SULUH NUSA, KUPANG – Beberapa budaya masyarakat lokal di Indonesia terutama masyarakat pedalaman di NTT dan Pulau Timor khususnya, tradisi memasak makanan dalam tanah adalah hal biasa. Namun sayang kebiasaan ini sudah lama ditinggalkan.
Tradisi kuliner seperti ini tentu menjadi cara yang unik, efektif dan sehat tanpa minyak tentu higenis dan sehat.
Kebiasaan atau budaya masak makanan dalam tanah seperti ini sudah merupakan warisan leluhur yang mesti diperkenalkan kepada anak-anak zaman sekarang agar mereka bisa mengetahui kondisi masa lalu.
Kepala Sekolah SDK Arnoldus Penfui Jhoni Gitama menilai Warisan Budaya masak makanan dalam tanah perlu diperkenalkan kepada anak-anak untuk diwariskan tidak hanya dalam cara pengolahan, tetapi kreativitas masyarakat saat itu.
“Menurut saya kita yang mesti dilestarikan dan diwariskan kepada anak-anak, jangan sepelekan budaya kita karena itu adalah budaya leluhur yang memiliki nilai yang sangat tinggi,” tegas Jhon di Kupang Minggu, 14 April 2024.
Ia menambahkan, warisan leluhur atau budaya yang berasal dari nenek moyang.akhir-akhir ini telah tergerus oleh perkembangan zaman dan teknologi.
Anak-anak usia sekolah sekarang hanya bisa melihat dan mengenal lewat media sosial sehingga perlu terus diperkenalkan.
“Hemat saya sudah seharusnya sedini mungkin untuk diperkenalkan dan belajarkan kepada siswa siswi mulai dari tingkat SD hingga lanjut atas dengan diprogramkan dalam P5 dan harus dipraktekkan langsung oleh siswa siswi sehingga nilai kandungan yang diharapkan dalam program masak makanan dalam tanah ini dapat tercapai dan langsung menyentuh siswa siswi secara langsung,” harapnya.
Sementara itu Frans Pati Herin Jurnalis Kompas yang sejak 2014 aktif menulis kebiasaan masyarakat di Indonesia secara terpisah mengatakan, setiap masyarakat yang terdorong dengan niat pengembangan budaya lokal yang satu ini harus memulai untuk bisa diwariskan jangan menunggu pihak lain.
Sebab kalau tidak memulai sekarang tidak akan mendapatkan hasil yang diinginkan.
“Pengolahan makan tradisional sebagai bagian dari kebudayaan harus diperkenalkan kepada generasi muda, mereka harus diajak untuk mempraktekan itu dan harus memulai dari sekarang,” ujar Herin.
Saat acara Obrolan Budaya PRO4 RRI Kupang, Herin memantik rasa budaya memasak makanan dalam tanah dapat menjadi potensi daya tarik wisata kuliner di Nusa Tenggara Timur (NTT). Ia menilai, keunikan budaya NTT merupakan peluang usaha yang akan menarik wisatawan untuk berkunjung ke wilayah ini.
“Pebisnis usaha kuliner, cobalah membaca peluang. Misalnya, saya jual ikan goreng, itu kan biasa saja. Tapi, kalo ikan itu dimasukan dalam tanah, kemudian di framing sedemikian rupa, ini akan menjadi suatu kuliner yang unik. Pasti akan menarik orang untuk datang kesitu,” katanya saat diwawancarai dalam acara Obrolan Budaya PRO4 RRI Kupang, Jumat, 12 April 2024.
Trend wisata saat ini banyak wisatawan yang mencari hal-hal unik dengan pengalaman yang berbeda saat berlibur. Keunikan budaya suatu daerah pariwisata menjadi populer dikalangan pelancong.
“Trend hari ini, orang-orang ingin sesuatu yang lama. Seperti se’i, itukan tradisional sekali. Tapi hari ini kita lihat depot-depot se’i dijam makan siang itu full,” kata jurnalis yang aktif menulis isu terkait pangan lokal di Kawasan Timur Indonesia.
Frans mengatakan, budaya memasak makanan dulunya menjadi tradisi masyarakat yang ada di pulau Timor, Sumba, dan Flores. Namun, pengaruh budaya yang masuk ke Indonesia ikut mempengaruhi teknik memasak yang digunakan masyarakat sehingga membuat tradisi ini mulai terlupakan.
“Kalau kita lihat produk lokal, kenapa hanya berhenti pada konsumtif secara pribadi. Kebanyakan kita tidak bisa menciptakan pasar sendiri,” katanya.
Ia mengatakan upaya revitalisasi budaya dapat dilakukan oleh setiap orang, baik itu pengusaha kuliner, pelaku wisata, anak-anak muda, maupun dunia pendidikan. Dijelaskan, mengembangkan budaya yang sesuai dengan tren saat ini dapat menaikkan jumlah kunjungan wisatawan.
“Menurut saya tidak selalu harus menunggu support dari pemerintah, apa yang bisa kita lakukan, lakukan. Misalnya, membuka usaha kuliner berbasis lokal, ini sesuatu yang sangat menjanjikan hari ini,” jelasnya.
Ia menjelaskan, kekonsistenan menjadi kunci utama jika ingin budaya NTT tetap dikenal dan tidak punah. Selain itu, pengolahan makanan secara tradisional perlu bertransformasi dan menyesuaikan dengan perubahan budaya saat ini sehingga lebih kenal dan memberikan keuntungan yang akan berdampak pada peningkatan ekonomi masyarakat.+++goe.t