suluhnusa.com – Melakukan kegiatan wisata merupakan salah satu kebutuhan manusia. Sebab, dengan berwisata, seseorang dapat menikmati keindahan alam ciptaan Tuhan. Di sini, seseorang dapat memanjakan seluruh alat inderanya agar merasakan lebih dekat suasana alam yang ada. Telinganya bisa lebih peka mendengar cericit dan siulan burung, atau mendengar derunya debur ombak yang memukul bebatuan karang. Matanya juga bisa dimanjakan dengan moleknya landaian bukit nan hijau disertai barisan pepohonan kelapa yang menjulang langsing. Pun sesekali ia menghirup aroma khas ceruk pantai yang masih dipendari harum lumut yang begitu memekat atau aroma khas tanah yang baru saja diguyuri hujan semalaman.
Lantas, apakah kegiatan wisata itu dapat dipadukan dengan kegiatan literasi? Jawabannya, mengapa tidak? Tatkala seseorang melakukan kegiatan wisata, tatkala itu pula ia sedang meng-input seluruh hal yang ada di sekitarnya dengan menggunakan alat indera. Nah, ketika semua sudah ter-input ke dalam alat indera, maka hati dan otak berfungsi untuk merekamnya sebagai sebuah pengalaman kebatinan dan kognisi yang baru. Di sinilah, literasi menindaklanjuti peran dari hati dan otak.
Literasi hadir untuk meng-output semua informasi yang sudah terekam tersebut dalam wujud simbol-simbol kebahasaan. Literasi hadir untuk menulis semua pengalaman yang telah diserap tersebut ke dalam berbagai genre tulisan. Literasilah yang membahasakan simbol-simbol abstrak yang hadir dalam input tersebut lalu mengongkretkannya dalam simbol-simbol kebahasaan yang mudah dipahami bersama. Jika wisata sama dengan merekam informasi secara personal, maka literasi mem-print outnya menjadi kenikmatan bersama.
Lebih jauh dari itu, jika kegiatan gabungan antara wisata dan literasi ini yang sebelumnya bersifat personal jika dapat dijadikan sebagai suatu kegiatan berjamaah, rasanya tidak salah. Sebab, pengalaman-pengalaman yang hadir secara pribadi jika melibatkan banyak orang, tentu berdampak pada berkelimpahan karya-karya literasi yang lahir. Tidak mesti melalui tulisan: entah puisi, cerpen, ataupun feature, tetapi juga dapat melalui karya literatif lainnya: lagu, lukisan, ataupun materi stand up.
Di sinilah, ciri khas literasi sebagai sebuah gerakan akan nampak ke permukaan dan menjadi identitas serta entitas yang mumpuni. Bahwa literasi sejatinya kerja bersama melibatkan banyak orang dari berbagai segmen dengan tujuan mencapai keberadaban bersama.
Selanjutnya, di manakah tempat yang relevan untuk dapat melakukan dua kegiatan ini secara berjamaah? Pantai Riangsunge, Kelurahan Ritaebang, Kecamatan Solor Barat, rasanya merupakan salah satu spot wisata yang menarik untuk dijadikan sebagai objek inspiratif dalam melaksanakan kegiatan literasi ini.
Tentu pilihan ini beralasan. Pasalnya, Pantai Riangsunge memliki topografi alam yang sangat memanjakan mata dan berpotensi melahirkan karya-karya literatif yang besar. Pantainya yang lapang dan landai membujur kisaran satu kiloan lebih di muka laut tentu menjadi ruang rangsang yang potensial bagi lahirnya berbagai karya. Belum lagi jejeran pepohonan kelapa dan pepohonan perdu di sepanjang daratan pantai menambah keelokan dan kemolekan pantai di barat Pulau Solor ini. Tidak hanya itu, bila kita melangkahkan kaki menyentuh lautnya, dapat kita rasakan sejuknya air laut ini sesejuk telaga alami. Belum lagi airnya yang bening dan lembutnya tekstur air seolah memaksa kita untuk mencebur diri lantas berenang-renang dalam genangan air sejuk ini.
Hamparan laut ini, jika dipandangi dari kejauhan berwarna hijau toska. Tentu pemandangan ini beralasan. Sebab, pantulan cahaya matahari di permukaan laut menembusi lumut-lumut air disertai tumbuhan laut lainnya di dasar laut menjadikan laut terlihat hijau toska. Belum lagi terimbu-terumbu karang yang berjejalan di dalam bening laut seolah menyuguhkan alternatif pemandangan yang sangat memanjakan mata. Di sinilah, puncak inspirasi itu lahir dan berpendar.
Olehnya itu, melalui kesempatan ini, Asosiasi Guru Penulis Indonesia (Agupena) Cabang Flores Timur merancang kegiatan Tour Literasi di Pantai Riangsunge, Kelurahan Ritaebang, Kecamatan Solor Barat. Kegiatan ini direncanakan akan dipadu dengan pentas seni sehari sebelumnya. Rencananya, Sabtu (15/12/18) digelar pentas seni, sedangkan Minggu (16/12/18) digelar wisata literasi. Apa yang akan terjadi? Mari kita bersama menjadi saksi sejarah pengasahan mata pena para pegiat literasi di Tanah Wangi Cendana ini. ***
Pion Ratuloly
Pengurus Agupena Flotim