
suluhnusa.com – Awal bulan Mei 2018 lalu, Bupati Lembata meresmikan sebuah kampung unik diteluk Balauring, Kabupaten Lembata. Unik karena kampung yang dulunya kumuh disulap menjadi warna warni, seperti pelangi.
Kampung yang dulunya kumuh itu adalah kampung nelayan dari suku Bajo. Ada banyak versi tentang asal-usul keberadaan Suku Bajo (Bajau). Versi paling terkenal tentang warga suku yang dikenal dengan julukan manusia perahu atau orang laut itu, bahwa Suku Bajo berasal dari para prajurit kerajaan Johor, Malaysia.
Para prajurit itu konon diperintahkan raja mereka untuk mencari putri raja yang hilang di laut lepas. Dikabarkan bahwa pada masa itu sang putri raja bertamasya mengarungi lautan Nusantara. Tapi karena satu dan lain sebab, akhirnya sang putri hilang dan tak kembali.
Atas titah raja, beberapa prajurit kerajaan ditugasi mencari sang putri yang hilang dengan catatan tak boleh kembali ke kerajaaan apabila sang putri belum ditemukan.
Bertahun pencarian, karena sang putri tak juga ditemukan, akhirnya para prajurit itu memutuskan untuk tak kembali ke kerajaan dan memilih untuk menetap di perahu mengikuti arah angin yang membawa perahu mereka. Maka dari sinilah dimulai sebuah perantauan tak berujung.
Hal ini menjadi yang kemudian menjadi cikal bakal adanya Suku Bajo yang kemudian tinggal di atas perahu dan berpindah-pindah dan menyebar hingga seluruh Nusantara.
Versi lain menyatakan bahwa Suku Bajo berasal dari Vietnam dan Filipina. Argumen ini didasarkan pada banyaknya kemiripan bahasa yang digunakan Suku Bajo dengan bahasa Tagalog di Filipina, serta bahasa Vietnam.
Nama “Bajo” sendiri bukanlah nama asli dari suku ini. Suku Bajo menyebut diri mereka sebagai Suku Same, sementara sebutan untuk orang di luar suku mereka, mereka menyebutnya dengan istilah Suku Bagai.
Kata Bajo sendiri oleh beberapa kalangan diyakini berasal dari kata yang berkonotasi bajak laut. Meski banyak kalangan membantah konotasi ini, menurut tutur yang berkembang,zaman dahulu banyak bajak laut berasal dari Suku Same. Suku itu memang hidup dan tinggal di perahu dan menyebar hingga ke seluruh Nusantara. Sehingga, suku laut apa pun di bumi Nusantara ini kerap di sama artikan sebagai suku Bajo.
Dan masayarakat Kampung Pelangi yang berada di Balauring, Lembata merupakan suku Bajo. Mereka berasal dari Bajo Nangawure, Bajo Kabir dan Bajo Sumbawa.
Awalnya tempat ini dihuni oleh dua Keluarga yakni Mahmud Jamiti dan Muda Aseng sekitar tahun 1990an membangun rumah lokasi di sekitar pesisir pantai dekat pasar Balauring.
Akan tetapu karena perkembangan dan pembangunan Dermaga Balauring, mereka di beri kesempatan membuka lahan di lokasi Bakau yang sekarang bernama kampung Bajo.
Sebelum berubah menjadi kampung berwarna Pelangi, perkampungan nelayan itu terkesan kumuh.
Setelah mendapat penataan menjadi berwarna Bupati Eliazer Yentji Sunur pun meresmikan kampung ini dan diberi nama kampung Nelayan Tuna Pelangi.
Saat ini Kampung Bajo tidak lagi kumuh, beberapa bagian sudah ditatah menjadi lebih asri termasuk Jembata Kayu pun dipoles warna pelangi. Sangat indah bila berkunjung saat senjapantlan senja depadu warna pelangi, dengan pemandangan Gunung Ile Ape dikejauhan menambah panorama yang indah bagi pengunjung.
Sejumlah perabotan rumah yang dahulu berserakan tak teratur kini semakin rapi. Jembatan titian (jety) sepanjang 50 meter, dicat penuh warna di bagian titiannya. Rumah-rumah panggung yang dibangun diatas permukaan laut meski berdinding bambu tetapi sudah dicat berwarna warni.
Keunikan lain dari kampung ini adalah mayoritas nelayan sehari-harinya ikan Tuna dengan menggunakan layang-layang. Layaknya kampung nelayan lain yang sederhana, kampung sangat semarak penuh warnah. Dinding rumah dan bagian atapnya dicat warna.
“Kita menata kawasan ini menjadi kawasan yang sehat, tertata dengan rapi. Kita mau ajarkan mereka untuk menata lingkungan dengan baik, indah dan sehat. Kita coba dengan mencorat coret warna ini menjadi ciri khas. Ini perkampungan nelayan yang setiap hari bekerja mencari ikan. Tetapi harus menjaga kerapian, keindahan dan kesehatan. Kalau sudah lelah di laut, jangan sampai kacau di darat karena kondisi rumah yang tidak tertata rapi dan indah. Kalau sudah begini kan indah. Kerja capek, tetapi akan terhibur dengan kondisi rumah dan lingkungan yang indah. Itu yang coba kita kembangkan.” Ungkap Yentji Sunur.
Sekedar diketahui sejak tahun 2007 suku Bajo ini sudah diakui PBB sebagai suku mandiri. Pada awal 2007 berdirilah semacam perkumpulan suku Bajo Internasional. Saat ini anggotanya baru Indonesia, Malaysia, dan Philipina. Abdul Manan merupakan Presiden Suku Bajo pertama. Abdul Manan, asli putra Bajo Wakatobi dari Sulawesi Tenggara.***
Ohin – #perempuandalamperjalanan