suluhnusa.com_Kisruh Pura Besakih masuk menjadi salah satu Kawasan Strategis Pariwisata Nasional memantik reaksi keras. Ketika destinasi wisata Pura Besakih ini masuk KSPN, banyak orang Bali yang mayoritas beragama Hindu pun bertanya tentang kesucian Pura sebagai tempat sembayang. Imbasnya, para wisatawan yang berkunjung ke Bali tak lagi menikmati susana religi umat Hindu yang bersembahyang di Pura. Pertanyaannya adalah, apakah karena Pariwisata Pura menjadi tidak suci atau karena pura Pariwisata menjadi kesohor ke seluruh dunia?
Berdasarkan PP No 50 Tahun 2011 tentang Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) mencantumkan 11 kawasan di Bali yang masuk dalam KSPN, salah satunya adalah Pura Agung Besakih. Hal ini berbuntut pada sikap pelarangan tempat ibadah pura bagi kegiatan di luar persembahyangan atau ibadah. Bahkan, Gubernur Bali Made Mangku Pastika secara tegas mendukung jika pura yang merupakan tempat suci bagi umat Hindu hanya diperuntukkan untuk sembahyang bukan sebagai tempat wisata.
Jauh sebelum penetapan KSPN ini, pada tahun 2004 lalu, Pertemuan pertama Organisasi Pemuda Hindu Sedunia (WHYO) yang diselenggarakan di Nusa Dua Bali merekomendasikan untuk menghentikan komersialisasi pura.
Pada pertemuan itu, Presiden WHYO AA Ngrh Arya Wedakarna, sudah memberikan peringatan agar mengentikan komersialisasi Pura.
Itu pernyataan Wedakarna sembilan tahun lalu, ditahun ini, 2013, Gubernur Bali Made Mangku Pastika kembali menegaskan agar, Pura hanya untuk sembahyang, tidak untuk pariwisata.
Usulan Gubernur Bali, Made Mangku Pastika agar pura hanya diperuntukan sebagai tempat beribadat dan tidak dibuka untuk wisatawan disampaikan pada 5 November 2013.
Pertimbangan untuk menjaga kesucian pura, memenuhi bhisama, dan menegakan RTRWP, menjadi alasan Pastika mengusulkan hal demikian. Usulan ini disampaikan Gubernur setelah mendengarkan diskusi tentang wacana penetapan Besakih menjadi salah satu Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) dari para tokoh dan ahli yang hadir pada saat itu.
“Besok saya akan lapor pada presiden bahwa PP 50 (red: PP 50 tahu 2011 tentang KSPN) belum bisa diterapkan di Bali. Kebanyakan produk KSPN itu terdapat Pura di dalamnya, sehingga perlu dilakukan pengkajian lebih mendalam lagi demi menjaga kesucian Pura Jadi tidak saja Besakih tapi juga kesebelas ditunda dulu. Khususnya pura Sad kahyangan dan Dang Kahyangan ,” ujarnya.
Polemik pemberitaan tentang KSPN membuat Gubernur mengundang sejumlah tokoh terkait untuk hadir dan menyampaikan opininya dan mencari solusi dari wacana yang berkembang hangat di masyarakat belakangan ini. Prof. Dr. I Gede Pitana Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia yang menjadi narasumber pertama memaparkan hal ihwal penetapan Kawasan Strategis Pariwisata nasional oleh Pemerintah Pusat. Ada 11 kawasan di Bali yang menjadi KSPN, dan salah satunya adalah Besakih dan sekitarnya. KSPN adalah kawasan yang memiliki fungsi utama pariwisata atau memiliki potensi pengembangan pariwisata Nasional.
Sementara itu Anak Agung Suryawan dari Puslitbudpar Universitas Udayana mengatakan pemilihan kawasan Besakih sebagai KSPN tidak tepat karena Besakih merupakan merupakan kawasan suci dan akan lebih cocok jika yang dipilih Bukit Jambul dan Putung. Sekretaris MUDP Ida Idewa Suasta meminta polemik KSPN Besakih dihentikan.
“Jadi jangan KSPN yang diributkan, tapi bagaimana cara kita menjaga kesucian Pura itu sendiri dan dibarengi dengan Pembangunan infrastruktur yang juga memudahkan pemedek yang mau tangkil ke Pura,” ujarnya dalam sarasehan Pembangunan Pariwisata Bali ke Depan pada hari yang sama.
Bendesa Desa Besakih I Wayan Gunastra meminta semua pihak untuk memperhatikan penataan Kawasan Besakih khususnya di Pura Luhur Besakih. Ia yang mewakili aspirasi masyarakat besakih mengatakan, bahwa terlepas masuknya Besakih ke dalam KSPN, realita di lapangan, Besakih memang perlu ditata.
Dia memberikan contoh-contoh nyata bahwa banyak infrastruktur yang digunakan juga oleh pemedek yang rusak, seperti jalan, dan wantilan di sana. Bahkan dia menambahkan, kios-kios sudah banyak ada di sekitar pura, terutama saat odalan, banyak pedagang yang entah dari mana Datang berjualan di sekitar Pura, dengan menjual item yang tidak berhubungan dengan nilai spiritual.
Hal itu membuat pemandangan di sekitar Pura menjadi agak kumuh. Sedangkan Ketua Komisi I DPRD Provinsi Bali, I Made Arjaya mengatakan bahwa Legislatif dan eksekutif sudah berkomitmen untuk menegakkan perda RTRW yang mengatur tentang radius kesucian Pura, sehingga masyarakat tidak perlu risau dengan ditetapkan Besakih ke dalam KSPN. Tetapi saat itu kisruh sedang berjalan. Pertanyaannya adalah, apakah karena Pariwisata Pura menjadi tidak suci atau karena pura Pariwisata menjadi kesohor ke sluruh dunia? (sandro wangak)