
LEWOLEBA – PROGRAM Makan Bergizi Gratis (MBG) di Lembata sedang berjalan. Namun, banyak suara minor dari masyarakat yang mendesak agar menu MBG di Lembata bisa dievaluasi.
Antonius Rian, Ketua Pandu Budaya Lembata, berharap MBG bisa melirik potensi lokal Lembata.
“Walaupun ahli gizi di Jakarta punya ketentuan berbeda tetapi sebagai orang Lembata, kita berharap agar MBG ini bisa memberikan peluang uang bagi petani lokal kita. Jangan semuanya ambil dari luar daerah dengan alasan sesuai instruksi ahli gizi,” ujar Rian, 7 Maret 2025.
Ia bahkan menyoroti snack MBG yang telah berubah menjadi biskuit dan energen. Menurut Rian, jika menu tersebut sebagai wujud hormat terhadap umat islam yang sedang berpuasa, maka lebih baik menggunakan jagung titi.
“Ada informasi bahwa selama ramadhan menu MBG berubah sehingga disebut snack bukan makan siang. Namun, jika negara punya pikiran kritis, maka biskuit diganti dengan potensi daerah, misalnya jagung titi,” lanjutnya.
Hal ini beralasan agar para penjual jagung titi bisa diberdayakan melalui MBG ini. Sebab menurut Rian, fokus program ini adalah aspek gizi, maka tentu jagung titi lebih sehat dibanding makanan instan.
“Ya, Lembata sudah buat kegiatan sekolah lapang kearifan lokal bahkan ratusan mahasiswa datang magang untuk urus pangan lokal kita, tapi kalau MBG kita ikut lurus-lurus perintah Jakarta berarti, MBG ini perlu dievaluasi dan secara ekonomis hanya akan menguntungkan pengusaha tertentu. ”
Menurut Rian, anak-anak sekolah jangan hanya dibiasakan untuk makan makanan instan tetapi juga pangan lokal sebagai bagian dari identitas budaya Lembata.
“Jika gunakan jagung titi misalnya, maka perut anak-anak diisi, otak mereka pun diisi. Mereka makan sambil dibuka wawasannya tentang budaya pangan Lembata. Jadi, saya berharap kaum elit di Lembata yang punya mulut politik soal MBG ini bisa sama-sama evaluasi lagi dan sampaikan ke Jakarta. Kita juga harus berdaulat jangan semuanya ikut dari luar,” tegas Rian.
Ia bahkan khawatir, dari pisang yang tidak bisa dipasok oleh petani Lembata, jangan sampai kemudian ikan juga bisa diambil dari luar hanya karena sabda ahli gizi, padahal orang Lembata sehat dan pintar karena pangan Lembata kaya dan beragam.
“Ahli gizi bukan Tuhan, ahli bisa dipertanyakan dengan prinsip bahwa MBG ini menguntungkan dari segi gizi, ekonomi warga lokal dan identitas budaya,” demikian Rian.
Menu MBG Bulan Puasa Dengan Junk Food (Makanan Sampah)
PELAKSANAAN Makan Bergizi Geratis (MBG) di Lembata, Nusa Tenggara Timur, Jumat 7 Maret 2025 semakin amburadul.
Selain menu yang didominasi junk food (makanan sampah), para siswa juga diberikan buah kurma dan klengkeng busuk. Menariknya menu makan bergizi geratis yang diserahkan langsung ke tangan siswa tanpa diolah.
Pantauan media di SDN Wangatoa, para siswa dibagikan tiga buah kurma busuk, dua buah kelengkeng, susu sereal bubuk siap saji 1 bungkus, Telur 1 butir, dan biskuit 1 buah.
Menurut informasi yang diterima wartawan, perubahan menu makan bergizi gratis itu disebabkan saat ini sedang memasuki bulan puasa bagi umat muslim. Pihak penyedia mengganti menu makan siang dengan menu makan ringan yang nantinya akan bisa di bawa pulang ke rumah oleh siswa/siswi.
“Kami khawatir, dengan pola makan seperti ini anak-anak akan terserang berbagai penyakit. Kami minta pemerintah pusat hentikan saja program ini. Mendingan uang untuk makan siang diserahkan kepada orangtua untuk pemenuhan gizi anak. Jangan ke vendor, agar lebih terfokus. Orangtua pasti bertanggung jawab atas tuntutan pemenuhan gizi oleh pemerintah. Kalau begini polanya, vendor kaya mendadak, sedangkan siswa pasti penyakitan,” ujar Emanuel, orangtua siswa SDN Wangatoa.
Sementara itu fasilitator MBG di Kabupaten Lembata, Paulus Makarius Dolu kepada Wartawan, Jumat, 7 Maret 2025 mengaku, menu selama bulam Ramadan memang seperti itu. Menu makan siang diganti menu makan ringan.
Namun, ia menjelaskan bagi siswa nonmuslim akan dipertimbangkan kembali berdasarkan masukan dari warga.
“Ya menu bulan puasa begitu. Jalan seminggu dengan menu semuanya begitu. Input ini jadi masukan untuk nanti disesuaikan untuk siswa siswi non muslim,” ujar Paul Dolu.+++sandro.wangak








