMPLE.
Aktivis mahasiswa yang tergabung dalam Solidaritas Mahasiswa Peduli Lembata (SIMPEL) terus melancarkan aksi sebagai protes terhadap kepemimpinan Bupati Lembata, Eliaser Yentji Sunur, ST.
Setelah menggelar aksi damai di Polda NTT dan mimbar bebas di depan margasiswa PMKRI Kupang, tadi malam, minggu, 12/06/2016 jam 07 malam SIMPEL melancarkan aksi seribu lilin di Taman Nostalgia Kupang yang diikuti sekitar 30-an orang.
Dalam aksi seribu lilin, SIMPEL mereka menggelar aksi baca puisi dan membacakan renungan. Berikut petikan lengkap renungan dan pernyataan sikap:
Kepemimpinan era Bupati Lembata, Eliaser Yentji Sunur tak dipungkiri terjadi begitu banyak masalah. Mulai dari tahun pertama gejala kehancuran mulai muncul dengan tidak fokusnya bupati mengurus masyarakat Lembata karena volume perjalanan ke luar daerah yang begitu tinggi.
Volume perjalanan dinas cukup tinggi dan terkesan hanya dihabiskan untuk perjalanan Bupati Eliaser Yentji Sunur.
Di tahun pertama ini pula mulai terbaca orientasi dari kepemimpinan ini sebab muncul sebuah kasus dugaan pemerasan terhadap saudara Paulus Lembata oleh Bupati Lembata, dengan iming-iming proyek. Namun yang terjadi, bupati Sunur hanya mengambil uang muka fee dan kemudian proyek tersebut dikerjakan orng lain.
Paulus Lembata akhirnya melaporkan kasus ini di Kepolisian Resort Lembata dan sampai detik ini tidak diproses.
Ditahun pertama ini pula, gejala ketidakharmonisan antara Lembaga eksekutif dan legislatif mulai terlihat.Bupati Lembata mulai menunjukan kekuasaannya dan memanage pemerintahan sesuka hati seperti perusahaan milik pribadi. Dugaan percaloan dan pencaplokan uang rakyat melalui persentase fee proyek mulai marak, orientasi mencari kekayaan melalui uang daerah dengan pembangun fasilitas pribadi.
Sementara dalam pertengahan kepemimpinan mulai diwarnai kriminalisasi terhadap Ketua dan anggota DPRD Lembata hingga Bupati Lembata dan berakhir dengan putusan pengadilan diakhir masa jabatan, dua anggota DPRD Lembata akhirnya diputus 1,5 tahun.
Di pertengahan kepemimpinan ini pula Bupati Sunur tak lagi menghadiri paripurna di DPRD. Berikutnya, kasus pembunuhan Alm. Lorens Wadu, Kematian Bocah Alfons Sita, nasib CPNS kategori II yang tak pernah jelas, kasus penemuan mayat di pelabuhan Lewoleba, Kasus penemuan mayat dibandara Wunopito, lemahnya niat melakukan reformasi birokrasi dan banyak kasus lainnya yang tak pernah tuntas.
Hari ini tatanan adat, sosial, gereja, agama di Lembata hancur. Bagaimana tidak, rakyat tak berani kritik pemerintah. Jika bersuara, dipolisikan. Pastor pun dilaporkan ke polisi hanya karena kothbah di gereja. Pimpinan Parpol pun turut dipolisikan hanya karena mengkritik.
Semua masalah itu mempertegas bahwa Bupati Eliaser Yentji Sunur telah menjalankan sebuah pemerintahan berbasis konflik dan cerminan dari lemahnya penegakan hukum.
Bupati Lembata dipilih secara demokrasi tapi hari ini memimpin secara otoriter.
Bahkan di akhir masa jabatan Bupati Lembata tidak lagi melaporkan LKPJ akhir tahun dan akhir masa jabatan. Dan pada akhirnya sebuah KEPALSUAN ditemukan dalam diri bupati Lembata. Saban hari kelompok masyarakat yang tergabung dalam Forum Penyelamat Lewotana Lembata dan PANSUS DPRD Lembata melalui Pansus Ijazah menemukan bukti bahwa ijazah strata satu (S1) milik Bupati Lembata, Eliaser Yentji Sunur Tidak Diakui Negara.
Kasus Ijazah Bupati Eliaser Yentji Sunur ini dilaporkan FP2L ke Mabes Polri dan kemudian dilimpahkan ke Polda NTT. Dan lagi-lagi isu yang menyebar kasus ini mau di-SP3 atau dihentikan penyelidikannya.
Mau di bawah kemana hukum di negeri ini? Kasus-kasus yang ditangani aparat penegak hukum di Kabupaten Lembata, terkesan tebang pilih. Laporan Bupati ke aparat penegak hukum selalu direspon cepat dibanding laporan masyarakat terhadap kasus yang diduga melibatkan Bupati Lembata. Situasi ini menjadi tontonan dan pelajaran buruk bagi masyarakat Lembata terkait potret penegakan hukum di sana. Institusi penegak hukum seolah menjadi pelindung penguasa hingga pada suatu kesimpulan, hukum selalu tumpul ke atas dan tajam ke bawah.
Maka hari ini Forum Solidaritas Mahasiswa Peduli Lembata (SIMPEL) melakukan aksi malam seribu lilin sebagai tanda perkabungan atas segala ketidakadilan dan kepalsuan di negri Lembata. Kembalikan Lembataku. (igohalimaking)
Kordinator SIMPEL :
Ketua :Igo Halimaking
Sekretaris : Vinsesnsius F. Prasong
Koordinator Kegiatan Malam Seribu Lilin: Elias Matarau